Bisa Apa Janda Sepertimu?
Malam terasa hening, kehampaan yang kini Dinda rasakan. Semenjak kejadian tadi siang, tak hentinya ia menangisi kisah sendunya. Bagaimana tidak sedih, melihat suami yang dengan sadar mempermainkan hatinya.
Dinda hanya bisa bungkam dengan kejadian itu, tidak mudah untuknya tegar kembali saat hatinya tak baik-baik saja.
Flashback*
"Mas Dimas mungkin belum makan siang. Pasti dengan aku datang ke kantornya, dia akan merasa senang". Lirihnya dengan senyum yang berbinar-binar dari sudut bibirnya.
Ia terus melangkahkan kaki menuju ruangan suaminya. Saat pintu ia buka, hatinya tersentak melihat pemandangan yang menjijikan. Saat itu Dimas tengah berc*mbu dengan wanita lain, yang tidak lain adalah sekretarisnya sendiri.
Dinda yang geram dengan tingkah suaminya itu, tak sengaja menjatuhkan makanan yang ia bawa ke lantai.
"Dinda.. " Ucap Dimas dengan terperanjat menyingkirkan tubuh sang sekretarisnya.
"Aku pikir, kamu tak seperti pria di luaran sana yang menjijikan. Tapi sekarang kenyataannya kamu pun sama menjijikannya dengan pria di lain". Ujar kebenciannya.
"Aku bisa jelaskan sayang, dengarkan aku dulu.. " Ucap Dimas dengan gugup dan sedikit gemetar.
"Semuanya sudah jelas. Silahkan kamu melanjutkan adegan menjijikanmu itu kembali". Ujarnya dengan berlalu.
Dimas pun tak memperdulikan wanita yang menjadi selingkuhannya kini. Ia pun mengejar Dinda yang berlari sembari menangis.
"Tunggu Dinda.." Ucapnya ingin menahan Dinda.
Namun Dinda berlari tanpa henti. Ia kembali memasuki mobilnya dan bergegas pulang. Sementara Dimas mencoba untuk mengejarnya dengan mobil yang satunya lagi, yang selalu ia bawa pada saat ke kantor.
**
Dinda yang kini berada dalam kamarnya, terlihat frustasi. Tetesan air mata yang kini membasahi pipinya. Ia berharap semoga ini hanya mimpi.
Dengan sedikit ragu, Dimas mendekatinya berharap Dinda memaafkannya.
"Maafkan aku sayang, bukan maksud ku.." Ucapnya yang terhenti oleh teriakan Dinda.
"CUKUPP!! Aku muak dengan alasanmu, aku tidak perlu tahu dengan penjelasanmu yang pasti tidak akan masuk akal". Ucapnya dengan menebak jika Dimas akan mengelak dengan penjelasan palsunya.
"Baiklah, jika kamu merasa aku salah. Ya, memang aku salah. Tapi ingat, kamu juga belum tentu benar. Seharusnya kamu juga bisa melihat sisi burukmu, bukan hanya aku yang buruk dimatamu sekarang". Ujarnya dengan emosi yang meluap-luap.
"Apa salahku, sampai membuatmu selingkuh dengan wanita itu?" Tanyanya dengan penuh selidik.
"Bahkan kau tak menyadari kesalahanmu, dasar wanita tak tahu malu". Ujarnya mencibir.
'DEG'
Kata-kata itu pun yang membuat hatinya kini semakin rapuh. Baru kali ini Dimas merendahkannya, lagi-lagi ia menyalahkan Dinda dengan wajah tak berdosanya.
"Aku bukan tak menyadari, hanya saja matamu yang sibuk mencari wanita murahan dan melupakan aku yang harusnya kamu hargai". Ucap lantang Dinda.
"Jika kamu menyadari, kenapa tidak kau rubah penampilan yang jelas lebih buruk dari seorang pembantu di luaran sana? Aku bosan setiap pulang kerja yang di suguhkan selalu bau dapur, tak bisa kah kau seperti wanita lain yang lebih menarik?" Ujarnya membandingkan tampilannya dengan wanita lain.
"Oh, jadi wanita tadi yang kau sebut menarik itu lebih baik dari pada aku? Wanita pengumbar aurat, hingga suamiku pun dengan sengaja mendekatinya. Baiklah, kita lihat perkataanmu nanti. Hanya karena tampilanku yang seadanya dan selalu menutup aurat, bukan berarti aku akan begitu saja menjadi hinaanmu. Mulai hari ini, aku minta talak darimu. Aku menyerah hidup denganmu, silahkan kamu sepuas hati bersama dengan wanita yang kau banggakan itu. Lebih baik aku mundur mencari kehidupanku sendiri." Tegasnya dengan sedikit air mata.
"Kau menantangku? Bagaimana nasibmu setelah aku talak dirimu? Ingat, kau tak punya apa-apa sebelum menikah denganku. Apa kau bisa bertahan jika ku tinggalkan?" Cibirnya merendahkan Dinda.
Dinda hanya terdiam menahan gejolak emosi di dalam hatinya. Tekadnya semakin membulat, bahwa keputusannya pergi dari Dimas adalah jalan terbaik. Sebelumnya ia tak pernah di istimewakan seperti wanita lain olehnya. Hingga hati itu kini semakin menututup rapat, bahkan sudah terkunci dan tak mungkin bisa terbuka kembali.
"Kenapa kau tak menjawab?" Tanyanya dengan menyunggingkan seringai licik. "Dinda Amelia binti Yanwar Sugiono, hari ini saya talak kamu. Mulai detik ini, kamu bukan istri saya lagi". Ucapnya dengan menunjukkan wajah sombongnya.
"Oh, iya! Aku juga lupa, jangan sekali-kali kamu mengharapkanku lagi. Atau memohon padaku untuk kembali rujuk. Aku hanya ingin tahu, bisa apa janda sepertimu?" Sambung Dimas, kemudian berlalu meninggalkan Dinda yang saat itu tengah merasakan sakit hati dengan sangat luar biasa.
Flashback off*
Kata-kata itu yang kini membuatnya tak henti menangis. Dinda merasa di bodohi, kenapa bisa-bisanya ia terjebak dalam cinta pembodohan? Harusnya ia sadar, dari dulu mungkin ia hanya di perbudak agar selalu menuruti Dimas. Sedangkan Dimas selalu merasa tak menganggapnya ada.
**
Waktu kini beranjak malam, ia pun bergegas memasukkan barang-barang keperluannya kedalam koper besar. Isak tangis yang tadi ia rasakan, kini berganti dengan kebencian yang ada di hatinya.
Langkah kaki pun terdengar memasuki kamarnya. Ya, itu Dimas. Terselip senyum di ujung bibirnya itu, seakan puas melihat Dinda yang akan pergi dari kehidupannya.
"Baru sekarang kamu mau pergi? Padahal, yang menginginkan pertama perpisahan itu kamu. Tapi kamu seakan memperlambat kepergianmu dari rumah ini". Cibirnya dengan sedikit senyuman sinis yang terlukis di bibirnya.
Dinda hanya diam dan fokus merapihkan barangnya. Seakan ia tak mau terganggu dengan ucapan itu, ucapan itu seakan angin malam yang berhembus dingin bengitu saja melewatinya.
Setelah selesai, ia pun bergegas pergi dan melewati Dimas yang tengah berdiri di belakangnya sedari tadi.
"Oh, iya. Jangan harap kamu minta separuh dari hartaku di sidang nanti. Karena sebelum kamu masuk dalam kehidupanku, aku sudah menjadi seorang pria yang kaya. Kamu hanya numpang di sini". Cibirnya lagi dengan seringaian yang mengejek.
"Aku tidak sudi pula untuk menerima hartamu, apa lagi meminta padamu. Berikanlah pada orang yang membutuhkan, seperti wanitamu yang tadi. Ia lebih pantas membutuhkan di banding aku". Jawab tegasnya dan kembali melanjutkan langkahnya untuk pergi.
"Dasar wanita munafik". Ketusnya.
Dinda semakin menjauhi rumah tersebut dan menjauh dari kehidupannya yang dulu, ia hanya berharap semoga masa depan bisa menyambutnya dengan baik. Mungkin ini jalan terbaik untuknya, untuk masa depannya.
'Bismillahirrahmanirrahim, ridhai jalanku Ya Allah. Semoga kebaikan senantia menyambutku'. Lirih hatinya dengan sedikit meneteskan air mata.
Tujuannya kini adalah rumah orang tuanya, hanya mereka yang pasti menerimanya. Air matanya kini tumpah kembali, mengingat ia kembali pada orang tuanya dengan beban menyedihkan.
'Apakah ayah dan ibu akan menerimaku setelah ini? Dulu aku yang meminta pernikahan ini, meskipun mereka membantah. Dan kini aku pulang, dengan banyaknya kecewa. Ayah, Ibu.. Maafkan aku'. Lirih hatinya yang kembali menjerit mengingat masa lalunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments