Namamu Rahasia
Sudah menjadi hal biasa dalam sebuah rumah tangga, apalagi bila sudah mempunyai anak yang menginjak masa sekolah, pagi adalah masa-masa krusial nan menghebohkan. Tak ada yang namanya santai berleha-leha menonton televisi apalagi memainkan ponsel. Semua tergesa mengejar waktu.
Sama seperti yang terjadi di keluarga kecil ini. Pagi mereka riuh, semua sibuk dengan kegiatan masing-masing. Seorang wanita paruh baya tengah menyiapkan sarapan untuk semua anggota keluarga dan si suami yang berjalan mondar-mandir sibuk mencari kaos kaki belum lagi sepasang anak yang mulai beranjak remaja sibuk mempersiapkan diri untuk berangkat ke sekolah.
"Ma, liat topi adek nggak?" tanya si anak laki-laki yang memakai seragam SMP itu setengah merengek.
"Yang sekolah siapa sih? Tiap hari pasti ada aja barang yang hilang," dumal ibunya sembari menyusun piring di meja makan.
"Kemarin adek letak atas meja ma, kok bisa nggak ada sih?" Ia menggaruk kepala dan celingukan mencari ke kolong meja.
"Dibawa kecoak kali," sahut sang kakak yang memakai seragam putih abu-abu itu dengan enteng.
"Kalo nggak mau bantu nyari diem deh," sungut si adik sebal. Ia masih mondar-mandir mencari topi.
"Setiap hari pasti ada aja yang hilang, hari ini topi, kemarin dasi, kemarinnya lagi tali pinggang, salah-salah telingamu pun lupa tempatnya dimana." Si kakak masih saja gencar menggoda si adik.
"Sayang, lihat dompet aku nggak?" Lelaki paruh baya datang dari lantai dua dengan langkah sedikit terburu-buru sembari memasang jam tangan.
"Hadeh, ini lagi, nggak anak nggak bapak semua pada pelupa. Ada apa dengan lelaki dirumah ini?" pekik si anak berseragam putih abu-abu dengan ekspresi lebay. Perempuan paruh baya yang memegang predikat sebagai ibu itu hanya terkekeh geli.
"Kak, berani komentar, papa potong uang jajan!" ancam si papa yang membuat sang kakak terdiam dan gantian si adik yang tertawa.
"Semua sarapan dulu, bosen mama tiap hari ada aja kelakuan kalian yang kehilangan barang." Perintah si mama mutlak dan wajib di ikuti oleh seluruh anggota keluarga.
Si anak laki-laki berjalan menuju meja makan walau mata masih berkeliaran begitu pula si papa yang masih sibuk memeriksa isi tas kerjanya, berharap benda bernama dompet tiba-tiba muncul.
"Tapi ma topi aku, aku nggak bisa nelen sarapan kalo topi aku belum ketemu," rengek si anak laki-laki masih berusaha mendapatkan benda yang di cari.
"Dompet juga sayang, kemana ya? Nggak tenang mau sarapan."
"Duduk, makan," tegas si mama. Semua langsung mengambil posisi siap dan menekuri piring masing-masing.
Si mama meninggalkan mereka yang tengah sarapan dan menuju ke lantai dua tempat dimana kamarnya dan kamar anak-anak berada. Pertama yang ia tuju adalah kamarnya sendiri dan membuka laci di lemari. Ada sebuah dompet di lemari yang sedari tadi sibuk dicari oleh suaminya. Dia sendiri yang meletakkannya disana tetapi ia juga yang lupa.
Tempat kedua yang ia tuju adalah kamar anak laki-laki nya, ada topi menggantung di sebelah gitar dan si mama langsung mengambilnya. Benar kata anak perempuannya, ada apa dengan para lelaki di rumah ini? Mengapa semua mempunyai sifat pikun?
Setelah mendapatkan apa yang dicari, si mama langsung turun dari lantai dua dan menyerahkan benda yang dicari anak dan suaminya kehadapan mereka.
"Makasih mama," ucap mereka kompak sambil tersenyum sumringah.
Tepat pukul tujuh pagi, semua bergegas berangkat ke tujuan masing-masing. Papa yang kekantor dan anak-anak ke sekolah. Tinggallah si mama yang akan beres-beres rumah karena tugasnya hanya sebagai ibu rumah tangga.
Seperti itulah rutinitas yang di jalani si mama yang bernama Niken itu setiap harinya. Kehadiran suami yang menemaninya selama hampir tujuh belas belas tahun ini mampu membahagiakan hatinya juga kehadiran dua buah cinta mereka membuat hidup Niken kian bermakna.
***
"Ma, kakak tidur sama mama ya?" pinta anak perempuan Niken yang bernama Marsya.
Si adik yang mendengar permintaan kakaknya tak mau kalah. Ia yang sedang mengerjakan tugas langsung berlari menghampiri mama nya dan memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.
"Adek juga ya ma, selagi papa nggak dirumah, udah lama adek nggak tidur sama mama," pinta anak bungsu Niken yang bernama Marcel itu juga tidak mau kalah.
"Ish apaan sih Cel, ini khusus cewek-cewek tau, emang kamu nggak malu ya, udah sunat tidur sama mama," omel Marsya sebal karena adiknya pasti akan mengganggu momen curhat yang akan dilakukannya.
"Emang kakak juga nggak malu ya, udah tau cowok, kerjaannya telponan sampek malam tapi masih tidur sama mama." Marcel pun mengomel tak mau kalah.
"Eh sembarangan aja kalo ngomong, mana ada aku telponan sampek malam. Fitnah itu." Marsya berujar sebal sembari melirik mamanya. Selama ini ia memang sering telponan diam-diam setiap malam dan kadang sampai lupa waktu.
"Ma, sepertinya mulai besok nggak cuma lantai bawah yang dikasih cctv ma, tapi lantai atas juga, tiap kamar, biar tau kelakuan kakak kayak gimana." Marcel memberi saran yang tentu saja membuat Marsya melotot sebal dan Niken menggeleng, tak setuju dengan ide itu.
"Kurang kerjaan banget sih, emang kamu kira beli cctv itu nggak pake duit." Marsya menolak mentah-mentah ide itu walaupun alasan yang di berikan tidak masuk akal. Papanya pasti tidak sayang untuk menggelontorkan uang bila memang dirasa cctv perlu di pasang di tiap kamar mereka.
"Boleh ya ma, selagi papa tugas keluar kota, kalo ada papa kita nggak bisa manja-manjaan sama mama, papa pasti nggak mau kalah," bujuk Marcel mengabaikan tingkah kakaknya yang melemparinya dengan bantal sofa, masih sebal dengan ide cctv yang tercetus di pikiran Marcel.
"Iya boleh, kerjakan dulu tugas sekolah kalian. Mama tunggu sampai jam sepuluh, kalo jam sepuluh tugas sekolah belum selesai, mama kunci pintu," ucap Niken. Marsya dan Marcel langsung berlari ke meja belajar masing-masing dan segera menyelesaikan tugas sekolahnya sedangkan Niken beranjak menuju kamar untuk bertukar kabar sebentar dengan suaminya.
"Ma, dulu mama gimana sih kok bisa ketemu dan menikah sama papa?" tanya Marsya penasaran.
Tepat di jam sepuluh, Marsya dan Marcel berlari tergesa masuk ke kamar mamanya dan berebut ingin tidur di samping sang mama, akhirnya Niken mengalah tidur ditengah agar dapat memeluk anak-anaknya. Mereka juga sempat mengobrol dengan papanya yang saat ini tengah berada di luar kota dan menginap selama seminggu.
Kadang Niken sendiri heran, anak-anaknya sudah beranjak remaja dan dewasa tetapi masih sangat manja dan kelakuannya cenderung masih kekanak-kanakan.
"Takdir," celetuk Marcel yang langsung mendapat tatapan maut kakaknya.
"Ma, cerita dong, kisah cinta mama sama papa sampai akhirnya bisa menikah," desak Marsya lagi. Niken masih diam dan mengelus pelan rambut anak-anaknya.
"Di selipin cerita mantan mama juga nggak papa," sahut Marcel yang dijawab tawa oleh Marsya dan Niken pun ikut tersenyum.
"Yakin mau denger cerita mama? Entar bosan?"
"Enggaklah ma," sahut Marsya dan Marcel kompak.
"Gimana kalau dimulai dari mama SMP? Banyak kisah menarik yang mama kira lucu."
Anak-anaknya mengangguk antusias membuat Niken tersenyum dan menarik napas panjang.
"Tapi ini udah jam sepuluh lewat. Besok aja deh. Mama janji akan cerita tapi besok." Niken nyengir disertai tatapan kecewa anak-anaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Adhisti Senja
pasti kayak gitu, pada ribet sendiri
2023-07-01
0
amelia
rempongnya
2023-06-13
0
Wulandari Rizky
kesibukan yang terlalu nyata
2023-06-12
0