Jodoh Tak Pernah Salah
Dengan kemeja hitam berlengan panjang, sosok tampan bertubuh tinggi berdiri di depan kaca.
Matanya yang cokelat menatap dingin saat tangan besar berbulunya mengatur rambut hitamnya secara acak.
Kaki panjang berbulunya terbalut jins biru yang sangat pas. Kulitnya yang cokelat matang akibat paparan matahari terlihat saat jemari pria bernama lengkap Niko Lais itu membuka kancing kemejanya.
Drtt... Drtt...
Getaran ponsel mengalihkan Niko. Dilihatnya benda pipih itu bergetar dan nama Handoko Lais sebagai pemanggil.
Tanpa menunggu Niko segera menekan radial. "Halo, Pa?"
"Niko, minggu depan papa akan pulang. Papa harap kamu akan mempertemukan papa dengan calon menantu yang baik."
Niko berdecak. "Aku belum ingin menikah, aku masih ingin bersenang-senang."
"Papa tidak mau tahu, pokoknya begitu papa tiba kau harus menunjukkan wanitamu pada papa."
Tut! Tut!
Dengan kesal Niko menatap ponselnya. "Memangnya kamu siapa, seenaknya saja memerintahku?"
Tak mau memikirkan hal itu, Niko segera berbalik dan keluar dari kamar.
"Brian!" teriak Niko saat ia hendak keluar.
Sosok lelaki tua pun muncul. "Iya, Tuan?"
"Aku ingin menyetir sendiri. Kau di rumah saja. Kalau papa telepon dan menanyakanku bilang saja aku tidak ada."
"Baik, Tuan."
Tanpa berlama-lama Niko segera menuju garasi mobil. Dengan wajah selalu datar ia menyalahkan mesin mobil kemudian meninggalkan halaman.
Dalam perjalanan tiba-tiba ponsel Niko bergetar. Niko memelankan laju mobil kemudian menoleh ke arah indikator, di mana ponselnya di letakkan.
"Wina?" Niko segera menyapa, "Ada apa?" tanya Niko begitu panggilannya terhubung. Wajahnya datar dan tatapannya pun garang.
"Nanti malam aku mau nonton. Kamu mau kan nonton bersamaku?"
"Aku ada acara bersama teman-teman. Kau ajak orang lain saja."
"Kamu egois Niko, kamu hanya mementingkan temanmu daripada aku."
Niko menyeringai. "Memangnya kamu siapa, hah?"
"Siapa?! Aku ini pacar kamu, Niko."
"Apa kita pernah jadian? Apa aku pernah menyatakan cinta padamu?"
"Kita sudah tidur bersama, Niko."
"Aku bukan pria satu-satunya yang pernah tidur denganmu, Wina."
Sosok di balik telepon terdiam.
"Kau bukan pacarku, aku juga bukan pacarmu. Paham?"
"Iya, tapi___"
Tut! Tut!
Niko memutuskan panggilan dengan kasar. "Dasar perempuan. Dia pikir aku ini pria bodoh yang mau dijebak, hah?!"
Brak!
Niko melemparkan ponsel itu hingga mengenai dinding pintu mobil. Saking malasnya Niko melempar asal benda itu ke samping dan jatuh ke bawah.
Ia terkejut. "Brengsek, ini gara-gara Wina."
Melihat jalanan sepi membuat Niko nekat tanpa memperlambat Iaju mobil. Ia mengulurkan tangan sebelah, menunduk untuk mencari ponselnya.
Jalur yang ia lewat merupakan perkebunan sepi yang kurang dilewati kendaraan lain. Hal itu menyebabkan Niko berani menyetir tanpa melihat ke depan.
Setelah berhasil menemukan ponsel itu Niko kembali ke posisinya. Baru hendak menegakkan badan, Niko terkejut melihat beberapa hewan yang menyebrang jalan secara tiba-tiba.
Klakson panjang pun terdengar.
Niko mengutuk hewan-hewan itu dengan kata-kata sarkas yang sering dilontarkannya.
Merasa jalan itu selalu sepi, Niko menoleh ke belakang tanpa melihat ke depan. Ia masih penasaran melihat banyak kera yang menyeberang jalan untuk pertama kalinya.
"Mungkin mereka lapar," kata Niko kemudian menghadap ke depan. Ia terkejut melihat tikungan yang sudah di depannya.
"Aaaakh!"
Karena mobilnya begitu cepat Niko segera membanting setir mobil dan menghantam sebuah pohon.
Brak!
***
Dengan balutan pakaian dinas yang sering dikenakannya setiap hari, sosok wanita berwajah lembut mengemudikan mobil sedannya dengan kecepatan rendah.
Rambut cokelatnya disanggul rapi. Lekuk tubuh yang indah sangat terlihat meskipun ia sedang duduk. Kulit putih mulusnya begitu kontras dengan interior mobil yang gelap.
Saat ini wanita bernama lengkap Wulan Tanujaya itu dalam perjalanan menuju kantor. Karena jalur yang ia lewati adalah jalur yang sepi, Wulan melajukan mobil sambil menyanyikan lagu yang diputarnya melalui audio bluetooth.
(Panggilan masuk)
Dering ponsel menggantikan musik yang baru saja dinyanyikannya. Wulan menoleh, meraih ponsel, melihat siapa yang menghubunginya.
Melihat nama si pemanggil adalah adiknnya, Wulan segera menekan radial dan mendengar suara sang adik melalui sambungan perangkat.
"Halo, Ka?"
"Ada apa, Lan?" sambil mengemudi dan fokus di jalan Wulan menyapa adiknya.
"Malam ini Kakak mau ke mana?"
"Tidak. Kenapa?"
"Aku ingin mengajak Kakak nonton. Kalau Kakak mau, aku akan segera membeli tiketnya lewat aplikasi."
"Terserah kamu saja, Lan. Aku ikuti saja."
"Terima kasih, Kakakku sayang. Aku tutup dulu, ya. Sampai nanti."
Sambil tersenyum Wulan membiarkan panggilannya terputus. Musik yang tadi terhenti sekarang terdengar kembali.
Wulan hendak bernyanyi, tapi nyanyian itu terhenti saat matanya melihat mobil hitam yang bagian depannya hancur dan berasap. Wulan pun segera memelankan volume bersama laju mobilnya.
Sambil mengerakan mobil sedan hitamnya Wulan membuka jendela dan melihat ke arah kecelakaan.
"Ya ampun, masih pagi begini sudah terjadi kecelakaan. Mungkin supirnya mabuk."
Saat melewati mobil itu mata Wulan melihat siluet di bangku kemudi. Penasaran dengan hal itu, Wulan menghentikan mobilnya kemudian memperhatikannya dengan jelas.
"Astaga! Pengemudinya masih ada di dalam."
Wulan panik dan ingin minta tolong, tapi jalanan sangat sepi. Ia ingin turun dan memeriksa kondisi sang pengemudi, tapi rasa takut tiba-tiba menyerangnya. Asap yang keluar dari depan mobil membuatnya takut.
"Bagaimana ini? Apa pengemudinya sudah mati atau masih hidup, ya?"
Rasa bersalah pun menyerang Wulan saat membayangkan pengemudi itu mati tanpa pertolongannya.
Tanpa rasa takut lagi Wulan memberanikan diri untuk keluar dari mobil. Ia berlari ke arah mobil itu kemudian memeriksa kondisi sang supir.
"Ya, Tuhan."
Wulan terkejut melihat wajah sang pengemudi berlumuran darah. Saking terkejutnya Wulan tidak memeriksa, apakah sang supir masih hidup atau tidak. Spontan ia segera meraih ponsel untuk menghubungi polisi.
"To-long, tolong aku."
Di waktu bersamaan panggilan Wulan segera direspon. Senang melihat sang pengemudi masih hidup, dengan antusias ia memberitahukan lokasi kejadian kepada sosok di balik telepon.
"Sebaiknya cepat, pengemudinya banyak mengeluarkan darah."
"Baik, kami akan segera ke sana."
Setelah panggilan terputus perhatian Wulan teralih kepada si pengemudi pria.
"Polisi akan segera datang. Bertahanlah."
Tangan pengemudi itu terangkat. Tangan besar, berbulu dan berlumuran darah itu hendak menyentuh Wulan.
"Tolong, tolong aku."
Wulan dengan cepat menangkap tangan itu. "Aku ada di sini, aku akan menolongmu. Aku tidak akan meninggalkanmu. Ayo, aku akan membantumu keluar."
Tanpa peduli risiko yang terjadi, Wulan membantu pria itu keluar dari mobil. Asap yang semakin banyak membuat Wulan tak peduli meski baju dinasnya terkena darah.
"Bertahanlah."
Tepat di saat itu mobil polisi dan ambulance muncul. Wulan lemas sekaligus senang.
"Syukurlah mereka datang. Kamu akan selamat."
Beberapa polisi dan petugas medis pun langsung membantu Wulan.
Wulan pun dengan pasrah menyerahkan tugas itu kepada mereka.
Dilihatnya petugas medis meletakkan tubuh pria itu di atas brankar.
Meski tak mengenalnya, Wulan meneteskan air mata saat melihat tubuh pria itu terbujur kaku di atas brankar. Rasa sedih, kasihan dan sayang bercampur menjadi satu.
'Selamatkan dia, Tuhan.'
"Permisi, Nona."
Suara petugas polisi mengejutkan Wulan. Sambil menghapus air mata ia menatap mereka.
"Ya, Pak?"
"Anda harus ikut kami untuk memberikan keterangan."
"Baik, Pak. Tapi bisakah aku ikut ke rumah sakit bersama mereka?"
"Anda mengenalnya?"
"Tidak. Aku ingin melihat kondisinya?"
"Baiklah, ayo."
Bersambung_____
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments