Cinta Tak Boleh Pergi
"Apa kau tidak bisa seperti Juwita. Dia juga bekerja, tapi lihatlah dia masih bisa menjaga penampilannya." Keluh Rudy kala itu. Membuat Sakura terdiam, harus berkata apa lagi. Kalimat itu justru keluar dari mulut Rudy, suaminya.
Padahal dulu Rudy yang meminta agar dia menjadi ibu rumah tangga yang bersahaja. Rudy bahkan melarang Sakura mengenal salon kecantikan dan kawan kawannya.
Siapa sangka ucapan lelaki itu berubah setelah sekian tahun.
"Belajarlah dari Juwita, dia wanita serba bisa." ucap Rudy di lain waktu. Pujian pujian itu membuat hati Sakura ngilu.
Bukan hanya itu, sekarang Rudy menempel pada Juwita setiap waktu. Dia lebih nyaman menghabiskan hari harinya bersama Juwita dari pada Sakura istrinya.
Rudy berparas tampan dan memiliki kedudukan yang lumayan di perusahaan ternama di kota A ini. Bukan hanya Juwita, banyak wanita mengincar lelaki setengah tua ini. Tapi Juwita yang paling mengkhawatirkan Sakura.
Sakura, wanita berparas cantik ini bukan keturunan jepang. Apa lagi korea. Dia asli pribumi. Dia juga bukan gadis belia sesegar bunga Sakura.
Tahun ini usianya genap tiga puluh delapan tahun. Walau begitu wajahnya masih kelihatan awet muda. Hanya saja tidak terawat, seperti tubuhnya yang sedikit bengkak karena timbunan lemak.
Menikah dan memiliki anak saat masih kuliah. Membuat Sakura tak memiliki ruang pertemanan yang luas. Itu juga yang membentuk Sakura jadi wanita rumahan.
Isah, begitu orang memangilnya. Panggilan yang begitu jauh dari nama aslinya. Itu karena saat kecil dia tak mau dipanggil Saku, apalagi Kura. Isah adalah nama yang lagi trend saat itu. Nama salah satu tokoh utama di film anak anak. Lantas Sakura meminta keluarnya memanggilnya dengan nama itu.
Penampilannya yang seperti ini, membuat Rudy suaminya dan putrinya atau anak keduanya sering membanding-bandingkan dia dengan Juwita teman baik Rudy.
Juwita seumuran dengan Sakura. Tetapi karena dia pekerja kantoran. Dia terlihat lebih muda dan energik. Selain teman sekantor, Juwita juga teman masa kecil mas Rudy.
Awal awal Sakura tak merasa terbebani oleh kelakuan suami dan anaknya. Tapi semakin kesini, sikap itu membuatnya sakit hati.
"Ma, boleh gak nanti tante Juwita mewakilin mama ambil raport Diva?" tanya Diva suatu malam. Saat sedang makan malam. Membuat Sakura tertegun.
Raja anak pertama Sakura yang berada tepat di depan Diva langsung melotot kearahnya. "Ada mama kenapa harus tante Juwita?" tanya Raja dengan ekspresi dingin.
Diva mencebik tak senang, dia sudah menduga Raja akan protes.
"Mama pasti sibuk ngurusin rumah. Jadi pasti gak apa apa kalau di mewakilin tante Juwita. Iya kan ma." Desak Diva.
"Jangan yang aneh aneh. Mama yang akan ambil rapor kamu, bukan tante Juwita." tegas remaja delapan belas tahun itu dengan wajah dingin. Sebelum Sakura buka suara.
"Sudah-sudah, apa salahnya meminta tante Juwita datang ke sekolah Diva. Diva hanya ingin pamer seperti anak lain. Bahwa dia juga memiliki orang yang bisa dibanggakan seperti tante Juwita." sela Rudy menengahi.
Kalimat Rudy membuat Raja beralih menatap Rudy dengan tatapan tajam. Walau sikapnya selalu dingin. Tapi sesungguhnya dia sangat peka. Dia tau kalimat ayahnya menyakiti hati Sakura. Sakura tak ingin membuat debat ini semakin panjang. Dia mengangguk pelan pada putranya sambil tersenyum, mengamini ucapan Rudy.
Sudah sering hal seperti ini terjadi. Belakangan tugas Sakura sudah mulai di ambil alih oleh Juwita. Rudy bahkan menghadiri undangan dari koleganya bersama Juwita.
Sikap Rudy ini tentu saja membuat hati Sakura sakit. Bukan salahnya bila tubuhnya tak terawat. Rumah sebesar ini hanya punya satu pembantu, yang bertugas membersihkan rumah. Sedang mencuci dan memasak semua di kerjakan Sakura seorang diri.
Sakura menatap tubuhnya pada pantulan cermin. Tubuhnya sedikit berlemak, jelas bukan bentuk tubuh yang ideal. Sakura menghela nafas kasar. Dia beralih menatap benda pipih di atas nakas yang terdengar berdering nyaring.
"Halo Bianca."
"Datang ke studio ku, pelatih yang kau kagumi mengadakan kelas selama tiga bulan di studio ku. Aku sudah mendaftarkan mu untuk mengikuti kelasnya."
"Hey kenapa tidak tanya dulu!"
"Hhhh! Sudah saatnya kau keluar dari sarang. Aku lihat mata suamimu mulai beralih pandang." keluh Bianca. Sakura pikir hanya dia yang berpikir begitu.
Bianca adalah sahabat Sakura sejak SMP, Dia masih melajang hingga sekarang. Padahal beberapa bisnis yang dia jalankan berkembang pesat. Menjadikannya wanita mapan secara financial. Mungkin karena patah hati saat kuliah dulu, membuat Bianca trauma.
"Baiklah, kapan kelas Alex di mulai?"
"Dua hari lagi."
"Oke aku akan ikut."
Mungkin ini saatnya dia merubah, mengalihkan kembali perhatian Rudy. Sebenarnya dia pria yang baik dan pengertian.
Karna kebaikannya, Sakura jatuh cinta padanya. Rudy bahkan jadi menantu favorit di keluarganya. Tidak tau mengapa akhir-akhir ini hubungan mereka terasa hambar. Mungkin memang seperti itu hubungan suami isteri setelah sekian lama. Entahlah....
Tumben mas Rudy pulang cepat hari ini. Jam lima sore dia sudah sampai di rumah. Begitu pulang dia langsung masuk kamar membersihkan diri.
"Isah, tolong siapkan bajuku. Aku akan pergi ke perjamuan makan malam temannya Juwita." Pinta Rudy sebelum masuk kamar mandi.
Hhhhh! Lagi....!
Dengan patuh Sakura menyiapkan baju untuk suaminya. Kemeja hitam dengan celana berwarna senada dia letakkan di atas tempat tidur.
Sambil duduk di tepi ranjang, Sakura menanti Rudy keluar dari kamar mandi.Tak berapa lama tampak Rudy keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk.
Tubuhnya yang kekar terlihat segar. Sakura menelan ludahnya kasar. Sudah setua ini, tapi tetap saja jantungnya berdegup kencang saat melihat Rudy bertelan jang dada. Tapi seperti biasa, Rudy memasang sikap acuh tak acuh.
Mungkin Rudy benar-benar sudah mati rasa padanya, bahkan saat dia tak memakai sehelai benang pun. Rudy tak merespon. Kadang ini membuatnya malu, karena hanya dia yang masih begitu bergai rah sementara suaminya merasa sebaliknya.
Rudy sudah selesai dengan stelan hitam hitamnya. Terlihat sangat tampan. Kulitnya yang kuning, terlihat berkilau dengan warna hitam.
"Kali ini kemana lagi. Sepertinya akan jauh." Tebak Sakura.
Rudy yang tengah menggulung lengan kemejanya. Beralih menatap Sakura.
"Ada apa? Apa kau ada acara juga?" Tanya Rudy. Sabab biasanya Sakura tidak berkomentar seperti itu.
"Aku ada undangan nanti malam, temanku memintaku membawa m mas." jelas Sakura.
"Bukannya kau biasanya pergi sendiri?"
"Benar. Tapi sesekali aku juga ingin pergi dengan mas."
Rudy menatap Sakura sesaat lalu beranjak keluar dari kamar.
"Hhh! Lain kali saja kalau aku ada waktu." ucapnya sembari berlalu.
Sakura tak menyahut, dia tak benar benar dapat undangan. Dia hanya ingin memastikan dugaannya. Tentang Rudy yang lebih memilih kepentingan Juwita dari pada dirinya.
Dia percaya mereka hanya teman. Tapi kenapa hatinya sakit sekali. Kini air matanya bahkan menetes deras membasahi pipi.
Dia tidak menyalahkan Rudy, ini salahnya. Lihatlah dirinya saat ini, penampilannya seperti pembantu rumah tangga. Bahkan kadang bajunya menyamai baju bik Ijah.
Mungkin benar ucapan Bianca. Suami bukan hanya butuh istri hemat, tapi dia juga butuh istri sehat untuk matanya.
"Lihat gayamu? Kau membuat Rudy sakit mata!" umpat Bianca waktu itu. Saat mereka menghadiri acara lamaran adik mas Rudy. Penampilan Juwita kala itu membuat Bianca naik darah.
Juwita tampil memukau dan terus menempel pada Rudy sampai akhir acara. Walau akhirnya Rudy di ceramahi ibunya karena terllalu dekat dengan Juwita.
Sakura membuka laci kecil di balik lemari bajunya. Mengeluarkan dua buah kartu yang selama ini dia simpan rapih.
Ada banyak angka tersimpan di kedua kartu itu. Hasil dari berhemat selama sekian tahun.
Apa tidak apa-apa kalau di gunakan sedikit untuk merubah penampilannya?
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
abdan syakura
Hadehhhhhhhhh
ceritamu ni kak...
membuat bara dihatiku....
Ayo Sakura, Fighting!!!!!
2023-05-29
1