Kata Hati.

Kata Hati.

Chapter 01

Kana duduk di depan seorang pria lajang yang tampan tapi dingin juga terkesan angkuh. Setahu Kana, pria itu berprofesi sebagai dokter bedah yang hidup sendirian di sebuah apartemennya. Namanya Arif, begitu lah yang Kana dengar ketika mereka saling berjabat tangan beberapa menit lalu.

“Saya akan memberikan kamu gaji sekian.” Arif memberikan selembar kertas berserta daftar pekerjaan yang akan dilakukan Kana sebagai ART-nya.

Kana membacanya dengan seksama kemudian ia mengangkat tangannya. “Boleh saya bertanya, Pak?”

“Silakan.”

“Saya nggak perlu menginap disini, kan?”

“Ya. Kamu hanya perlu datang pagi, mengerjakan pekerjaanmu sampai selesai. Setelah itu kamu bisa pulang.”

“Apa saya harus membersikan apartemen Bapak setiap hari?” tanya Kana. Sebuah pertanyaan yang membuat Arif menaikkan sebelah alis matanya.

“Apakah kamu harus makan setiap hari?” Arif memberikan pertanyaan balik.

“Iya, Pak. Karena setiap hari saya lapar.” Jawab Kana dengan polosnya.

“Begitu pun dengan debu, setiap hari mereka pasti ada. Jadi setiap hari kamu harus datang bebersih. Itu sebabnya saya mempekerjakan ART. Ngerti?”

“Iya, Pak. Maaf, saya hanya bertanya. Soalnya, saya lihat, sepertinya Bapak tinggal sendirian, jadi… baik Pak, saya akan kerja dengan giat setiap hari!” Kana mengubah kalimatnya begitu menyadari perubahan ekspresi calon majikannya.

“Apa ada lagi yang mau kamu tanyakan? Soal gaji yang saya berikan, mungkin?”

“Kerjaan saya hanya, beberers, bebersih, nyuci baju sama nyetrika doang, kan, Pak?”

“Ya.”

“Kalau begitu, segini sudah cukup, Pak.” jawab Kana dengan mantap.

Arif mengerutkan keningnya sedikit. Biasanya ART-ART sebelumnya, setiap kali ditanya pertanyaan yang sama, mereka selalu menawar untuk dinaikkan seratus atau dua ratus lagi dengan alasan macam-macam. Tapi, Kana cukup kooperatif rupanya.

“Oke. Kalau begitu, semua aturan ada di kertas itu. Baca baik-baik. Jika ada yang mau kamu tanyakan, bisa kamu tanya lewat nomer ponsel saya disitu.”

“Baik Pak.” jawab Kana.

“Ini kunci apartemen saya.”

“Lho, saya mulai kerja hari ini, Pak?” Kana bertanya dengan ekspresi bingung.

“Memangnya kamu pikir kapan? Habis tahun baru masehi?”

“Saya pikir besok.”

“Memanya hari ini kamu belum bisa mulai? Bukannya kamu bilang kamu sedang tidak bekerja dimana pun.”

“Iya, sih, tapi… saya takut kalo langsung sendirian ditinggal tanpa pengawasan. Takut ada yang salah.” Jawab Kana yang lagi-lagi begitu apa adanya hingga membuat Arif kini menaikkan kedua alis matanya.

“Usiamu benar sudah 25 tahun, kan?”

“Benar dong, Pak. Kan tadi Bapak sudah lihat KTP saya. Itu KTP asli Pak, saya, mah, nggak punya uang untuk bikin yang nipu-nipu.”

“Bukan itu maksud saya.” Arif menarik napas. “Usia 25 tahun saya rasa sudah cukup bertanggung jawab dan bisa memilih juga memilah mana yang sekiranya bisa membuatmu dalam masalah atau tidak.”

Kana mengangguk pelan.

“Gunakan otakmu dan jadikan peraturan yang saya tulis sebagai panduan. Saya bukan hanya butuh ART yang cekatan dan resik, tapi juga harus inisiatif. Ngerti?”

“Ngerti Pak.” Kana mengangguk. Kemudian ia mengulurkan tangan untuk mengambil kunci apartemen yang barusan diletakkan di atas meja.

“Ada lagi yang mau kau tanyakan sebelum saya berangkat kerja.”

“Untuk sekarang, saya akan baca dulu Pak, peraturan-peraturannya. Kalau ada pertanyaan susulan, boleh ya Pak saya sms Bapak.”

“SMS? Kamu bisa pakai jaringan modem disini. Password-nya sudah saya tulis.”

“Anu, Pak.” Kana mengeluarkan benda kotak kecil dan jadul. “Hape saya, hape jaman dinosaurus, belom bisa pake internet. Bisanya buat nelpon sama sms aja.” Cengiran menghiasi wajah polos tanpa riasan.

Arif menghela napas. Ada tersebit rasa prihatin melihat bagaimana anak muda seusia Kana masih bertahan dengan elektronik jadul seperti itu, disaat semua orang seusianya sudah berlomba untuk menggunakan smart phone.

“Baiklah, tapi saya tidak menanggung biaya pengeluaran pulsa yang kamu pakai untuk menghubungi saya.”

“Tenang, Pak. Saya pakai paket nelpon dan sms gratis kesemua operator.” Kana tersenyum dengan bangga memberitahukan paket yang dia gunakan.

“Baiklah.” Arif berdiri seraya menengok jam tangannya. “Saya harus berangkat sekarang. Ingat, sebelum pulang, pastikan lampu ruang tengah menyala, dan semua tirai di tutup.”

“Baik Pak.” Kana ikut berdiri, ia mengekor Arif menuju pintu.

“Oh, satu lagi.” Arif tiba-tiba berbalik, sampai Kana yang tepat di belakangnya nyaris jatuh karena saking terkejutnya. Refleks Arif menangkap tangan Kana, menahan tubuh gadis itu agar tidak jatuh yang bisa membuat tulang ekornya kemungkinan cidera karena kesalahan kecil.

“Hei, hati-hati!” Arif menarik Kana hingga tubuh Kana yang tidak setinggi Arif kembali berdiri tegak. “Tulang ekormu bisa cidera. Jangan terlalu dekat berjalan ketika di belakang seseorang. Ngerti?”

“I-iya Pak.”

Arif kembali menghela napas. Gadis ini belum juga mulai bekerja, tapi sudah berkali-kali membuatku menghela napas.

“Satu lagi, jangan panggil saya Bapak, atau Pak. Saya nggak suka dengarnya.”

“Jadi saya harus panggil apa?” tanya Kana. Gadis menatap polos majikannya.

“Panggil saya Dokter. Dokter Arif.”

“Oh. Baik Pak dokter… Baik Dokter… Dokter Arip.”

Kontan kedua mata Arif melebar juga kedua alis matanya yang bergerak naik.

“Arif. Pakai F. Bukan Arip. A-R-I-F. Ngerti?”

“Eh… iya, ngerti Pa-eh, Dok, saya ngerti.”

Arif menggeleng seraya mendengkus. Oh astaga, sekarang aku malah mendengkus.

.

.

.

Sepergian Arif dari apartemennya yang dipercayakan pada gadis yang berasal dari kampung kecil di sebuah desa, Kana duduk melantai, bersandar pada badan sofa yang berbentuk seperti huruf L besar.

“Oke, ayo kita baca apa saja yang Dokter Arip tulis.” kata Kana pada dirinya sendiri.

Satu per satu ia membaca poin-poin peraturan yang ditulis oleh Arif.

Tak lama kemudian ponsel jadulnya berdering dengan ringtone khasnya. Nama ibu tertera pada layar kuning kecil itu.

“Ya, Bu. Baik, kok, agak sinis sih, tapi baik. Dia dokter. Tapi Kana nggak tau dia dokter apa. Iya, mulai kerja hari ini, tapi sekarang Kana lagi baca peraturan-peraturan yang boleh dan nggak boleh Kana lakukan di sini. Iya, Bu, Kana akan hati-hati. Doakan Kana, ya, Bu. Iya.”

Tut!

Setelah perbincangan singkat antara anak dan ibu, Kana kembali melanjutkan membaca peraturan berikutnya yang membuatnya harus membaca ulang dua kali.

“Mencuci pakaian harus dipisahkan sesuai warna? Hah? Putih dengan putih. Hitam dengan hitam. Pakaian batik jangan menggunakan mesin cuci tapi cukup dikucek saja. Lalu bagaimana dengan pakaian warna merah, kuning, biru, ungu, hijau? Apa harus dipisah-pisah juga?”

Kana langsung menandai poin tersebut untuk ditanyakan nanti setelah dia selesai membaca semua peraturan.

Poin selanjutnya kembali membuatnya mengerutkan dahi.

“Dilarang masuk ke dalam kamar utama.” Kana menggosok hidungnya ketika merasa bingung. “Lalu gimana aku bisa bersihin dan beresin kamarnya? Memang kamarnya anti debu, ya? Oke, tandain!”

Setelah membaca keseluruhan peraturan dan tidak ada lagi yang perlu ditandai untuk ditanyakan pada Arif. Kana bangkit berdiri, dia berkeliling apartemen untuk membuatnya familier dengan keadaan dan tempat-tempat penyimpanan alat-alat kebersihan dan benda-benda sebelum ia mulai bekerja. Ia bahkan melihat ke dalam setiap lemari penyimpanan di dapur untuk mengenal situasi di  dapur agar memudahkannya untuk mencari ini dan itu, untuk menyimpan ini dan itu.

Kana cukup teliti meski ia terlihat rapuh dan sembrono.

.

.

.

“Siang, Dok.” Suster asistennya menyapa ketika Arif datang dan masuk ke dalam ruangannya.

“Siang.” Jawab Arif seraya meletakkan ponsel dan tasnya di atas meja kerjanya.

“Lesu amat, Dok. Memang belum dapat juga ART-nya?” tanya si suster sambil memberikan berkas pasien.

“Sudah, pagi ini dia sudah datang dan hari ini dia mulai langsung kerja. Tapi… huft.”

“Wah, ada tapinya, kenapa, Dok? Orang tua lagi yang datang?” tanya suster Mira, suster asisten yang sudah seperti kakaknya sendiri saking seniornya suster Mira.

“Bukan.” Arif menggeleng. “Masih cukup muda, tapi… apa ya, saya merasa dia akan bekerja menyebalkan dan sembrono.”

“Kalau begitu kenapa diterima, Dok?”

“Entah lah, meski begitu, dia terlihat cukup…”

“Cantik?”

“Hei!”

“Hehehe, canda, Dok.”

“Sudah lah, kenapa jadi membahas ART saya. Bagaimana dengan pasien yang dari ICU kemarin, apa sudah dipindah ke perawatan?”

“Sudah, Dok. Keadaannya juga berangsur baik.”

“Oke, ada jadwal kunjungan hari ini, kan?” tanya Arif sambil membaca berkas-berkas pasien baru.

“Iya, Dok. Nanti jam empat sore.”

Arif mengangguk.

“Oh ya, Dok. Sebenarnya tadi ada yang nyariin Dokter.” Kata Suster itu.

“Siapa? Pasien?”

Suster itu menggeleng. “Orangnya cantik banget, Dok, seperti artis… duh siapa itu nama artisnya, yang main film Sayap-Sayap bareng Nicolas Saputra. Oh, Ariel Tatum. Iya benaran deh, Dok. Tadi mirip sama Ariel Tatum.”

Seketika gerakan tangan Arif yang sedang membalik halaman berkas pasien terhenti. Matanya tidak lagi fokus membaca, meski wajahnya tetap mengarah pada berkas. Tenggorokannya tiba-tiba kering seperti padang pasir yang gersang tanpa oasis.

“Lalu… ehem, kemana dia?”

“Nggak tau, Dok. Kayaknya tadi nunggu cukup lama di kursi tunggu, tapi sekarang nggak keliahatan lagi. Mungkin sudah pulang, Dok. Dia dateng cukup pagi, Dok.”

Arif mengangguk, lalu meneruskan pergerakan tangannya.

“Ya, sudah biarkan saja. Katakan padanya, kalau dia datang lagi, minta dia untuk buat janji dulu. Jangan sembarangan bertemu pada jam kerja, karena saya ada pasien-pasien yang harus saya utamakan.” Kata Arif dengan nada suaranya yang berubah menjadi dingin dan tegas sampai membuat si suster senior jadi agak tertegun.

“Ngerti?”

“B-baik Dok.”

.

.

.

Bersambung ya~

Terpopuler

Comments

Defi

Defi

semoga gak ikutan darah tinggi ya bisa bahaya

2023-10-07

0

Defi

Defi

teope deh ya Kana 😂🤣

2023-10-07

0

Defi

Defi

yang satu bawaannya tarek urat mulu dan satu lagi polos 😂

2023-10-07

0

lihat semua
Episodes
1 Chapter 01
2 Chapter 02
3 Chapter 03
4 Chapter 04
5 Chapter 05
6 Chapter 06
7 Chapter 07
8 Chapter 08
9 Chapter 09
10 Chapter 10
11 Chapter 11
12 Chapter 12
13 Chapter 13
14 Chapter 14
15 Chapter 15
16 Chapter 16
17 Chapter 17
18 Chapter 18 (Revised)
19 Chapter 19 (Revised)
20 Chapter 20
21 Chapter 21 (Revised)
22 Chapter 22
23 Chapter 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Chapter 29
30 Chapter 30
31 Chapter 31
32 Chapter 32
33 Chapter 33
34 Chapter 34
35 Chapter 35
36 Chapter 36
37 Chapter 37
38 Chapter 38
39 Chapter 39
40 Chapter 40
41 Chapter 41
42 Chapter 42
43 Chapter 43
44 Chapter 44
45 Chapter 45
46 Chapter 46 ++ (For Halal Couple Only)
47 Chapter 47
48 Chapter 48
49 Chapter 49
50 Chapter 50
51 Chapter 51
52 Chapter 52
53 Chapter 53
54 Chapter 54
55 Chapter 55
56 Chapter 56
57 Chapter 57
58 Chapter 58
59 Chapter 59
60 Chapter 60
61 Chapter 61
62 Chapter 62
63 Chapter 63
64 Chapter 64
65 Chapter 65
66 Chapter 66
67 Chapter 67
68 Chapter 68
69 Chapter 69
70 Chapter 70
71 Chapter 71
72 Chapter 72
73 Chapter 73
74 Chapter 74 (Alex dan Winna)
75 Chapter 75 (Alex dan Winna)
76 Chapter 76 (Alex dan Winna)
77 Chapter 77 (Alex dan Winna)
78 Chapter 78 (Alex dan Winna)
79 Chapter 79 (Alex dan Winna)
80 Chapter 80 (The End(?))
81 Chapter 81 (BonChap 1)
82 Chapter 82 (BonChap2)
83 Chapter 83 (BonChap 3)
84 Chapter 84 (Finally Happy Together)
85 Cuap Cuap Penulis
86 Kisah Baru
Episodes

Updated 86 Episodes

1
Chapter 01
2
Chapter 02
3
Chapter 03
4
Chapter 04
5
Chapter 05
6
Chapter 06
7
Chapter 07
8
Chapter 08
9
Chapter 09
10
Chapter 10
11
Chapter 11
12
Chapter 12
13
Chapter 13
14
Chapter 14
15
Chapter 15
16
Chapter 16
17
Chapter 17
18
Chapter 18 (Revised)
19
Chapter 19 (Revised)
20
Chapter 20
21
Chapter 21 (Revised)
22
Chapter 22
23
Chapter 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Chapter 29
30
Chapter 30
31
Chapter 31
32
Chapter 32
33
Chapter 33
34
Chapter 34
35
Chapter 35
36
Chapter 36
37
Chapter 37
38
Chapter 38
39
Chapter 39
40
Chapter 40
41
Chapter 41
42
Chapter 42
43
Chapter 43
44
Chapter 44
45
Chapter 45
46
Chapter 46 ++ (For Halal Couple Only)
47
Chapter 47
48
Chapter 48
49
Chapter 49
50
Chapter 50
51
Chapter 51
52
Chapter 52
53
Chapter 53
54
Chapter 54
55
Chapter 55
56
Chapter 56
57
Chapter 57
58
Chapter 58
59
Chapter 59
60
Chapter 60
61
Chapter 61
62
Chapter 62
63
Chapter 63
64
Chapter 64
65
Chapter 65
66
Chapter 66
67
Chapter 67
68
Chapter 68
69
Chapter 69
70
Chapter 70
71
Chapter 71
72
Chapter 72
73
Chapter 73
74
Chapter 74 (Alex dan Winna)
75
Chapter 75 (Alex dan Winna)
76
Chapter 76 (Alex dan Winna)
77
Chapter 77 (Alex dan Winna)
78
Chapter 78 (Alex dan Winna)
79
Chapter 79 (Alex dan Winna)
80
Chapter 80 (The End(?))
81
Chapter 81 (BonChap 1)
82
Chapter 82 (BonChap2)
83
Chapter 83 (BonChap 3)
84
Chapter 84 (Finally Happy Together)
85
Cuap Cuap Penulis
86
Kisah Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!