Brian membantunya kembali ke ranjang.
"Saya telah menyuruh orang untuk mencari ciri-ciri seperti wanita itu, Tuan. Tapi mereka tidak menemukannya. Namun, saat jam makan siang saya melewati kawasan Kitten Group, saya melihat ada wanita yang berseragam yang sama berjalan di troator depan pertokoan. Saya berhenti dan bertanya padanya."
"Waktu menolongku dia memakai seragam bank kalau tidak salah. Kau menemukannya, Brian? Apa katanya? Dia mau menemuiku, kan, Brian?" tanya Niko tak sabar.
"Aku tidak bertemu wanita itu, Tuan. Kata mereka dia sudah pulang."
Ekspresi Niko sedikit kecewa. "Besok pagi kau ke sana lagi dan temui dia. Bilang padanya aku ingin bertemu dengannya."
"Baik, Tuan."
***
"Kecelakaanku gara-gara wanita sialan dan kera-kera brengsek itu. Untung Wulan datang tepat waktu, kalau tidak____"
(Panggilan masuk)
Ucapan Niko terhenti saat dering ponselnya berbunyi.
Pelayan wanita yang ditugaskan untuk memegang ponselnya langsung memberikan benda itu.
"Siapa?" tanya Niko.
Ragu-ragu wanita itu menjawab, "Di sini tertulis ... Handoko Lais, Tuan."
Dengan eskpresi malas Niko meraih ponsel. "Itu papa."
Si pelayan wanita dan Brian terkejut. Mereka terheran-heran Niko menyimpan kontak papanya dengan nama yang lengkap.
Dengan malas Niko menjawab, "Hmmm?"
"Bagaimana keadaanmu, Niko? Papa dengar dari Brian kemarin kamu kecelakaan."
"Apa peduli Papa, bukankah Papa tidak pernah peduli padaku?"
"Jangan berkata begitu, Niko. Papa sangat mengkhawatirkanmu, hanya kamu satu-satunya milik papa. Bagaimana keadaanmu sekarang?"
"Brian sudah mengatakannya, bukan?"
"Niko, papa tahu kamu marah. Itu sebabnya papa ingin pulang dan menjelaskan semuanya padamu."
"Tidak perlu. Aku juga belum punya wanita untuk kuperlihatkan kepada Papa."
"Kita akan membahas itu nanti, papa ingin menjelaskan sesuatu yang lebih penting padamu. Besok atau lusa pasti papa sudah di sana."
Tak membalas perkataan sang ayah, Niko memutuskan panggilan sepihak. Ia kemudian memberikan ponselnya kembali kepada pelayan itu.
(Panggilan masuk)
Pelayan wanita yang bernama Magdalena itu melirik Brian. Ia sedikit takut saat mengatakan bahwa orang yang sama kembali menghubungi.
"Tuan besar kembali menelepon.""
"Abaikan saja."
Di sisi lain.
Suasana di ruang makan keluarga Tanujaya begitu hangat, sama seperti cerahnya pagi ini.
Di kepala meja ada sosok lelaki berwajah cukup tampan sedang menikmati sarapannya.
Di samping kanannya ada wanita matang berwajah lembut sedang tersenyum menatap dua wanita muda di depannya.
"Wulan, kalau kamu perlu apa-apa langsung kabari mama, ya?"
"Iya, Ma."
"Seandainya sudah bisa cuti, aku ingin sekali liburan bersama kakak."
"Apa perlu papa menelepon bosmu untuk meminta ijin?"
Wanita yang sering di sapa Lan itu terkejut. "Jangan, Pa. Itu tidak perlu, rencana akhir tahun ini aku ingin minta izin ke luar negeri berapa hari. Jadi, berapa bulan ini aku ingin absenku bersih, agar cutiku bisa keluar."
Semua orang tersenyum.
Wulan menyudahi sarapannya. "Aku sudah selesai. Aku harus ke bandara sekarang, aku tidak mau ketinggalan pesawat."
"Papa akan mengantarmu."
"Mama boleh ikut, tidak?" tanya wanita yang bernama Angelina.
Lan tak mau kalah. "Aku juga, jam kerjaku belum mulai. Aku masih punya waktu satu jam sebelum terlambat."
Wulan senang keluarganya yang sekarang begitu perhatian dan sayang padanya. Walaupun lelaki dan adiknya bukanlah keluarga sedarah, ia bangga memiliki ayah sambung yang baik hati, serta adik tiri yang tak pernah iri kepadanya.
Meskipun sedikit jengkel karena memiliki nama sama dengan sang adik, Wulan sangat sayang padanya dan sudah menganggap dia seperti adik sendiri.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul satu siang. Niko yang sejak tadi menunggu, tampak gelisah dan gerah meski suhu dalam ruangan begitu dingin. Ia bahkan menunda makan siangnya dan menunggu sampai Brian datang.
Tok! Tok!
Bunyi ketukan pintu membuatnya kaget. Dengan cepat ia berseru dan sosok tinggi di balik pintu masuk ke dalam.
Senyum Niko melebar. "Bagaimana, Brian? Apa kau berhasil bertemu dengannya?"
Ekspresi Brian menyedihkan. Tahu majikannya akan mengamuk, Brian langsung mengatakan inti dari informasi yang ia dapatkan.
"Kata orang bank nona Wulan hari ini cuti, Tuan. Aku juga mendatangi rumahnya, tapi kata mereka nona Wulan pagi tadi sudah berangkat ke luar kota."
"Berapa lama?"
"Satu minggu."
Niko lemas. "Aku tidak bisa memperkenalkan dia kepada papa. Kuharap setelah papa tiba dia juga akan segera kembali."
***
Setelah berapa hari dirawat di rumah sakit, hari ini Niko bisa pulang dan menghirup udara segar.
"Akhirnya aku terbebas dari bau obat-obatan."
Saat ini Niko berada di taman belakang bersama dua orang yang sudah mengurusnya sejak usia sepuluh tahun.
Di rumah besar yang bertema alam itu Niko hanya tinggal bersama Brian dan Magdalena.
"Tuan, saya ingin menyiapkan makan siang. Apa ada menu khusus yang ingin Anda makan siang ini?"
"Tidak ada. Terima kasih, Magdalena."
"Baik, Tuan. Saya permisi dulu."
"Brian, apa kau sudah menemukan semua informasi yang kuminta?"
"Sudah, Tuan. Tunggu sebentar."
Niko membiarkan lelaki itu pergi. Sambil duduk sendiri ia kembali memikirkan kejadian saat pertama kali dirinya bertemu Wulan.
'Cantik, lembut, baik hati. Kau wanita pemberani yang pertama kali kutemui, Wulan. Kau bahkan tidak meminta ganti rugi uang yang kau pakai untuk biaya rumah sakitku. Wanita seperti itu lah yang kucari selama ini.'
Brian muncul sambil membawa beberapa lembar kertas putih.
"Ini, Tuan."
Mata Niko yang cokelat menatap sederet huruf yang ada di lembaran itu.
"Wulandari Tanujaya. Usia dua puluh delapan tahun. Tanggal lahir lima belas Juni. Status Account Officer di Bank Central Asia. Hobi nonton, membaca dan makan," Niko tersenyum, "Anak tertua dari dua bersaudara. Ayahnya pemilik Bebbi Residence se kota Jakarta dan Surabaya," Niko menatap Brian, "Dia putri pemilik perumahan elit itu?"
"Benar, Tuan."
Mata Niko kembali menatap lembaran itu. "Kau dapat semua informasi ini dari mana, Brian?"
"Teman kantornya, Tuan. Namanya Fanny."
Tatapan Niko garang. "Apa dia lelaki?"
"Dia wanita, Tuan."
Niko senang kemudian membaca lagi lembaran ke dua. "Menu favorit ayam bakar, sate sapi dan ayam kare, es teh, kopi, susu, mie instan, cotto dan bakso. Selera makanannya sederhana. Aku semakin menyukainya, Brian."
Brian menahan tawa.
"Hal yang tidak disukai adalah menunggu, jalan-jalan, belanja dan keramaian. Suka hal-hal berbau alam dan tidak suka dibohongi," alis Niko berkerut, "Apa maksudnya tidak suka dibohongi, Brian?"
"Kata temannya, nona Wulan pernah kecewa. Jika Anda ingin mendekatinya sebaiknya jangan main-main, nona Wulan ingin menerima pria kalau pria itu serius menjalin hubungan."
"Apa maksudnya berkata begitu?"
"Wanita itu menanyakan tujuan saya mencari informasi nona Wulan. Begitu saya menjelaskan yang terjadi, nona Fanny memberitahu saya soal itu."
"Tidak masalah. Berarti sekarang Wulan tidak punya pacar?"
"Tidak, Tuan. Nona Wulan terakhir pacaran tiga tahun lalu."
Niko tersenyum samar. "Ini akan menjadi tantangan buatku, Brian. Aku harus mendapatkannya dan menikahinya."
(Panggilan masuk)
Dering ponsel mengejutkan Niko. Dengan cepat ia meraih benda itu dari atas meja.
"Halo?"
Bersambung____
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments