Medan, 6 April 2002
"Za, tolong ambil susu kotak, ya!" seru Zoya dengan nada memerintah tanpa melihat Zaza karena fokus ke televisi sambil memakan brownies.
"Buset, dah, padahal ini rumah aku lah, kenapa enak kali kau menyuruh anak yang punya rumah," teriak Zaza dengan melempar bantal ke arah Zoya.
"Za, ya, Allah, ini makanan, loh." Zoya marah karena brownies yang sedang dimakannya terjatuh.
"Enggak urusan aku, belum 5 menit. Dimakan lagi saja," ketus Zaza sambil keluar mengambil susu. Walaupun Zaza marah karena disuruh, Zaza selalu tetap menuruti permintaan Zoya.
°°°
"Nih, susunya." Zaza menyodorkan susu yang diambil di kulkas.
"Makasih, ya," ucap Zaza berterima kasih dengan tersenyum manis.
"Biasa saja kali," jawab Zaza nyinyir.
"Dih! Kenapa kau?" tanya Zoya menantang.
"Tanya saja sama televisi, tuh," jawab Zaza acuh.
"Aneh kau Za."
"Emang. Kenapa?" jawab Zaza ngotot.
"Loh, kau kok nyebelin, sih," ketus Zoya.
"Suka aku, lah," ucap Zaza tak mau kalah.
"Mau ngajak baku hantam kau, ya?" tanya Zoya sok.
"O, jadi gini kau mau ngajak berantam. Ayolah, aku enggak takut sama kau, Zoy," tantang Zaza sambil memelet lidah.
Zaza spontan mengambil bantal guling dan menyerang ke Zoya yang membuat oleng dan terjatuh ke samping. Singkatnya terjadi aksi perang bantal dan berakhir dengan ketawa.
"Hahaha."
"Gila-gila." Zoya memilin tangan Zaza.
"Zoy, ampun, tega kau woi," rintih Zaza karena mencoba melepaskan dari tangan Zoya.
"Berhenti, Zoya," jerit Zaza kuat di telinga Zoya karena enggak kuat di gelitikan oleh Zoya.
"Hebat deh kau." Akhirnya Zoya juga melepaskan, setelah mendengar pujian dari Zaza.
"Nah, gitu dong," kata Zoya bangga akan kekuataannya.
"Tenaga badak di tahun 900-an," ucap Za ngos-ngosan karena sesak habis pertikaian mereka.
Setelah pertarungan yang gesit. Mereka meminum sepuluh susu kotak sampai tandas. Satu hal yang mereka saling sangat suka yaitu susu kotak varian rasa cokelat dan vanili, kalau dikasih lima puluh kotak, mungkin juga habis tandas tak tersisa.
°°°
"Za," panggil Zoya. Mereka berbaring di atas tempat tidur Zaza berukuran sedang.
"Hm."
"Kau sama Ditto gimana?" tanya Zoya pelan.
"Za?" panggil Zoya lagi.
"Za?" desak Zoya sambil menggoyangkan kuat-kuat tubuh Zaza.
Karena kesal dan tak dihiraukan oleh Zaza, Zoya juga menyusul ke alam mimpi.
°°°
Sore telah tiba, Zoya bangkit dan membangunkan Zaza untuk salat asar. Mereka selalu berusaha untuk tidak meninggalkan kewajiban mereka yaitu salat lima waktu.
"Bangun! Tidur saja." Zoya mencubit paha Zaza.
"Sakit, Zoya. Ya, ini sudah bangun."
"Ayo, salat."
"Hm, ya, ya, Zoya." Sambil bangkit dengan mata masih tertutup.
Zoya bangkit lalu menuju kamar mandi untuk mengambil wudu yang di belakang juga terdapat Zaza yang sedang mengikuti Zoya.
°°°
"Zoya, hari ini menginapkan? Besok kan libur, hari Minggu," tanya Zaza sambil merapikan sajadah.
"Ya, aku akan nginap, tapi aku belum mengabari orang rumah."
"Sudah, tenang saja. Aku sudah memberitahu Burei," ucap Zaza sambil menunjukan isi pesan Zoya dengan Reina.
°°°
Malam telah tiba, keluarga Zaza sedang makan malam bersama.
"Nak, Zoy makan yang banyak, ya," ucap Sen.
"Eh, ya, Om. Jangan disuruh pun Zoy sudah langsung nambah, nih." Sambil mengambil lauk.
"Ya, pasti, Pa. Zoy selera makannya gila," ejek Zaza sambil mengacungkan jempol.
"Makan! Kalau diteruskan berbicaranya semakin menjadi nanti. Jadi, lempar-lemparan piring," kekeh Sari.
"Hehehe," kekeh Zoya dan Zaza sambil cengengesan.
"Zoy, kamu tahu enggak, Nak? Za ada pacarnya enggak? tanya Sen.
Seketika Zoya tersedak.
UHUK UHUK UHUK
"Minum, nih." Zaza menyodorkan segelas air putih dan menepuk-nepuk punggung Zoya.
Setelah makan malam selesai, mereka tidak langsung meninggalkan meja makan, melainkan sedikit bercerita.
"Gimana Zoy?" tanya Sen kembali.
"Om, mau Zoy bohong atau jujur?"
Zoya malah bertanya bukan menjawab, sedangkan yang bersangkutan dengan pertanyaannya santai saja tanpa takut sama sekali.
Sen terkekeh, "Jujur lebih baik."
"Hayo, Za," sela Sari menakuti Zaza.
"Kalau jujur, sebaiknya om tanya langsung ke Za karena Za udah memberikan amanah tentang ini sama Zoy dan kalau m memilih bohong, ya, Zoy tinggal bilang enggak tahu. Hahaha."
"Sama saja, Zoy, secara enggak langsung kau itu bilang kalau aku emang sudah punya pacar," ucap Zaza gemas memukul lengan Zoya.
"Betul begitu, Za?" sela Sari bertanya.
"Betul ... betul ... betul." Dengan memperagakan ucapan seperti Upin dan Ipin.
"Kok kau biasa saja, ya?" tanya Zoya heran.
"Makanya, kau cari pacar," ejek Zaza memelet lidah.
"Kok jadi bawa-bawa aku, sih? Apa hubungannya?" kata Zoya jengah sambil memanyunkan bibir berwarna merah muda.
"Jadi, aku bisa jadikan ini untuk sebuah senjata pamungkas sama kau untuk hal tertentu karena aku tahu orang tua kamu Zoya enggak kasih izin kamu untuk pacaran?" papar Zaza panjang lebar.
"Enggak boleh begitu, loh, enggak baik," dengus Zoya.
"Emang urusan aku?" ucap Zaza menantang.
Mereka berdebat seolah tidak ada yang melihat dan mendengar.
"Oh, jadi anak Papa sudah punya pacar, ya?" tanya Sen menyela dengan menyelidik Zaza.
"Sudah besar dia, om."
"Umur 18 tahun."
"Wes, nikahkan saja om langsung."
"Acara 7 hari 7 malam," lanjut Zoya beruntun tanpa melihat ekspresi Zaza yang sangat kesal.
"Tiap malam adakan doa bersama."
"Woi! Gila kau, ya. Kau kira aku sudah mati," sembur Zaza dengan mencubit tangan Zoya.
"Sakit, loh! Kau ini, lah."
"Muncong kau itu."
"Hahaha."
"Enggak lucu, ya, Zoya Resa Humaira."
"Mak, emang lucu?" tanya Zoya ke Sari.
Sari menggeleng membelas Zoya. "Enggak, tuh." Dengan nada mengejek.
"Za, kamu enggak takut terkena amukan, Papa?" kata Sari melirik Sen.
Zaza mendadak diam melihat tatapan horor Sen kepada Zaza.
"Umur Za berapa?"
"18 Pa."
"Siapa nama pacarnya?"
"Ditto."
"Kenal dimana?"
"Sekolah."
"Nanti kamu suruh Ditto untuk menjumpai Papa, ya," ucap Sen menepuk-nepuk kepala Zaza.
"Sudah kalian ke kamar sana!" titah Sen bangkit dan berlalu dari meja makan.
"Mak, itu Papa enggak apa-apa kan?" tanya Zaza waswas.
"Tenang saja, palingan besok Papa suruh si Detok putusin Za."
"Ditto, Mak. Ditto bukan Detok."
"Itulah siapapun namanya kalau mamak berpesan, imbangi dengan ilmu agama, Za. Mamak percaya sama kamu, Za." Nasihat Sari sambil beranjak membersihkan meja makan.
"Oke. Sekian untuk makan malamnya. Jadi, inti dari makan malam hari ini adalah kalau mau pacaran imbangi dengan ilmu agama karena agar tidak tersesat. Hehehe," ucap Zoya sambil berdiri dengan memegang sendok sebagai mikrofon.
"Ada saja kau, ya, Zoy. Jaga selalu persahabatan kalian, ya." Nasihat Sari yang membuat Zoya dan Zaza mengangguk bersamaan.
"Siap, Bos," jawab Zoya dan Zaza sambil menuju ke kamar.
°°°
"Zoy, aku mau bilang ini. Apa kau ada alasan lain mengenai kau enggak mau bilang ke dia tentang perasaan kau?" tanya Zaza sambil bermain game di ponsel.
Zoya yang asik dengan gambarannya pun menoleh. Zoya suka sekali menggambar apapun, itu adalah hobinya sejak dari kecil.
"Itu pertanyaan bukan pernyataan,"
ucap Zoya yang membuat Za kesal karena hanya salah ucap.
"Sejujurnya, sih, enggak," lanjut Zoya.
"Emang kenapa?" tanya Zaza yang penasaran akan permasalahan Zoya.
"Jangan kepo jadi orang."
Zaza membelalak matanya mendengar ucapan Zoya. "Dih, bukan kepo hanya bertanya. Tolong dibedakan."
"Dulu nih, zaman SMP, nah itu kan aku suka sama seseorang pastinya laki-laki. Cinta monyet kali, ya. Eh, tetapi asal mula cinta monyet gimana, sih?"
"Enggak perlu alihkan pembicaraan."
"Hehehe. Sabar, loh."
"Panjang Za ceritanya. Singkatnya itu, orang yang aku suka akhirnya tahu kalau aku suka sama dia dan bertepatan kami satu kelompok dan dia betul-betul berubah. Nih, dia kasih materi itu malahan ke teman sebangku aku yang bukan satu kelompok dengannya padahal dia sudah tahu aku ada disebelahnya. Ya, dari situ aku tahu dan aku minta maaf dan bilang ke dia bahwa aku enggak suka sama dia," jelas Zoya mengingat masa lalu dengan tersenyum miris.
"Eh, eh, tunggu. Kau minta maaf? Kok minta maaf, sih?"
"O, iya ketinggalan. Itu dulu salah satu teman aku enggak sengaja beritahukan ke dia tentang perasaan aku ke dia. Jadi gitu, aku minta maaf dan akhirnya dia kembali seperti biasanya," kekeh Zoya mengingat masa itu.
"Dan setelah aku minta maaf, keesokan harinya dia berlagak kayak kita teman kan," ucap Zoya menghela nafas.
"Aku tahu, sih, Za. Lihat, deh, aku bukan seperti yang lain, mungkin terlalu banyak hal yang enggak disukainya dari aku tapi, aku, ya, aku. Ini diriku. Aku hanya sedihnya, emang salah, ya, kalau kita suka sama orang dan tanpa sengaja ataupun sengaja dia tahu perasaan kita?" ucap Zoya dengan berlinangan air mata mengingatnya.
"Sudah, Zoy. Enggak perlu dilanjutkan," ucap Zaza menyela sambil menepuk-nepuk pundak Zoya.
"Tentu, itu saja yang mau aku bilang. Hahaha."
Seketika Zoya tertawa lepas. Zaza tahu sangat sifat Zoya yang tak ingin membuat sedih orang disekitarnya. Makanya dia punya cara tersendiri dalam menutupinya.
"Gini, deh, Zoya. Perasaan itu, sih, menurutku lucu. Kita bisa saja suka sama seseorang ketika kita emang usdah saling kenal, ada juga ketika kita enggak sengaja lihat. Ada juga, nih, dari yang musuhan tetapi perasaan enggak pernah salah, Zoy. Jadi, enggak perlu sedih atau pun dipikirkan lagi dan jangan mengambil kesimpulan kalau kau ketika suka seseorang dikaitkan dengan hal begini karena kan setiap orang pasti berbeda tetapi pastinya harus waspada, sih. Hahaha. Semangat dong Zoya yang manis," ucap Zaza menoel-noel pipi Zoya yang berisi.
"Dan kau Zoy pasti dapat seseorang yang akan selalu sayang sama kau. Kau itu hebat, Zoy," ujar Zaza menangis memeluk Zoya.
"Siap! Pakar cinta. Hahaha," kata Zoya dengan tersendat-sendat karena habis menangis.
"Cinta yang tulus akan bersama dengan orang yang tulus," terang mereka berdua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Boru Tanjung
like kak
2020-10-04
0
Galuh
hadir kembali
2020-10-03
0
Baranzha_Putri
semangat kak aku udah like jangan lupa mampir dikaryaku 😉
2020-09-29
0