Bab 4: Awal Penyesalan

Di malam yang terasa sunyi itu, Alindya menangis di dalam kamarnya. Wajah sembab mewakili dalamnya rasa penyesalan selama ini, ia tersadar jika selama ini cintanya pada Kaivan sudah merubah dirinya seratus delapan puluh derajat.

Alindya yang dulunya periang, kini ia menjadi lebih pendiam karena selalu memikirkan keadaan kekasihnya yang jarang sekali memberi kabar.

Alindya pun kini menjadi pendendam karena terlalu sering mendengar kalimat-kalimat provokasi dari Kaivan.

Saat ini Alindya tersadar karena untuk pertama kalinya Lisa yang selalu mendukung kebahagiaanya, memprotes karena perubahan yang di alami Alindya sejak bertemu dengan Kaivan. Akan tetapi rasanya begitu sulit bagi Alindya untuk mengucap kata perpisahan kepada Kaivan, entah apa yang membuat Alindya merasa sulit untuk meninggalkannya.

Di malam yang sama, Ravendra yang telah selesai membersihkan dirinya kini tengah bersiap untuk menemui kekasihnya. Ia tidak peduli sekalipun saat itu sudah larut malam, dalam pikirannya hanya ada Amara yang ia kira sedang marah kepadanya karena ia tidak bisa datang untuk makan malam.

"Ini semua gara-gara si Roy, kenapa juga dia buat jadwal meeting tiba-tiba!". Ravendra berdecak kesal menatap bayangan dirinya di cermin karena teringat kejadian di kantor tadi yang membuat ia terlambat datang ke restoran.

Kini Ravendra sudah tampak rapi walau hanya memakai kaos yang ia tambahkan dengan jaket dengan rambut yang di sisir rapi membuatnya tetap terlihat tampan walau tidak mengenakan setelan jas seperti hendak pergi ke kantor.

Ravendra berjalan menuruni tangga menuju pintu keluar rumahnya, suasana rumah sudah tampak sepi karena para asisten rumah tangga sudah menyelesaikan semua tugasnya dan kini mereka tengah beristirahat, hanya security saja yang tampak berjaga di dekat pintu gerbang.

Langkahnya tiba-tiba terhenti kala suara yang begitu nyaring di tengah kesunyian malam terdengar tepat di belakangnya, "mau kemana kamu tengah malam begini?", tanya pak Arif membuat Ravendra yang sudah memegang gagang pintu segera melepaskannya dan perlahan menoleh ke belakang dimana sang ayah berdiri dengan melipat kedua tangannya di atas perut yang kini tampak sedikit membuncit karena sudah jarang berolahraga.

"saya hanya ingin keluar mencari makanan!", jawab Ravendra santai.

"Bukankah di dapur kita segalanya sudah tersedia? alasanmu sungguh tidak masuk akal". Mata pak Arif melirik ke arah Ravendra penuh curiga.

Ravendra hanya terdiam menundukkan kepalanya, ia sudah pasrah jika rencana untuk menemui Amara akan di gagalkan oleh ayahnya.

"bilang saja jika kau ingin bertemu dengan kekasihmu!", ucap pak Arif lagi.

Ravendra kembali terdiam dan kini ia memilih untuk pergi ke kamarnya karena semakin yakin jika ayahnya tidak akan memberinya izin.

Tanpa bicara satu katapun, ia berjalan meninggalkan ayahnya menuju tangga dengan wajah malas.

Langkah kakinya kembali terhenti karena suara sang ayah. "pergilah jika kau benar-benar ingin bertemu dengannya. Tetapi jika ia mengecewakanmu, lebih baik kau tinggalkan dia secepatnya!", seru pak Arif.

Dengan wajah senangnya Ravendra mengucapkan terima kasih kepada sang ayah kemudian ia bergegas meninggalkan rumah menuju apartemen Amara.

Ravendra mengemudikan mobilnya dengan cepat karena ia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan kekasihnya, di dukung pula dengan suasana jalan yang sepi membuatnya dengan mudah sampai di apartemen milik Amara.

"semesta sedang baik kepada saya! papa memberi izin bertemu Amara dan jalan yang tak padat sama sekali membuat saya bisa lebih cepat sampai. Sayangku, aku datang", ucap Ravendra di dalam lift menuju unit apartemen milik Amara.

Kini Ravendra tengah berdiri di depan pintu apartemen menanti sang kekasih membukakan pintu untuknya.

Amara yang mengetahui kekasihnya datang, bukannya segera membukakan pintu dan menyambut kekasihnya, ia malah tengah kebingungan menyembunyikan seorang pria yang berada di kamarnya.

"Aduh gawat! dia datang, kamu sembunyi di sana!". Amara mendorong pria tersebut ke balik gorden kamarnya.

"Eh, jangan! di sana masih kelihatan, kamu sembunyi di kamar mandi saja!". Amara kembali mendorongnya ke arah kamar mandi.

Lalu ia mengacak rambutnya sebelum membukakan pintu, agar tampak seperti orang yang terbangun dari tidurnya.

"sayang, kenapa kesini malam-malam begini?". Amara mengucek-ngucek mata untuk menormalkan pandangannya seperti orang yang baru bangun tidur.

"Kamu sedang tidur sayang?". Ravendra melangkah masuk apartemen sambil menatap sekeliling yang terasa berbeda.

"Iya, tadi aku tunggu kamu di resto terlalu lama hingga aku mengantuk dan memutuskan untuk pulang." Amara menutup pintu dan berjalan di belakang Ravendra yang tengah melihat setiap sudut apartemen.

Pandangan Ravendra teralihkan pada sepasang sepatu pria di atas rak sepatu dan membuat kecurigaan Ravendra pun muncul.

"Sepatu siapa itu?". Telunjuk Ravendra mengarah pada sepasang sneaker berwarna abu-abu yang belum pernah ia lihat di pakai oleh Amara.

Mendengar pertanyaan itu membuat Amara terdiam sejenak memikirkan jawaban apa yang akan ia katakan pada Ravendra.

Tangan kecilnya dengan cepat meraih pergelangan tangan Ravendra dan bergelayut di sana membuat Ravendra segera menyingkir karena ia tidak pernah betah di pegang oleh orang lain apalagi dia seorang wanita sekalipun Amara adalah kekasihnya, tetapi Ravendra masih belum bisa menerima sentuhan darinya.

"sayang, aku tadi habis pemotretan. sepatuku rusak, jadi aku pinjam sepatu manager ku!", jelas Amara dengan manjanya.

"Memangnya kamu gak bawa sepatu cadangan? bukankah biasanya selalu ada di dalam mobil?". Ravendra menatap Amara penuh selidik.

"Hem.. itu, tadi aku buru-buru jadi gak kebawa". Amara menjawab tanpa menatap Ravendra.

Sebenarnya Ravendra tidak begitu mempercayai perkataan Amara, tetapi karena ia tidak ingin bertengkar akhirnya ia memilih untuk mencari pembahasan lain.

Ravendra berjalan menuju ke arah balkon dan membuka pintu balkon, kemudian ia duduk di sebuah tempat duduk yang berada di sana menatap langit malam yang bertabur bintang.

Amara mengikuti Ravendra dan duduk di sampingnya, tampak wajah jenuh di perlihatkan oleh Amara yang membuat Ravendra merasa bersalah kepadanya karena sudah tidak menepati janjinya.

"Maafkan saya karena tadi tidak bisa datang ke resto!". Ravendra menatap wajah Amara dengan sendu.

"Hah, aku sudah terbiasa menghadapi pria super sibuk sepertimu!". Amara bersandar di bangkunya sambil melipat kedua tangannya.

"Lalu saya harus berbuat apa agar wanita saya ini bahagia?". Ravendra menatap dalam wajah kekasihnya itu.

"hmm.. karena kamu masih belum bisa kontak fisik, jadi aku mau kamu temenin aku shopping besok!", pinta Amara dengan wajah bahagianya.

Ravendra terdiam, mengingat besok ia akan melanjutkan meeting yang belum selesai tadi, tetapi ia juga ingin menemani kekasihnya agar tidak ada lagi perasaan bersalah.

"Kenapa diam? pasti kau sibuk lagi!". Amara kembali menekuk wajahnya.

"Maafkan saya sayang, tapi bagaimana kalau minta di temani sahabatmu saja. bawa ini, belilah apapun yang kau mau!". Ravendra mengeluarkan kartu berwarna hitam dari dalam dompetnya.

Dengan segera Amara mengambilnya dan memberikan senyuman termanisnya kepada Ravendra hingga membuat Ravendra ikut merasa bahagia juga. "Baiklah! karena kekasih saya ini sudah tersenyum lagi, saatnya saya kembali ke rumah karena sudah malam. kamu beristirahatlah, agar besok tenagamu terisi penuh untuk pergi shopping!". Ravendra mengacak rambut Amara kemudian berjalan menuju pintu keluar.

Selama berpacaran, mereka tak pernah bergandengan tangan. Ravendra hanya bisa membelai rambut Amara walau hanya sebentar, segala bentuk sentuhan antar kulit tak pernah Ravendra lakukan karena ia bisa langsung menunjukkan tanda alergi pada tubuhnya.

Amara pun membukakan pintu untuk Ravendra dengan terus mengembangkan senyumannya.

"Terima kasih ya sayang, hati-hati bawa mobilnya ya". Amara mencium telapak tangannya lalu meniupkannya ke arah Ravendra yang telah melangkah keluar dari apartemen.

Ravendra tersenyum dan menggerakkan tangannya seolah tengah menangkap sesuatu dan meletakkannya di dada kemudian berkata. "Sama-sama sayangku, saya juga akan berhati-hati. kamu masuklah dan segera tidur!".

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!