Setelah pulang mengantar Ana dari puskesmas, aku memutuskan untuk ikut ayah dan ibu ke ladang saja, lagian buat apa dirumah gak ada kerjaan.
"Bu.. gimana ya kalau seandainya Hagai gak keterima kerja?," tanyaku pada ibu yang sedang mencabut rumput di kebun jagung.
"Tidak apa-apa nogu, yang penting kamu sudah berusaha dan kita serahkan semua kedalam tangan Tuhan, biar Tuhan yang memberkati, jika itu rejekinya kamu pasti kamu diterima kerja disana sebaliknya jika masih belum rejeki berusaha lagi dan jangan lupa selalu berdoa," jawab ibu dengan tenang, jujur perkataan ibu selalu memberikan ketenangan, ibu selalu bijak dalam memberikan jawaban disetiap pertanyaan kami anak-anak nya meski ibu bukan wanita yang memiliki pendidikan tinggi, namun kebijaksanaan nya melebih seorang yang memiliki pendidikan, ibu memang the best dalam segala hal, jadi sayangilah ibu dan ayah kalian selagi ada waktu.
"ia Bu, Haga selalu berdoa kok, semoga saja Haga diterima disana," Ujarku sambil memeluk ibu yang dengan secara spontan menurunkan parangnya ketanah.
"Amin Tuhan pasti mendengarkan setiap doa-doa hambanya jika tulus dari hati meminta, yaudah kamu bantu bapak kamu disana kasihan dia mengangkat rumput sendirian," ujar ibu.
setelah selesai berbicara dengan ibu, aku memutuskan untuk membantu ayah yang sedang mengangkat rumput untuk dibakar dan dijadikan pupuk.
"ayahanda apakah rumputnya masih banyak, anakmu ini mau membantumu itu juga kalau ayahanda berkenan dibantu hehehehe," teriakku kepada ayah yang sedang mengumpulkan rumput.
"ada-ada saja kamu ini Haga, udah cepat kesini itu rumput masih banyak, lagian kita harus membakarnya pagi ini karena kita cepat pulang ada acara di rumah pamanmu," ujar ayah kemudian melemparkan karung untuk mengangkat rumput.
"ok yahh, adinda akan melaksanakan titahnya sebaik dan secepat mungkin," Jawaku sambil cengengesan kemudian membantu ayah membakar rumput.
akhirnya setelah bekerja susah payah kami memutuskan untuk kembali kerumah, hari ini kami bekerja di ladang hanya setengah hari saja karena ibu dan ayah akan menghadiri acara keluarga yang diadakan oleh paman.
"Haga hari ini kamu yang akan menjemput adikmu ya, karena tidak mungkin ayah meninggalkan acara nanti," ujar ayah yang sedang merapikan rambutnya.
"ia yah, tapi aku hanya menjemput Ana saja ya, soalnya Ita dan Nico jalan kaki," jawabku malas, jujur saja hati ini berat untuk menjemput Ana dan kalian pasti tahu kenapa, hufff itu karena seorang dokter yang baru bekerja disana.
"ia, lagian adikmu yang dua orang itu tidak suka dijemput dari sekolah," ujar ayah
Setelah memberikan titah untuk menjepit Ana, ayah dan ibu pergi ke rumah paman.
"baiklah Haga sebelum dirimu pergi maka tidurlah isi full dayamu agar ketika bertemu dokter Jefri otakmu encer," Ujarku sambil mengelus dada kemudian beranjak kekamar untuk tidur kan lumayan bisa tidur siang lama hehee.
Drrrrrttttttttttt
baru juga mau ke alam mimpi ketemu oppa Soo jongki, ponsel ku berdering.
"ia halooo, ini dengan siapa?, berani-beraninya menganggu mimpi ku" jawabku menjawab telpon.
"ohhhh maaf pak, saya gak tahu kalau ini nomor bapak, soalnya belum saya save," jawabku dan ternyata yang menghubungiku adalah dokter Jefri.
"ia pak, tapi saya bisa kesana sekitar 1 jam lagi karena sekalian jemput adek saya pak," Ujarku lagi, kalian tahu permirsa dokter Jefri memintaku untuk menemaninya kepasar.
"baiklah dok, saya usahain kesana secepatnya," Ujarku lagi, sebenarnya raga ini malas kesana apa lagi dokter Jefri meminta secepatnya datang karena ia mau mencari suatu barang dan itu dibutuhkan hari sore ini, yaudahlah ya lagian cuma menemani.
Setelah selesai mandi dan berpakaian rapi, aku bergegas mengambil tas serta helm dan keluar untuk mengambil motor, dan cusss menuju tempat tujuan.
"Selamat sore pak, apa kabar?," sapa ku ketika sampai di depan pagar puskesmas.
"kabar baik dek, tumben kamu yang jemput Ana ?, dan apa gak kecepatan jemputnya?," jawab pak satpam.
"soalnya ayah lagi ke acara keluarga pak, lagian saya gak ke cepatan kok karena kebetulan saya mau menemani dokter Jefri kepasar," Ujarku dengan posisi masih diatas motor.
"ohhh ia bapak lupa tanyakan, kamu kenal dokter Jefri dimana kok tadi pagi kelihatan akrab?," tanya pak satpam.
"itu pak, saya ketemu dokter Jefri dijalan kemarin, dan kebetulan ada insiden kecil yang membuat saya berhutang budi sama dokter Jefri," Ujarku dengan sedikit berbohong, siapa tahu pak satpam ini Cepu dan memberitahu kan kepada Ana, apa lagi ayah sering nunggu Ana di pos satpam, pastilah ayah sering cerita dengan mereka.
"ohhhh, kirain kenapa bisa kompak gitu," jawabnya.
"kompak gimananya pak, orang Haga setiap lihat dokter Jefri udah kayak lihat dosen killer," Ujarku membantah perkataan pak satpam.
"ehmm kamu udah lama nunggu?," ujar seseorang dibelakangku, dan itu membuatku terkejut, hmm ternyata si dokter tampan, untuk good looking heheeehe.
"ehhh dokter, gak lama kok," Ujarku dengan mata memandang kebawah.
"ohh yaudah, ayo berangkat kita pake motormu saja ya karena kebetulan saya malas bawa mobil," ujarnya mendekatiku
"oklah dok," Ujarku lagi kemudian turun dari motor, kan gak mungkin aku yang boncengi si dokter.
"kok kamu turun?," ujarnya bingung melihatku turun dari motor.
"kan dokter yang membawa motornya," jawab ku dengan mata masih mengarah di dibawah.
"emang saya udah bilang mau bawa motor, kan yang saya bilang kita pake motor," ujarnya sambil geleng-geleng, yang benar saja ini dokter bikin naik darah.
"ohhh ok lah dok," Ujarku kembali menaiki motor.
"hmmm udah kamu turun, biar saya yang bawa ntar kamu arahkan saja jalannya," ujarnya lagi, emang benar nihh dokter menguji kesabaran, seandainya saja aku gak punya hutang padanya sudah dari tadi ku tinggalkan.
"baiklah pak," jawabku kemudian mempersilahkan ia membawa motor.
"pak saya keluar dulu ya, itu mobil saya didepan saya titip kalau menganggu pindahkan saja nanti," ujar dokter Jefri kepada pak satpam sambil menyerahkan kunci mobilnya.
"ok siap pak, kalian hati-hati ya pak," ujar pak satpam
"baik pak," Ujarku berbarengan dengan dokter Jefri
setelah merasa aku sudah naik diatas motor, dokter Jefri menjalankan motor menuju arah pasar.
"Aini, kamu kok diam saja dari tadi?," ujar dokter Jefri saat sampai di pertengahan jalan.
"saya lagi gak mood ngomong pak," Ujarku nyeleneh.
"ohh berarti kalau mau berbicara harus ada mood ya," ujarnya lagi.
"iya, btw dok disana ada persimpangan kita belok kiri saja biar cepat," Ujarku lagi sambil memberitahukan jalan pintas agar cepat sampai di pasar.
"ohhh ok, kamu emangnya gak kerja?," ujarnya lagi setelah beberapa menit diam.
"saya pengangguran dok," Ujarku dengan nada malas campur kesal, gimana gak kesal dia bawa motornya pelan sekali kayak bebek, apa dia gak tahu aku lagi ketat ketir melihat kiri kanan, was-was siapa tahu ada orang kampung yang melihatku berboncengan dengan pria bisa-bisa dilibas ntar di rumah sama ayah ibu, kan mereka tahunya aku jemput Ana.
"ohhh kenapa gak cari kerja," ujarnya lagi, dan dengan penuh kesabaran aku menjawab.
"udah dokter, kemarin pas saya nabrak mobil dokter itu saya pulang dari tes wawancara, btw dokter bisa ngebut dikit?," Ujarku
"ohhh semoga keterima ya, emang kenapa harus mengebut?," ujarnya dengan santai.
"ihhh ini orang minta di binasakan," batinku kan gak mungkin ku ungkapkan bisa tamat riwayat ku.
"bi ar ce pat sampai pak," jawabku dengan menekan setiap kata biar orangnya paham.
"ohh ok, kamu pegangan ya ntar kamu jatuh," ujarnya kemudian menjalankan motor dengan lebih cepat.
Setelah 15 menit di jalan akhirnya kami sampai di pasar dan kalian tahu kami ada di mana, ya kami berada di depan toko penjual pakan hewan, jangan sampai ini dokter hanya datang kepasar untuk membeli makanan hewan, dan benar guys dianya keluar dengan membawa satu plastik yang isinya makanan kucing.
"setelah ini kita mau kemana dok?," tanyaku saat kami mau beranjak pergi dari toko.
"emang kamu ada rencana mau kemana?," bukanya menjawab dia nya malah nanya balik.
"gak dok, kan saya kesini cuma menemani dokter," Ujarku
"ohhh gitu yaudah kita pulang, lagian yang saya cari udah dapat," ujarnya sambil menaiki motor.
Dan kalian tahu hatiku seperti apa, jawabannya rasanya mau ledek dan mulut ini rasanya ingin memaki.
"woiiii lu gak tahu, hari ini aku gak jadi tidur siang plus harus ketar ketir membayangkan bertemu orang yang mengenal aku dijalan hanya untuk seplastik makanya kucing," batinku berteriak.
"ok dok," ujar menahan kesal.
sekitar 3 km lagi dari puskesmas tiba-tiba dokter Jefri memberhentikan motor.
"kenapa dok?," Ujarku penasaran.
"kamu lapar Aini?, mumpung kita belum sampai di puskemas kamu bisa makan disini" ujar dokter Jefri.
mungkin jika dalam keadaan baik tawarannya langsung ku terima, tapi sayang jangankan mikir makan, mikir alasanku dengan Ana saja nanti aku tidak tahu.
"gak dok, saya masih belum lapar," Ujarku
"ok kalau gitu kita balik," kemudian kami melanjutkan perjalanan hingga sampai didepan puskesmas.
"untung saja Ana belum keluar," Ujarku dengan senang.
"untung apa Aini?," tanya dokter Jefri sambil turun dari motor.
"gak ada dok," jawabku
"masa sih bukanya kamu bilang tadi untung apa gitu," jawab penasaran, mungkin jiwa keponya meronta-ronta
"gak kok dok, maksudnya saya tadi untung kita sampai dengan selamat hehhe," jawabku sambil nyengir.
"ohhh kirain apa tadi, yaudah terimakasih udah mau menemani saya," ujarnya sambil melihatku.
"terpaksa pak" batinku
"ia dok sama-sama," Ujarku
"yaudah kalau gitu saya masuk kedalam dulu, tunggu saja adikmu di pos satpam bentar lagi sift mereka siap kok," ujarnya sambil beranjak dari hadapanku. Ingin hati menjawab tapi dianya langsung pergi dasar laki-laki lucnkk. tapi tiba-tiba ia berhenti dan mengahadapku
"ehh satu lagi, saya minta kamu, kalau mau ngomong dengan saya matanya jangan kebawah terus, lagian muka saya tidak menakutkan kok, dan gak makan orang juga, jadi biasa saja," ujarnya kemudian berbalik dan melangkah memasuki gedung puskesmas tanpa menunggu jawabanku.
"hufff untung aku punya banyak stok kesabaran," Ujarku pada diri sendiri.
Dan untungnya belum 20 menit menunggu akhirnya Ana keluar dari puskesmas dan kami langsung pulang kerumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments