Lara Hatiku
Bandung, 21 November 2022
Cuaca mendung yang masih menggantung mesra menghiasi langit dengan segala keelokannya. Menahan pergerakan seorang gadis yang tengah bergelung, dengan benda lembut berbentuk semu.
Surinala Jarumilind atau akrab di panggil dengan sebutan Nala, gadis muda berparas ayu dengan tatapan sendu yang baru saja lulus dari bangku sekolah menengah atas itu kini tengah sibuk bergelung di dalam selimut tebal yang merengkuh erat tubuhnya.
Rintik hujan yang tengah mengguyur dari semalam hingga saat ini, membuat setitik guratan jingga tampak di langit pagi yang enggan menampakkan cahaya sang surya. Membuat udara pagi begitu terlewat sejuk hingga menusuk ke dasar pori-pori kulit.
Waktu telah menunjukkan pukul 8 pagi. Gadis itu bahkan belum bergerak sedikitpun, rasa kantuk akibat semalam serta hawa yang terlewat dingin membuatnya enggan untuk beranjak dari tempat tidurnya. Ia bahkan melewatkan rutinitas paginya yang setiap hari ia lakukan tanpa terlewat.
Yahh, bahkan hingga usianya yang sudah menginjak 18 tahun, Nala masih melakukan hal konyol dengan mengintip aktivitas tetangga sebelahnya yang setiap pagi melakukan olahraga ringan di dalam kamarnya.
Posisi kamar mereka yang saling berhadapan dan sama-sama berada di lantai 2, membuat Nala lebih leluasa memperhatikan setiap pergerakan pria pujaannya tersebut. Sorot penuh kekaguman begitu tersirat di irisnya yang terlihat sendu. Binar mata serta degup jantung yang meraja cukup menjadi bukti, bahwa ia benar-benar telah jatuh hati pada sang pria.
Tanpa sepengetahuannya, Bara. Lelaki yang ia tatap penuh pesona, telah lama mengetahui kebiasaan konyolnya tersebut. Namun, seolah menjadi hal yang biasa bagi dirinya. Bara bahkan tak begitu menghiraukan akan hal itu. Ia dengan sengaja membuka lebar-lebar pintu beranda kamarnya yang langsung menuju ke balkon dan memamerkan tubuhnya yang kekar dengan otot liat yang nampak jelas di kulit coklat eksotisnya.
Baginya, Nala hanyalah gadis belia manis yang memandangnya sebatas kagum tanpa ada perasaan tertentu. Bara bahkan telah menganggapnya sebagai adiknya sendiri, akibat keakraban yang telah terjalin antara keluarga mereka sejak usia mereka masih dini.
*
*
*
Di kediaman Dewandaru.
Bara yang baru saja turun dari lantai atas langsung melesat ke dapur dan memeluk tubuh ibunya dari belakang. Seketika Mega yang tengah sibuk mengolah makanan sedikit terkesiap akan rengkuhan sang anak yang begitu tiba-tiba.
"Iih ... ngagetin aja kamu," keluhnya akan sikap sang anak yang begitu manja, sementara Bara hanya tersenyum tengil dan tetap memeluk tubuh ibunya.
"Mamaku sayang, lagi masak apa?"
"Gak liat kamu? kalau mama lagi olah daging," sautnya cepat dan jutek tanpa melirik sedikitpun.
"Yah maksud Bara itu, dagingnya mau di bikin masakan apa?" timpalnya sambil melepas rengkuhannya serta beranjak ke depan lemari pendingin dan mengambil botol air mineral yang ia tandaskan dalam sekali teguk.
"Mama mau bikin empal."
"Empal?"
"Iya, empal gentong. Mama bikin empal buat Nala sama tante Arum. Ohh ya, Bara ... otot kamu kan gede, nanti bantuin Mama getok ini daging yahh? biar empuk, biar gak alot nak."
"Getoknya pakai tangan langsung gitu, di tonjok gitu kah?"
"Ya nggak di tonjok juga, kamu getoknya pakai palu daging itu. Tangan Mama pegel. Mbok Sri kan lagi libur, jadi gak ada yang bantuin Mama. Gihh, bantuin ya nakk?" ucapnya dengan mata berbinar penuh permohonan.
Sedangkan Bara hanya bersidekap, bersandar di depan lemari pendingin dengan sorot menyipit atas jawaban apa yang akan di lontarkannya.
"Oke, tapi Mama kasi aku ijin,"
"Ijin apa?"
"Minggu depan aku ke Bali," jawabnya cepat dan menatap barang putus ke arah ibunya.
"Mau ngapain kamu ke Bali? Baru juga minggu kemaren kamu pulang dari sana. Mau ngapain lagi kamu?" sahutnya dengan nada sinis menuntut jawab.
"Bara ada kerjaan sama temen, kalau kemaren kan ... Bara cuma healing. 2 hari aja kok, gak lama juga kan Ma?"
Sedangkan Mega tak langsung mengiyakan permintaan sang anak. Ia berfikir sejenak sambil memperhatikan gerak-gerik sang anak. Bukannya tak memberi ijin atau terlalu membatasi setiap aktivitasnya. Mega hanya bermaksud menjaga sang anak yang notabennya berasal dari keluarga terpandang.
"Gimana ...? Mama kasi gak? kalau Mama gak kasi ya udah, aku juga gak mau bantuin getok itu daging," ucapnya di sertai senyum tengil yang senantiasa melekat di bibirnya.
"Gitu banget kamu sama Mama, pamrih kamu yahh," sautnya dengan nada defensif dan sorot yang sedikit tajam.
"Bara bukannya pamrih Ma ..., cuma anggap aja kita lagi kerja sama yang saling menguntungkan. Kaya simbiosis mutualisme gitu."
"Menguntungkan ..., tapi beneran cuma 2 hari kan?"
"Iyaa ..., Bara cuma 2 hari aja kok. Janji!" ia berkata lembut sambil memegang kedua telinganya sebagai wujud perjanjian.
"Oke. Tapi inget, jangan sampai lebih dari 2 hari loh Bar! kalau kamu lebih dari waktu yang kamu janjiin, mama potongin lagi itu burung," ucapnya tegas dengan sorot yang mengarah tepat ke benda pusakanya.
Seketika sorot Bara langsung membola dengan tatapan ngeri dan kedua telapak tangan yang reflek menutupi area kebanggaannya tersebut. "Yahh, jangan dong! Bara kan cuma punya 1. Nanti kalau di pangkas abis, Bara gak punya lagi dong. Gak gagah lagi anak Mama ini."
"Ya makanya, tepatin janji kamu."
"Iya ..., Bara janji pulang tepat waktu kok. Ohh, yaa. Mahh ..., tumben itu bocah gak keliatan?"
"Bantu bundanya kali. Kenapa? kamu kangen yahh ...," jawabnya dengan nada menggoda sambil melambai ke arahnya untuk segera membantunya mengolah daging.
"Dikit, biasanya dia pagi-pagi pasti intipin Bara kalau lagi gak pakai baju."
Yang seketika mendapat respon tatapan tajam dari sang ibu, "Maksud Bara bukan telanjang di depannya gitu. Tapi waktu Bara push up, kan Bara seringnya pakai celana doang," sergahnya sedikit panik akan respon sang ibu.
"Kamu suka sama Nala?"
"Enggak lahh ..., masa iya Bara suka sama bocah. Lagian Nala itu udah kaya adek Bara sendiri Ma ..., kan Mama tau, dari dulu Bara pingin banget punya adek tapi Mama gak mau kasi."
"Bukannya gak mau kasih ihh! tapi emang Mama takut buat hamil lagi, kamu kira hamil itu gampang," sautnya ketus dengan tangan yang mengangkat daging secara kasar yang seketika membuat Bara memasang wajah ngeri.
"Iya ... iyaa ..., Bara minta maaf. Terus ini daging mau di getok sekarang kah?"
"Iya! getok langsung aja, gak usah nunggu dingin."
Seketika Bara langsung menuruti perintah Mega dengan memukul potongan daging itu langsung di atas talenan kayu. Namun, karena kerasnya pukulan yang ia gunakan. Talenan yang ia gunakan terbelah menjadi 2 dengan suara dentuman yang cukup keras.
BRAAAK!
Mega yang berada di sebelahnya seketika terkejut dengan sorot yang membola tajam.
"Iih ... Bara! kenapa kamu pecahin itu talenan?!" pekiknya dengan emosi yang mulai tersulut. Sementara Bara hanya memasang wajah ngeri, meletakkan kembali palu daging yang ia gunakan dan mengambil langkah mundur untuk menghindari kemarahan sang mama.
...................🍂...................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
🍻
Thornya ngefans ya sama Chico Jericho sampai di pakai nama anaknya 😀🤣
2024-01-20
1
Levha
👍
2024-01-19
0
💞Aileen 💞
visual nya bikin mata melek 🥳🥳🥳
2024-01-01
0