My Love Belongs To You

My Love Belongs To You

I

Medan, 3 April 2002

"Zoya, aku masih mau bertanya lo!" seru Zaza kepada Zoya.

"Dari tadi kayaknya kau sudah mengeluarkan seribu pertanyaan, deh." Zoya memasang wajah cemberut walaupun tidak dapat dilihat oleh Zaza.

"Hehehe. Just one question saja, Zoya," pinta Zaza dengan nada memelas.

"Iya, sudah. Mau bertanya apa lagi," jawab Zoya gemas.

"Kau yakin mau melupakan dia?" tanya Zaza ceplos.

"Hm ... absolutely yes. Aku harus berani bertanggung jawab atas apa yang sudah aku mulai, Za," lirih Zoya dengan sorot mata kosong.

"Ta—tapi."

Zaza yang belum sempat melanjutkan perkataannya, sudah diputuskan secara sepihak panggilan telepon oleh Zoya.

"Hebat betul lah kau Zoya, ya, sesukanya saja memutuskan sepihak, aku jadikan semur jengkol baru tahu rasa kau, Zoy," gerutu Zaza dengan masih menempelkan ponsel bermotif nobita di telinganya.

Zaza mengernyit bingung. "Tapi, ya, dipikir-pikir dia mulainya saja belum, sudah mau tanggung jawab saja tuh, anak."

"Ribet, mendingan makan semur jengkol mamak," kata Zaza malas memikirkan ucapan Zoya sambil melompat dari kasur menuju dapur.

°°°

"Woi, dengarkan dulu ini, ya, aku mau memberitahukan info kepada teman-teman aku tersayang. Jangan bising kali kelen kayak di pajak. Eh, tapi sebelum aku bilang, jangan banyak tanya kayak dora, dengarkan dengan khidmat kalau perlu doa dulu," kata Beka ngelantur, sang Ketua Kelas.

"Banyak kali cakap kau, dari tadi mulut kau saja yang mencuap-cuap kayak ikan Koi," ucap salah satu teman mereka.

"Hahaha."

"Ikan koi mahal, ikan naga aja."

"Ikan naga mana ada, Butet."

"Jangan bawa-bawa ikan, ikan enggak tahu apapun."

"Jangan salah kelen, gini-gini ikan bermanfaat untuk otak-otak kelen yang berkebutuhan."

"Hahaha." Gelak tawa terdengar seisi kelas.

"Maafin kami ikan."

"Jangan salah paham, ya, aku tidak bermaksud menyakitimu ... ikan."

"Duh! Udahlah woi sakit perutku ini ketawa aja," teriak salah satu teman mereka sambil memegang perut.

"Hahaha."

"Udah puas kelen ketawaknya?" teriak sang Ketua Kelas.

Semua diam menatap ketua kelas.

"Nah, kita sebentar lagi akan tamat, kami sebagai perangkat kelas ada rencana untuk merayakan, ini simple enggak mengeluarkan uang banyak, karena aku tahu kelen pada mau melanjutkan ke jenjang pernikahan langsung, butuh uang banyak, salah, ya, maksudnya pada yang mau lanjutin pendidikan. Hahaha."

"Kami berniat untuk buat foto dokumentasi dan bakar-bakar."

"Dengan catatan yang dimaksud disini bukan bakar rumah, tapi bakar ayam, daging, sosis, segala macam yang penting bisa dimakan."

"Biaya per orang seratus ribu, gimana setuju enggak kelen ini?" tanya Ketua Kelas.

"Lah pada diam?"

"Jawab ngapa woi."

"Dah kering ini tenggorokan."

"Tapi kau bilang tadi sama kami semua supaya diam, bacot kali kau, ah," ucap Rere kesal.

"Iya, Peres. Aku kan udah tanya pendapat kelen," jawab ketua kelas sambil menghela nafas panjang.

"Nama aku udah bagus-bagus Rere kau ubah seenak jidat jadi Peres. Dasar Bekacot," ejek Rere.

"Aku setuju, karena kebersamaannya lebih dikenang pas kita sudah enggak bersama lagi," ucap Zoya agar melerai pertengkaran.

"Duh, makin lope-lope deh aku ini sama kau," ujar seorang keceplosan.

"Apa kau cakap tadi?" ucap Zaza mendelik.

"Cie ... ciee ... Zahinka cemburu." Sorak sekelas mengejek Zaza.

"Nah, iya setuju."

"Yok, gas keun."

"Wokeh, tancap kita bakar-bakar."

"Masih lama kali, hahaha."

"Nabung pada dulu woi."

"Boro-boro nabung, uang kas saja nunggang kayak gunung," sungut sang Bendahara melotot keseluruh penjuru kelas.

TRING (Bel Istirahat)

Zaza bangkit dari bangkunya lalu berdiri dan mengajak Zoya untuk pergi ke kantin.

"Zoy, yok. Pergi kantin dulu, udah lapar aku ini," ajak Zaza sambil menarik tangan Zoya.

"Hm, iya," gumam Zoya lalu berjalan keluar dari kelas menuju kantin.

"Eh, woi aku ikut lah," teriak Jein setengah berlari menuju kami.

"Aku juga," kata Rere.

"Yaudah, yok," kata Zaza mengangguk.

"Pesan apa kalian?" tanya Jein.

"Pesan hati kau, boleh enggak sih?" ucap Zaza sambil mengedipkan mata.

"Hah? Gak," sergah Jein Jutek.

"Kamu mah tega sama aku, padahal kan kalau aku boleh pesan hati kamu, nanti hati kamu aku beri sama Emak terus dimasak deh jadi sambal hati, pasti enak tuh," celetuk Zaza menyeringai sambil membayangkan masakan Emak.

Jein melotot tajam kearah Zaza.

"Yaudah sini biar aku pesan yang kayak biasa saja ya," tutur Zaza akhirnya mengalah untuk memesan makanan dengan beranjak pergi ke tukang mie ayam.

Setelah beberapa menit memesan, akhirnya makanan pun telah tiba.

"Nih, makan ayo, jangan lupa bayar, enggak pakai ngutang!" seru Zaza nyelekit.

"O, ya, Zoy kau nanti kuliah mau lanjut ke mana?" tanya Rere untuk menghentikan ocehan Jein dan Zaza.

"Zoy, yuhu."

"Zoyanggg."

"Pekak kau, ya, Zoy."

"Zoya Resa Humaira," teriak Zaza.

"Apasih za? Jangan teriak-teriak lah, mengganggu orang tahu." Zoya mencebik kesal karena terkejut akan teriakan Zaza.

"Lah, orang kau yang ngelamun dari tadi," bela Zaza tak terima disalahkan.

"Hehehe. Ada apa?" ucap Zoya mengangkat tangan berbentuk V.

"Kata Rere kau kuliah mau lanjut ke mana?" tanya Jein mengulang perkataan Rere.

"Em, dimana, ya?" Pikir Zoya sambil mengetuk-ngetukan dagunya sambil melihat Jein.

"Malah tanya balik."

"Belum tau sih, jawaban dari yang kalian pertanyakan masih belum sampai di otak aku," jawab Zoya sambil menyengir kuda.

"Yaudah, nanti aku sama kau, ya, Zoy." Zaza menatap antusias Zoya.

"Kau, ya, Za ikut-ikutan saja sama si, Zoy," sindir Rere.

"Kami mah berdua bestfriend, ya, enggak, Zoy?" Senggol Zaza ke Zoya.

"Whatever," tukas Zoya datar.

Zaza mendelik melihat Zoya saat mendengar jawaban dari Zoya.

Setelah selesai makan, mereka semua menuju kelas.

"Zoya, aku mau ngomong sesuatu." Cegah Jein saat Zoya hendak masuk ke kelas.

"Itu kau lagi ngomong," jawab Zoya dengan tersenyum manis.

"Eh, maksud aku ada yang mau aku bicarakan sama kau."

"Duh, kok aku yang deg-degan, ya, mau bicarakan apa Jein?" tanya Zoya penasaran.

"Aku ..." Saat Jein hendak mengatakan sesuatu tetapi terhenti karena bel masuk berbunyi.

"Yah ... udah bel masuk, nanti saja, ya," jawab Zoya sambil masuk ke kelas.

Jein hanya mengangguk.

"Lamaan kau sih, Jein." Jawab Jein dalam hati.

°°°

"Assalamualaikum, I'm home," ucap Zoya masuk kerumah.

"Wa'alaikumsalam, Kak," jawab adik Zoya.

"Bunda di mana, Dek?" tanya Zoya sambil duduk di sofa dekat ruang keluarga.

"Bunda lagi membuat kue brownies, Kak."

"Oh."

Zoya pergi ke kamar dan bergegas untuk mandi agar bersiap-siap pergi ke tempat kursus.

"Zoya makan dulu," teriak sang bunda, Reina.

"Iya, Bunda," teriak Zoya dari dalam kamar.

"Ini nanti dimakan browniesnya, berikan juga sama Za," ucap Reina ketika melihat Zoya melangkah ke meja makan.

"Iya, Bun," jawab Zoya sambil mengunyah makanan.

"Kalau makan jangan sambil bicara," terang Reina.

"Tapi-"

"Udah-udah cepat, nanti kamu telat, Kak."

"Serba salah aku," ucap Zoya dalam hati.

"Zoy berangkat dulu ya, Assalamualaikum." Zoya mengambil tangan dan menyalim Reina.

Zoya berangkat menggunakan sepeda motor pemberian sang Ayah.

°°°

"Siang, Kak," sapa Zoya kepada tentor dengan tersenyum manis.

"Siang, Zoy."

Zoya masuk ke kelas.

"Assalamualaikum."

Zoya memegang knop pintu lalu membuka perlahan pintu kelas.

"Waalaikumsalam," jawab seorang cowok dari dalam.

Zoya duduk di kursi yang biasa ia tempati.

"Duh, ini jantung kayak dikejar angsa waktu itu," ucap Zoya dalam hati.

"Manalah yang lain, lama kali, apa keluar aja dulu ya, nunggu di luar." Zoya bermonolog sendiri didalam hati.

"Iya, deh keluar saja dulu."

"Dari pada ada setan mengganggu niat awal, jadinya runtuh benteng pertahanan yang sudah aku bangun ribuan tahun," kata Zoya berbicara dalam hati.

Zoya bangkit dari tempat duduk lalu keluar dari kelas dengan cekikikan sendiri atas percakapan di kepalanya.

"Nah, berduaan kelen, ya," pungkas Zaza dari belakang.

"Shut up."

Zaza mengernyit bingung atas perkataan Zoya. "Apa artinya?"

"Za jelek."

"Aku kan cantik sih, Zoy!" seru Zaza.

"Namanya juga cewek pasti cantik dong," ejek Zoya memeletkan lidah.

"Susah ngomong sama kau." Kesal Zaza menepuk lengan Zoya.

"Enggak usah ngomong."

"Zoy, serius ini."

"Hm."

"Apasih Za, serius apaan?" jawab Zoya sambil melihat-lihat papan pemberitahuan.

"Kau pasti deg-degan, ya, kalau dekat sama dia?" tanya Zaza.

"Ya, iyalah kau pun." Zoya memutar bola mata malas.

"Yaudah jangan ngegas juga, bilang ke dia kalau kau suka sama dia."

"Enggak segampang itu Za, ada hal yang membuat aku enggak bisa bilang ke dia."

"Apa emangnya?"

"Hati." Sambil duduk di sofa kursusnya.

"Hati? Tapi hati kau kan udah tahu kalau kau ada rasa sama dia. O, ya, ngerti, hati si dia, ya?" tebak Zaza menatap mata Zoya.

"Iya za, aku belum siap kalau aku bilang ke dia nantinya dia makin biasa aja ke aku, makin enggak pernah ngomong, tegur ataupun lihat aku, that's a point," ucap Zoya murung.

"Emang kelen enggak pernah ngomong?" tanya Zaza.

"Pernah sih pernah, tapi you know what I mean exactly," ucap Zaza cepat.

"Zoy, kok kau enggak masuk?" sapa Cece teman sekelas kursus Zoya yang hendak masuk ke kelas.

"Eh, ya, Ce. Duluan aja."

"Oke."

"Aku ke kelas dulu, Za," ucap Zoya meninggalkan Zaza yang masih termenung.

Zaza hanya mengangguk.

"Terbuat dari apa sih itu hati? Sanggup dia menyimpan sendiri perasaannya," tutur Zaza dengan raut sedih.

°°°

"Siang semuanya," sapa pengajar bimbel sambil memulai pembelajaran.

"Kalian harus selalu semangat, ya, jangan pernah menyerah, karena dunia enggak semudah yang kita kira."

"Iya, Kak."

"Iya."

"Siap, Kak."

"Yaudah, coba kalian kerjakan soal ini, ya," ujarnya memberikan arahan.

"Iya, Kak," ucap murid yang berada di kelas.

"Zoya, ini gimana, ya?" tanya Lisa dari belakang.

"Yang ini menurutku kalimatnya itu Present Continuous Tense, kita masukin aja rumusnya. Jadi, jawabannya adalah B," terang Zoya sambil menghadap ke belakang.

"Duh, padahal enggak lagi melihat dia tapi kok rasanya lagi diliatin," ucap Zoya dalam hati.

"Zoy, rumusnya itu S + is,am,are + V - ing + adverb of time kan?" tanya seorang cowok yang berada di sudut.

Zoy kesentak karena melamun. "Eh, iya itu rumusnya," jawab Zoya gelagapan sambil melihat matanya sekilas lalu berpaling.

"Oke, makasih, ya."

Zoya cepat-cepat kembali menghadap ke depan.

"Iya," dengan perasaan yang campur aduk.

Terpopuler

Comments

Lidia Tikla

Lidia Tikla

hai author, salam

2021-04-22

0

Risfa

Risfa

assalamualaikum,
Risfa hadir ka Queen B 🤗

2020-10-07

0

Radin Zakiyah Musbich

Radin Zakiyah Musbich

suka kak ❤️❤️❤️

jgn lupa mampir jg ke novelku dg judul:
"AMBIVALENSI LOVE"

kisah cinta beda agama,

ku tunggu like and coment nya ya 🐳🐳🐳

2020-10-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!