Niken sedang bersih-bersih gudang yang tampak berserak dan menjadi sarang nyamuk. Gudang ini memang jarang di buka karena hanya berisi pakaian bekas dan juga tumpukan kardus yang Niken sendiri lupa apa isinya. Ketika sedang menyusun kembali barang-barang, suara Marsya dan Marcel yang ternyata sudah pulang sekolah dan berganti baju menyapa gendang telinganya.
"Kalian sudah makan siang?" tanya Niken sembari menumpuk kardus berdebu.
"Sudah dong. Mama lagi ngapain sih?" tanya Marcel yang ikut masuk kedalam gudang disusul Marsya.
"Mau mama semprot pakai pembasmi nyamuk. Banyak banget nyamuknya. Kalian ngapain? Udah sana diluar aja, banyak debu!"
"Mau lihat-lihat," ucap Marcel cuek sementara Marsya bergegas mengambil sapu dan ikut membantu mamanya membersihkan debu.
Marcel iseng membuka salah satu kardus dan menemukan banyak sekali buku yang ternyata isinya masih sangat bersih.
"Wah, ada buku alumni mama!" seru Marcel girang.
"Mana?" tanya Marsya antusias. Ia meletakkan sapunya dan bergegas menghampiri Marcel. Niken sendiri memilih cuek walau ia sempat mengernyit, buku alumni mama yang di maksud Marcel.
"Ma, mama kan tadi malam janji mau cerita masa lalu mama," sahut Marsya mengingatkan yang didukung oleh anggukan antusias dari Marcel.
"Awas, mama mau semprot racun. Kalian keluar aja. Abis ini mama mandi dan mendongeng untuk kalian."
Niken mengusir anak-anaknya dan ketika mereka sudah pergi menjauh, ia segera menyemprotkan pembasmi nyamuk dan menutup pintu gudang setelahnya. Marsya dan Marcel menunggunya di ruang keluarga dan Niken pun segera mandi.
"Teman-teman mama banyak ya," komentar Marcel ketika ia membuka-buka buku alumni mamanya yang ia bawa dari gudang itu.
"Lumayan banyak. Satu kelas aja berisi dua puluh delapan orang. Sementara untuk alumni mama ada delapan kelas."
"Mama hitungan jumlah temen mama?" tanya Marsya heran. Ia saja tidak tau, dalam satu kelasnya teman-temannya ada berapa.
"Nggak di hitung tapi udah terbiasa meneliti. Mama kan pernah jadi sekretaris kelas waktu SMP."
"Beneran ma?" tanya Marcel takjub padahal menurut Niken, jadi sekretaris kelas itu biasa saja dan justru melelahkan.
"Cerita dong, ma. Cerita!" Marcel menggoyang lengan mamanya dengan antusias begitupun dengan Marsya yang memandangnya dengan mata berbinar dan penuh harap.
"Yakin ini mau denger cerita mama?"
"Yakin dong!" Marsya dan Marcel menjawab kompak.
Baiklah!
Kisah ini akan panjang dan diharapkan untuk tidak bosan mengikutinya.
***
"Sudah sana masuk, tuh udah banyak yang masuk gerbang," perintah om Uno. Niken menoleh ke kanan dan ke kiri. Bingung sendiri.
"Takut om," cicit Niken.
"Takut apa? Gurunya baik-baik kok," sahut om Uno menenangkan.
"Kalo aku nggak nemu temen gimana?" risau Niken.
"Pasti dapatlah. Mana mungkin dari sekian ratus murid disini nggak ada yang mau temenan sama kamu." Lagi-lagi om Uno menenangkan Niken yang masih saja tampak risau.
"Ya sudah deh om, aku masuk dulu." Niken berlalu meninggalkan om Uno yang juga akan bersiap berangkat bekerja.
Hari pertama masuk sekolah yang menegangkan!
Awal masuk sekolah dan tidak mengenal siapa-siapa. Itulah yang sedang dialami oleh Niken Aryani. Sekolah baru dan belum mendapatkan teman baru. Syukurlah disekolah ini tidak pernah diadakan MOS sehingga Niken tidak merasa semakin menyedihkan lagi dari ini.
Sebenarnya Niken agak menyesal memilih sekolah yang jauh dari tempat tinggalnya bahkan saking jauhnya, Niken sampai harus pindah provinsi. Karena dengan memilih sekolah yang jauh itu artinya Niken harus menghadapi konsekuensi tidak ada satupun teman dari sekolah lamanya yang ia kenal juga bersekolah disini. Tapi menyesal pun tidak ada gunanya. Toh dia sudah sampai disini, mendaftar sebulan yang lalu dan telah resmi menjadi murid SMP Budaya seminggu yang lalu bahkan dia telah berdiri didepan gerbang sekolahnya.
Dengan menenteng ransel dipundak, Niken menoleh ke kanan dan ke kiri melihat aktivitas murid lainnya berlalu lalang. Ada yang sudah mengendarai sepeda motor, ada yang diantar oleh orang tuanya, ada yang naik angkutan umum bahkan tak sedikit pula yang berjalan kaki.
Setelah puas mengamati keadaan sekitar, Niken berjalan menuju kelasnya sembari berharap segera menemukan teman baru. Dengan bermodal bertanya kepada murid lainnya dimana kelasnya berada akhirnya disinilah Niken berada, di kelas 7B. Setelah tadi terdampar terlebih dahulu di Mading sekolah untuk melihat dikelas mana dia ditempatkan.
Lagi-lagi masih tanpa teman bahkan setelah Niken duduk manis dibangkunya. Diliriknya bangku yang berada tepat di sebelahnya. Kosong. Dilihat juga keadaan kelasnya yang riuh oleh suara murid lainnya. Kontras sekali dengan keadaannya.
Kebanyakan dari mereka duduk bergerombol membentuk aliansi masing-masing walaupun ada juga yang sedang mengobrol tapi setidaknya mereka berdua dan ada teman tidak seperti Niken. Niken jadi berpikir, ini gue yang terlalu kuper atau murid disini yang terlalu sombong sih? Nggak ada gitu yang mau ngajak gue kenalan?
Disaat Niken masih menoleh ke kanan dan ke kiri sembari meratapi nasibnya, masuk seorang siswi kurus tinggi berambut panjang. Awalnya dia sempat berhenti sejenak dipintu masuk tapi dengan santai dan gestur yang seolah dia sudah menguasai dunia, dia menghampiri siswi yang tengah duduk sendiri.
"Hai." Niken yang merasa ada suara didekatnya seketika menoleh.
"Boleh duduk disini? Bangku lainnya udah pada penuh."
Niken tersenyum dan mengangguk mengiyakan.
"Boleh. Kebetulan emang gue belum dapat teman."
"Adila."
"Niken."
Entah Adila ini terlalu ramah atau memang dia sudah kenal dengan sebagian anak kelas ini, dia terus menebar senyum dan langsung mengajak ngobrol teman yang duduk di depan dan belakangnya sedetik setelah dia duduk di bangkunya.
"Dari SD mana?" Niken menolehkan kepalanya kearah Adila.
Setelah puas mengobrol dengan teman lainnya, mungkin Adila baru ingat bahwa ada makhluk lain yang butuh ditemani dan diajak ngobrol.
"SD 020." Adila mengernyitkan dahi.
"SD mana itu?" Karena merasa asing dengan nama sekolah yang disebut Niken.
"SD di Riau."
"Ooohhh. Lumayan jauh itu. Kalau gue dari SD Pelita Jaya." Padahal Niken tidak ada bertanya. Adila menyebutkan nama SD nya pun, Niken tidak tau SD Pelita Jaya itu dimana keberadaannya. Tapi biarlah toh Niken memang butuh teman yang cerewet mengingat kepribadiannya yang pendiam dan kaku.
"Kok bisa kesasar disini?"
Belum sempat Niken menjawab terdengar suara lonceng berbunyi. Semua murid berhamburan keluar. Adila refleks menggandeng lengan Niken mengikuti murid lainnya.
"Mau kemana?" Niken bertanya heran melihat semua murid yang berhamburan keluar sembari menyibukkan soal dasi. Niken jadi melirik kerah bajunya dan tergantung dasi disana. Hanya tergantung tanpa terpasang dengan benar. Niken tidak bisa memakainya.
Adila yang mendengar pertanyaan Niken mengernyitkan dahi kembali. Mungkin dipikirannya makhluk aneh darimana ini?
"Lo lupa hari ya Nik? Ini kan hari senin, ya waktunya upacara lah."
Seketika Niken merasa jadi manusia paling bego sedunia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
BINTANG ARINAA
astaga Niken hahaha
2023-07-01
0
Sery
belajar pakai dasi Niken
2023-06-20
0
amelia
niken niken😄😄
2023-06-13
0