"Kamu kok lama banget? aku udah kangen banget lohh ...," ucapnya manja dan langsung bergelayut di lengan kokohnya.
"Tadi lagi istirahat bentaran May, kan kamu tau sendiri aku baru pulang dari bali. Jadi wajar dong kalau aku kecapekan," jawabnya lembut dan tak lupa menekan kembali kunci pintu di belakangnya.
"kalau kecapekan kamu bisa cepet kesini, kan aku bisa pijit kamu Bara." Maya berucap dengan sensual serta jemari yang mulai menggerayangi titik sensitifnya.
Bara yang di perlakukan seperti itu, tentu saja merasa begitu senang. Darahnya berdesir dan hasratnya bergejolak menuntut kepuasan. Dengan sedikit tergesa namun penuh kelembutan. Bara membalas setiap sentuhan dari wanita tersebut.
Maya yang merasa telah berhasil menggoda pria di hadapannya, tersenyum penuh kemenangan atas usahanya. Pikirnya, pria bodoh mana yang rela menyia-nyiakan wanita seperti dirinya. Dada besar dengan lekukan tubuhnya yang menggiurkan tentu saja membuat siapapun rela menghamba akan dirinya.
Kegiatan erotis terjadi sore itu. Bara merasa begitu termanjakan akan sentuhan yang di lakukan Maya. Bara duduk di atas sofa dengan tubuh yang basah akan keringat. Sementara Maya masih asik duduk diatas benda pusakanya dan bergerak gemulai sedikit kewalahan.
******* merdu hingga erangan tertahan melingkupi ruangan itu.
"Ehhmmm, ahh ..."
"Arrgghh ..., shiittt!"
Bara menggeram dengan nafas yang tertahan, kepalanya mendongkak ke atas dengan irish yang terpejam sempurna. Bibirnya melenguh lega karena hasratnya telah tersalurkan. Ia menyeringai tipis melihat Maya yang terkapar lemas di bawah kungkungannya. Perlu di ketahui, jika Bara memanglah bajingan brengsek yang sangat di gandrungi banyak wanita.
"Capek?" tanyanya serak dengan nafas yang masih memburu.
"Huum, kamu masih mau lagi?" jawabnya lemas.
"Kalau kamu masih kuat."
"Aku capek Bara, nanti lagi aja yahh. Aku istirahat bentar."
Bara terkekeh pelan, "Ok. Tapi jangan lama-lama ya May. Nanti Mama cari in aku."
"Iya, gak lama kok. Ohh, iya. Itu minuman yang biasa aku taruh di kulkas, kamu ambil sendiri ya."
"Iya, aku ambil sendiri. Yaudah istirahat aja dulu," jawabnya sambil memberi kecupan singkat di bibir wanita itu.
Tanpa sepengetahuan Bara, Maya dengan sengaja telah menaruh obat tidur di dalam minuman tersebut.
Bara terbangun dengan posisi telungkup di ranjang wanita itu. Rasa pening yang mendera kuat, membuatnya harus beristirahat dengan terpaksa. Namun tanpa di sengaja ia malah tertidur cukup lama.
Ia mencari keberadaan ponselnya, tangannya menyapu kasar sisi ranjang serta nakas yang berada di sebelahnya. Hingga ekor matanya tanpa sengaja melirik jam di atas nakas yang telah menunjukkan pukul 5 pagi. Seketika Bara terlonjak kaget dan beranjak dari tempat tidur.
"Siaalll!"
Tak diragukan lagi, pasti berpuluh-puluh panggilan masuk dari ibunya telah memenuhi notifikasi ponselnya. Dengan kasar ia meraih baju yang berserakan di lantai dan memakainya asal, Bara pergi tanpa membasuh tubuhnya. Ia hanya melirik sekilas ke arah wanita yang tengah tertidur meringkuk di sebelahnya. Bahkan salam perpisahan manis atau bentuk rasa terimakasih tak ia berikan. Benar-benar brengsek bukan?
Ia berlari sedikit tergopoh, sampai di basemen ia menyempatkan diri membuka sebentar ponselnya. Dan benar saja, 22 panggilan masuk dari Mega telah bertengger memenuhi notifikasinya.
Bara memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana dan segera menunggangi kuda besinya. Ia membelah jalanan yang masih sepi dengan begitu cepat. Lajunya begitu gesit namun sarat akan hati-hati.
Sampai di rumah ia di landa sedikit rasa heran. Kedua alisnya sedikit bertaut kala mendapati pintu rumahnya yang telah terbuka. Ia bahkan juga melihat Mobil sang Ayah yang telah terparkir rapi. Sedikit ketakutan ia rasakan kala membayangkan kemarahan apa yang akan di lontarkan sang Ibu.
*
*
*
Pagi ini begitu cerah. Tak ada rintik hujan maupun embun yang menggantung di dedaunan. Sinar sang surya yang begitu hangat telah menampakkan wujudnya. Seolah pagi ini menjadi awal keberuntungan bagi setiap orang.
Namun berbeda dengan seorang gadis yang tengah menangis pilu di salah satu ruang ICU rumah sakit. Ia menangis tiada henti, tubuhnya berguncang dengan bibir yang terus merapalkan berbagai macam doa. Bahkan hingga beberapa jam lamanya, bulir bening asin tersebut masih setia dan terus merembes keluar dari irisnya yang sendu.
Dadanya nyeri menahan rasa sesak. Jemarinya yang mungil masih setia menggenggam tangan hangat yang tak menampakkan pergerakannya.
"Ayah ..., bangun," lirihnya di sela tangis yang begitu pilu.
"Nala mau wisuda loh Yah. Ayah bangun dulu, nanti siapa yang nemenin Bunda ke sekolah kalau bukan Ayah. Nala kangen sama Ayah ..., Nala pengen di peluk."
Ia menangis tersedu-sedu, alas tidur yang yang ia jadikan tumpuan bahkan terlihat basah sebagian. Pundaknya berguncang dengan tangis yang tanpa henti. Ingin rasanya ia berteriak dan menuntut tanggung jawab pada si penabrak. Namun apa daya?
Ayahnya telah terkapar kritis, bahkan Dokter sendiri pun menyatakan suatu keajaiban jika ayahnya dapat sadar kembali. Kerusakan organ vital yang begitu parah membuatnya terbujur koma.
Arum maupun Nala nampak begitu hancur akan kejadian ini. Bagaimana tidak? Satu jam sebelum kecelakaan naas terjadi, Langit masih memberi kabar jika ia baik-baik saja dan tengah membeli buah tangan untuk putrinya.
Namun, tak berselang lama setelah itu. Satu panggilan masuk dari ponsel sang Suami, Arum terima sedemikian rupa. Tiba saja ponsel yang tengah ia pegang jatuh ke lantai. Arum menangis meraung, ia terduduk lemas--bersandar di sudut bufet. Nala yang kala itu baru saja menyelsaikan sholat malamnya, langsung berlari menghampiri sang Bunda. Dan sampailah mereka di tempat ini. Menangis pilu, berdoa, berharap ada keajaiban akan kondisi Langit.
~
Bara serta Mega berjalan cepat dari arah parkiran, sampai di meja resepsionis keduanya langsung menanyakan letak kamar dari informasi yang di dapat. Langkahnya kembali mengayun begitu jawaban yang ia harapkan telah di terima.
Di dalam lift, Mega maupun Bara tak saling lempar pandang atau bertukar cakap. Keduanya sama-sama tegang. Bahkan sesekali Mega terlihat menyapu sudut matanya akibat rasa sesak yang ia rasa, sementara sang anak hanya diam namun tersirat rasa khawatir yang begitu mendera.
Denting lift terdengar nyaring, keduanya segera bergegas keluar dan berjalan dengan tergopoh.
Tepat di depan pintu ruang ICU, Bagaskara Dewandaru tengah berdiri dangan raut yang tersirat sejuta kesedihan. Wajahnya terlihat sendu, dengan tangan yang besidekap namun pundak yang tampak turun. Tiba saja gelengan kepala pelan di tunjukkan oleh Bagas, di sertai itu tangisan meraung yang begitu menyayat terdengar nyaring di dalam ruangan.
Seketika tangis Mega langsung pecah, Bara secara spontan langsung mendekap dan menenangkan Ibunya. Mereka berjalan beriringan hingga di depan pintu. Terlihat dari celah kaca yang transparan, Nala serta Ibunya tengah menangis meraung sambil memeluk tubuh Langit yang telah terbujur kaku.
...................🍑....................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
💋
Bara jorok, kan habis bertempur. Pasti bau banget tuh badannya
2023-07-12
1
🕊️⃝ᥴͨᏼֱᷛ֯🍾⃝ͩʀᷞᴇͧɴᷠ»ͣᴿᵋᶮ
🥺🥺🥺🥺🥺🥺yang sabarr ya nala n mom nyaa
2023-06-05
1
🕊️⃝ᥴͨᏼֱᷛ֯🍾⃝ͩʀᷞᴇͧɴᷠ»ͣᴿᵋᶮ
😳😳😳😱😱😱😱
ya ampun gakk nyangkaaa ikh..
ganteng kliatannya alimm gtwnya suka anuhh🙊🙊🙊
2023-06-05
1