When Mr. Tricky Meet Alindya

When Mr. Tricky Meet Alindya

BAB 1: Sisi Berbeda

"Pokoknya saya tidak mau di jodohkan! ini zaman modern, pah. Sudah tidak ada lagi yang namanya perjodohan." Ravendra bangkit dari tempat duduknya dengan ekspresi wajah yang penuh kekesalan terhadap ayahnya.

Suasana ruang keluarga di kediaman Arif Wardhana tiba-tiba menjadi hening setelah mendengar penolakan dari Ravendra yang akan di jodohkan dengan putri sahabat ayahnya.

Berkali-kali pak Arif memberitahukan rencananya pada Ravendra dan berkali-kali pula Ravendra menolaknya, akhirnya ia pun merasa kesal terhadap sang ayah.

"Saya mau cari pasangan hidup saya sendiri, pah!" Ravendra berjalan meninggalkan ayah dan ibunya yang tengah duduk bersebelahan di ruang keluarga karena mereka hanya terdiam, mereka tak tahu lagi harus dengan cara apa agar Ravendra mau menerima perjodohan yang telah direncanakan sejak mereka masih kecil.

Ketika suara langkah kaki Ravendra semakin menjauh, pak Arif menyandarkan tubuhnya dan dengan santainya ia berkata. "Papa hanya akan mewariskan perusahaan setelah kamu menikah!"

Tanpa menatap ke arah Ravendra yang tengah berdiri tepat di belakangnya, pak Arif sudah tahu jika saat ini Ravendra tengah memasang wajah kebingungannya, saat itu pula rencana yang ia susun beberapa menit yang lalu telah siap untuk di laksanakan.

Layaknya bom waktu yang bisa meledak kapan saja, pak Arif yakin jika Ravendra pasti akan memohon kepadanya untuk di jodohkan dengan gadis pilihannya. Ravendra menghentikan langkahnya karena terkejut mendengar pernyataan dari sang ayah.

Ravendra yang begitu berambisi untuk mengambil alih perusahaan ayahnya, tak menyangka jika syaratnya begitu berat untuk ia lakukan. Ravendra memang sudah punya kekasih, tetapi ia belum berencana untuk menikahi kekasihnya itu karena ia masih merasa ragu, ada suatu hal yang mengganjal di hatinya, walau ia sangat menyayangi kekasihnya.

Ravendra terdiam, membayangkan seorang gadis bernama Amara yang berprofesi sebagai model untuk sebuah majalah ternama di kota. Mereka sudah menjalin hubungan selama 3 tahun, tetapi Ravendra masih belum sepenuhnya merasa yakin karena perubahan sikap Amara yang akhir-akhir ini ia rasakan dan belum sempat ia selidiki karena pekerjaan yang semakin hari semakin menumpuk.

Sudah beberapa menit berlalu, tetapi pak Arif tak lagi mendengar suara protes dari Ravendra, pak Arif mengambil cangkir kopinya dari atas meja lalu dengan tenang ia berkata. "Kenapa diam? papa yakin, dia bukanlah gadis yang baik untukmu. tinggalkanlah dia dan menikahlah dengan gadis pilihan papa!"

Tanpa menjawab perkataan sang ayah, Ravendra kembali melanjutkan langkahnya dan bergegas pergi menuju kantor tempat ia bekerja di salah satu perusahaan ayahnya.

Sementara pak Arif tersenyum menikmati secangkir kopi sebagai tanda awal keberhasilannya, ia tidak begitu mempermasalahkan jawaban dari anaknya. Toh ia sudah yakin jika suatu hari nanti Ravendra lah yang akan memohon kepadanya untuk di jodohkan.

Melihat senyuman di bibir suaminya membuat bu Felicia hanya bisa menggelengkan kepalanya seraya berkata. "Rencana apalagi yang akan kamu lakukan, pah!"

Dengan perasaan yang kurang baik, Ravendra berjalan menuju mobilnya yang sudah siap di halaman rumah.

"Pokoknya saya tidak boleh mengalah dengan rencana papa!" Ravendra menggosok telapak tangan yang sebelumnya sudah di semprotkan hand sanitizer dengan kasar memperlihatkan kekesalannya pada saat itu, kemudian ia melaju dengan cepat menuju kantor.

Ravendra memang memiliki kebiasaan menjaga kebersihan, tapi hal yang di lakukannya terbilang sangat berlebihan karena sangat berbeda dengan orang-orang lainnya yang peduli akan kebersihan diri dan lingkungan sekitar.

Setibanya di kantor tempat Ravendra bekerja, hal yang membuatnya semakin emosi pun kembali terjadi saat dimana ia memasuki ruang kerjanya yang baru saja di bersihkan.

"Apa-apaan ini!". Ravendra terkejut melihat ke arah meja kerjanya.

Setelah menyemprotkan hand sanitizer untuk kesekian kali di telapak tangannya, ia segera meraih telepon yang berada di atas mejanya dan menelpon kepala cleaning servis.

"Panggil orang yang bersihkan ruangan saya, sekarang juga!" Ravendra menaruh telepon dengan kasar setelah mendengar jawaban dari bu Ratna.

"udahlah, bro. masalah sepele gini gak usah diperpanjang!" seru Roy asisten pribadi Ravendra yang juga sahabat masa sekolahnya dulu, kebetulan Roy baru datang ke kantor dan memasuki ruangan Ravendra untuk memberikan jadwal kegiatan hari itu.

"gak bisa Roy, pokonya semua harus sesuai dengan yang saya mau. dari dulu juga kan saya sudah bilang sama bu Ratna buat jaga ruangan ini sebaik mungkin," kesal Ravendra.

Tak lama kemudian, bu Ratna datang dengan seorang cleaning servis baru. Tampak raut wajah mereka berdua begitu ketakutan melihat kemarahan Ravendra.

"oh jadi kamu karyawan baru disini? bu Ratna, tolong kasih tahu dia apa kesalahannya!" pinta Ravendra dengan emosi yang sedikit menurun, mencoba memaklumi kesalahan karyawan baru.

Bu Ratna dengan segera menunjuk ke arah sebuah figura kecil yang ada di atas meja kerja Ravendra dan menggesernya, ternyata figura tersebut hanya bergeser sekitar dua sentimeter dari tempat semula.

Figura itu berisikan potret masa kecil Ravendra bersama sang kakak yang telah tiada, Ravendra begitu menyayangi sang kakak, ia tak ingin pandangannya terlalu jauh dari wajah sang kakak saat ia bekerja, maka dari itu ia begitu marah saat figuran nya bergeser.

Hal itu membuat karyawan baru terkejut, karena hanya gara-gara ia tidak meletakkan pada tempatnya yang kurang dua sentimeter saja membuat kemarahan sang CEO memuncak, tetapi ia hanya bisa menyesali perbuatannya saat ini.

"Sa- saya minta maaf, pak. lain kali saya akan lebih teliti lagi". Tono yang gugup hanya bisa menundukkan kepalanya sebagai tanda penyesalannya.

"baik saya maafkan, sekarang kalian boleh kembali bekerja!", pinta Ravendra.

Mereka berdua bergegas meninggalkan ruangan Ravendra sebelum bosnya itu berubah pikiran karena biasanya jika ada yang membuatnya marah, ia tidak segan untuk memecatnya.

"untung kamu gak di pecat, Ton! pak Ravendra itu orangnya sangat mengutamakan kerapihan. coba kamu lihat semua karyawan dan meja kerja mereka, semua tampak bersih dan rapih. karena kalau tidak, mereka akan langsung di pecat," jelas bu Ratna yang membuat Tono bergidik ngeri mendengar ucapan seniornya itu.

Sementara di waktu yang sama dengan tempat berbeda, seorang gadis cantik memulai paginya dengan membersihkan tubuhnya beberapa menit di kamar mandi.

Tanpa polesan make up, ia bersiap untuk menuju kampusnya. Sebelum pergi ke kampus, ia menyempatkan diri untuk menyantap sarapan bersama keluarganya.

"Alin, kamu sudah dewasa, sudah waktunya ayah mengatakan hal ini kepadamu!", ucap pak Bagaskara.

"Ada apa, yah?". Alindya berbicara dengan roti yang masih ia kunyah.

Sejenak pak Bagaskara terdiam melihat penampilan Alindya yang jauh dari kata anggun. Ia memakai jeans ketat dengan kaos over size berlengan pendek dan sebuah jaket yang di letakkan nya di kursi tempat ia duduk.

Keyakinan sang ayah untuk menjodohkan Alindya pun sedikit goyah karena melihat penampilan sang anak yang tidak tampak seperti anak gadis lain.

Alindya menantikan sang ayah berbicara hingga rotinya sudah tak tersisa lagi di tangannya, di lihatnya jam yang ia pasangkan di pergelangan tangan kirinya dan berkata. "Ayah, sepertinya aku akan terlambat karena menunggu ayah bicara". Alindya beranjak dari tempat duduknya, ia hendak meninggalkan ruang makan. Tetapi langkahnya terhenti karena mendengar ucapan pak Bagaskara.

"ayah akan menjodohkan mu dengan seorang CEO di perusahaan ayahnya", ucap pak Bagaskara.

"Apa? ayah, ini bukan zaman Siti Nurbaya lho! pokoknya aku nggak mau di jodohin". Alindya mengambil jaket dan meletakkannya di tangan.

"memang apa salahnya? dia anak yang baik dan juga hebat, di bandingkan dengan pacarmu itu yang berasal dari keluarga tidak baik!", seru pak Bagaskara penuh penekanan.

"pokoknya aku tetep nggak mau di jodohin!", seru Alindya.

Pak Bagaskara hanya bisa terdiam memijat kepalanya melihat sikap Alindya yang semakin hari semakin berani menentangnya.

Perasaan kesal terus menyelimuti hati Alindya, ia sudah tidak bersemangat lagi untuk pergi ke kampusnya. Alindya memutuskan untuk pergi ke kafe miliknya yang ia bangun bersama sahabatnya yang juga ingin hidup mandiri walau terlahir dari keluarga berada.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!