Niko yang masih mengunyah langsung terdiam, terkejut mendengar sang ayah menyebutkan nama wanita yang telah berhasil mencuri hatinya.
'Kenapa papa tahu soal Wulan? Brian! Pasti dia yang memberitahukannya.'
Niko melanjutkan makan. Ia tak menggubris perkataan sang ayah sampai makannya habis.
"Kalau benar kau ingin menikahinya, papa akan menjodohkan kalian berdua."
Niko tercengang. Ia menatap Handoko dengan wajah terheran-heran.
Handoko merasa pelurunya mengenai sasaran. "Keluarga Tanujaya di kota ini hanya satu. Dia teman papa. Dia satu-satunya pemilik perumahan elit di kota ini. Dia juga memiliki cabang perumahan di Surabaya. Namanya Jefry Tanujaya."
Amarah dan kebencian dalam dirinya terhadap Handoko lenyap ditelan bumi. Ia menatap Handoko dan menyimak setiap perkataannya.
"Papa memang tahu dia punya anak perempuan, tapi papa lupa namanya. Usianya di bawah usiamu. Tapi kalau kau benar-benar ingin menikahinya, papa akan temui ayahnya untuk membicarakan perjodohan kalian."
Niko tak ingin percaya, tapi ekspresi di wajah saat Handoko bicara sangatlah meyakinkan. Belum lagi kekuasaan sang ayah yang tidak main-main. Walaupun bisnisnya di luar negeri, sang ayah bisa mendapatkan apa yang ia ingin kan hanya melalui satu panggilan telepon.
Niko akhirnya membuka suara dan mencaritahu lebih banyak lagi soal keluarga Wulan.
"Papa yakin teman papa itu ayahnya Wulan?"
"Pemilik Bebbi Residence itu teman papa, Niko. Kalau kamu tidak percaya, besok papa akan temui dia dan bicara. Sudah lama sekali papa tidak bertemu dengannya, terakhir kami bertemu dua puluh tahun lalu."
'20 tahun lalu. Berarti sama seperti saat papa meninggalkan ku dulu.'
Niko senang Handoko mengangkat topik itu. "Bisa aku tahu alasan Papa pergi keluar negeri waktu itu? Aku juga ingin tahu, kenapa selama dua puluh tahun itu Papa sama sekali tidak meluangkan waktu untuk menemuiku?"
"Papa tahu kamu marah karena itu. Kamu tidak mau bicara dengan papa karena itu, kan? Mungkin sekarang sudah saatnya kamu tahu."
Niko menyimak.
"Papa terlibat masalah besar waktu itu, Niko. Masalah yang berkaitan dengan nyawa seseorang."
Niko terkejut. "Papa membunuh?"
"Tidak," Handoko menggeleng, "Eh, maksud papa bukan papa. Papa punya teman dekat. Dia orang baik dan tak berpernah berbuat jahat. Papa percaya padanya dan apa yang dia perintahkan pasti akan papa laksanakan."
Niko diam.
"Papa tidak tahu kalau tugas itu adalah melenyapkan nyawa seseorang. Itu tugas terakhir yang diberikannya kepada papa sebelum papa keluar negeri."
"Kenapa dia ingin menyingkirkan orang itu?"
"Papa juga tidak tahu. Yang jelas mereka sama-sama kaya. Waktu itu papa ditugaskan mengantar koper kepada orang itu. Sesuai arahan, papa hanya mengantar kemudian pergi. Papa melakukan seperti yang dia perintahkan. Namun, baru beberapa meter meninggalkan tempat itu, mobil yang ditumpangi orang itu meledak. Di dalam mobil itu hanya ada supir dan orang itu."
Niko terkejut.
"Papa sendiri kaget melihat apa yang terjadi waktu itu. Seandainya papa tahu isi koper itu peledak, papa tidak akan memberikannya."
Niko bisa melihat penyesalan dari ekspresi Handoko. "Apa ada saksi yang melihat interaksi Papa dengan orang-orang itu?"
"Kejadian itu terjadi di perkebunan yang jauh dari keramaian. Awalnya papa pikir isi koper itu obat terlarang, tapi melihat sosok di dalam mobil dan mobilnya terbakar membuat papa yakin itu peledak. Papa tidak tahu peledak jenis apa, yang jelas mobilnya langsung meledak seperti bom hirosima."
"Apa beliau mengenal Papa?"
"Kenal iya, dekat tidak. Beliau anak tunggal seorang pengusaha terkaya di kota ini sebelum pemilik Bebbi Residence menggantikan posisinya. Nama orang itu Benny Irawan. Dia seusia papa."
"Papa tahu dari mana namanya?"
"Dari sebelum menikah, lima belas tahun papa mengabdikan diri di perusahan mereka. Perusahan mereka bergerak di bidang makanan. Posisi papa setiap tahun naik. Dedikasi dan intergritas menjadikan papa seorang Manager operasional di divisi papa."
Niko ingat papanya dulu sangat sibuk karena bekerja kantoran, tapi ia tidak tahu di mana dan perusahan apa papanya bekerja.
"Sebulan papa mendapatkan posisi itu mamamu meninggal. Papa bahkan masih ingat, beliau datang dan memberikan santunan secara langsung. Pak Benny adalah bos yang bijaksana. Beliau sangat mengerti kemauan karyawannya."
"Kenapa Papa keluar dari sana? Berarti waktu mama meninggal, Papa masih berstatus karyawannya?"
Handoko terdiam.
Niko penasaran. "Jawab aku, Pa."
Handoko menunduk. "Papa benar-benar tidak tahu kalau teman papa itu menyuruh papa menghabisi nyawa bos papa sendiri."
"Kenapa Papa melakukannya? Toh, Papa punya pekerjaan? Apa gaji perusahan tidak cukup?"
Handoko terdiam lagi sebelum akhirnya menjawab perkataan Niko, "Pekerjaan yang papa jalani dengan teman hanyalah sampingan. Papa sering bertemu pejabat, mewakilkan teman papa, jika dia sedang sibuk. Bisa dibilang papa adalah tangan kanannya. Namun, tugas terakhir yang dia berikan benar-benar di luar pikiran papa."
"Aku paham sekarang," Niko membalas dengan pikiran yang hanya dia sendiri lah yang tahu.
"Seandainya waktu itu papa tahu tugasnya apa dan tidak ada sangkutpaut dengan pak Benny, papa tidak akan mau melakukan tugas itu, Niko. Sumpah."
"Memangnya teman Papa tidak bilang tugasnya apa dan tujuannya untuk siapa?"
"Tidak," Handoko diam sesaat, "Begitu melihat pak Benny di dalam mobil perasaan papa campur aduk. Papa sempat takut beliau akan marah, karena ketahuan papa bekerja dengan orang lain. Walau pun bisnisnya tidak ada sangkut paut dengan perusahan, tetap saja papa takut beliau akan memecat papa. Di satu sisi papa juga penasaran soal bisnis yang mereka jalani secara sembunyi-sembunyi itu."
Niko menarik napas. "Apa reaksi beliau saat pertama kali melihat Papa?"
"Beliau cukup kaget. Papa tidak tahu keterkejutannya karena apa, yang jelas papa masih ingat ekspresi pak Benny saat pertama kali melihat papa di balik jendela mobil."
"Seandainya keluarganya tahu, mungkin mereka tidak akan memaafkan Papa."
"Papa tidak pantas dimaafkan, kesalahan papa tidak sebanding dengan kontribusi yang beliau berikan selama ini. Beliau sangat baik. Kebaikannya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata."
"Apa Papa tahu alasan teman Papa melakukan itu padanya?"
"Sampai sekarang papa belum tahu. Dia tidak memberitahu dan papa tidak mau tahu. Walau pun hubungan kami dekat, ada beberapa hal yang tidak bisa dia ceritakan kepada papa. Papa juga tidak mau ikut campur."
"Papa tidak boleh begitu, dia sudah menjebak Papa. Seandainya waktu itu Papa dicari polisi dan masuk penjara, apa Papa akan membela dia, hah?"
Handoko terdiam.
"Papa jangan mau dipermainkan seperti itu. Orang kaya seperti mereka pasti sangat berpengaruh di kota ini. Seandainya mereka tahu Papa sudah tiba, bisa saja besok pagi polisi datang dan menangkap Papa di sini. Siapa yang tahu, mungkin saja keluarganya pura-pura diam selama ini untuk memancing kedatangan Papa."
"Bisa dibilang papa sangat bersyukur, Niko. Tuhan sangat menyayangi papa, tapi papa lah yang tidak tahu diri."
"Maksud Papa?"
Bersambung____
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments