Rudy melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Di sampingnya tampak Juwita duduk dengan anggun.
Rudy memang sangat mengagumi sosok sahabatnya ini. Dia ibu rumah tangga yang tangguh. Walau sibuk bekerja, namun dia mampu melakukan semuanya dengan baik.
Lihatlah penampilannya, masih sangat menarik. Siapa saja pasti bergetar hatinya saat merasakan pesonanya. Tidak seperti Sakura, yang tidak pandai merawat diri.
Rudy melirik wanita di sampingnya sekilas. Wanita yang tak mendapat perhatian suaminya ini tersenyum lembut ke arahnya. Rudy tak habis pikir, kenapa wanita sesempurna ini tidak mendapat perhatian dari suaminya. Benar benar lelaki bodoh.
Mungkin suami Juwita merasa terbebani karena cuma pegawai rendahan. Sementara Juwita menjabat sebagai kepala bagian di sebuah perusahaan ternama di kota A ini. Itu yang di pikirkan Rudy.
"Isah gak marah, aku minta tolong kamu lagi?" tanya Juwita dengan suara lembutnya.
Rudy menoleh sekilas lalu menggeleng. "Cuma protes dikit, karena ternyata dia juga ada undangan."
Juwita menatap Rudy dengan ekspresi kaget. "Loh! Harusnya kamu gak pergi dengan aku Rud." protes Juwita.
"Kenapa?"
"Kok kenapa sih. Kasian tau dia pergi sendiri."
"Dia sudah biasa, lagian aku juga gak tega liat kamu pergi sendiri. Mana tempatnya jauh lagi."
"Tapi kan aku jadi gak enak sama Isah."
"Isah pasti ngerti. Lagian aku risih dengan tatapan orang karena penampilannya. Sudahlah jangan bahas Isah." ucap Rudy sedikit jengkel.
Juwita menatap pria tampan di sampingnya dengan senyum simpul.
Mobil Rudy berhenti di halaman parkir sebuah hotel di kota B. Di sini di gelar resepsi pernikahan teman Juwita. Menurut Juwita yang menikah ini adalah teman kuliahnya saat di luar negeri dulu. Tentu saja Rudy tidak kenal dengan mereka sama sekali.
Rudy keluar dari mobil duluan, lalu bergegas kesamping. Kemudian membukakan pintu untuk Juwita. Wanita berlesung pipit itu terlihat sumringah.
Sesampainya di dalam, beberapa orang yang mengenali Juwita datang untuk menyapa.
Dilihat dari dekorasi ballroom hotel ini, juga tamu tamu yang datang. Teman Juwita ini pastilah orang penting.
"Ini suami kamu?" tanya salah seorang teman Juwita. Sembari menyorot kagum sosok Rudy.
Juwita menatap Rudy sekilas, lalu beralih pada temannya sambil tersenyum.
"Aduh gantengnya." puji teman Juwita. Dia meyakini Rudy adalah suami Juwita. Dari sikap yang di tunjukkan Juwita barusan, siapa pun akan berpikir begitu.
"Kamu gak marah kan?" tanya Juwita, begitu mereka memisahkan diri dari temannya.
"Marah? Kenapa marah?"
"Iya, temanku tadi nyangkanya kamu suamiku." ucap Juwita, dengan memasang wajah bersalah. Rudy tersenyum.
"Ohh itu, santai aja." sahut Rudy. Pikir Rudy tidak masalah, toh mereka tak saling kenal.
Mereka tak lama berada di sana. Hanya setengah jam, lalu Juwita mengajak Rudy pulang. Tapi mereka tak langsung pulang, Juwita membawa Rudy ke apartemen nya untuk beristirahat sejenak.
"Kamu gak masuk?" tanya Juwita, saat melihat Rudy hanya berdiri di depan pintu dengan tampang ragu.
"Apa tidak apa-apa, bagaimana kalau suamimu tau. Dia bisa salah paham."
Juwita tersenyum, memperlihatkan dua lesung pipinya. "Dia tidak tau aku punya apartemen di kota ini. Lagian salah paham kenapa. Kita cuma istirahat sebentar." sahutnya. Kemudian menarik pergelangan tangan Rudy masuk kedalam apartemen.
Rudy duduk di ruang tamu, sementara Juwita di kamar. Membersihkan diri katanya.
Tak berapa lama Juwita keluar dengan sudah berganti baju. Dia berganti dengan gaun yang sedikit santai. Tapi terlihat sangat seksi.
"Mau kopi? Biar gak ngantuk di jalan nanti." tawar Juwita. Sosoknya yang tinggi semampai berdiri tepat di depan Rudy. Membuat aroma tubuhnya yang meruar tercium sangat jelas.
"Boleh." sahutnya sambil memalingkan muka, dengan perasaan gugup. Berdua di tempat yang sangat pribadi seperti ini, baru pertama kali mereka lakukan. Membuat jantung Rudy berdegup kencang.
"Sebentar aku buatin." Juwita beranjak ke dapur di ikuti oleh pandangan Rudy.
Rudy menyugar rambutnya, kasar. Kenapa bisa jantungnya berdegup begitu kencang. Ada desiran halus tadi saat mata mereka beradu pandang. Tidak, ini tidak benar. Mereka murni cuma sahabat, tidak ada perasaan lain selain itu.
"Mas tuh ya, lama lama bisa selingkuh dengan Juwita. Soalnya aku lihat hubungan kalian dekat banget."
Begitu ucap Sakura waktu itu, tapi Rudy langsung membantah dengan perasaan marah. Dia tidak suka di tuduh macam macam oleh istrinya. Dia tidak mungkin melakukan hal rendah seperti itu.
Lalu bagaimana dengan perasaannya tadi...
"Ini mas." Juwita meletakkan secangkir kopi yang masih mengepulkan asap. Kemudian duduk di sebelah Rudy.
"Terimakasih." Sahut Rudy, lalu menyesap kopinya beberapa kali. Kemudian netranya yang hitam memindai wajah ayu Juwita.
"Abis minum kopi mau langsung pulang atau tidur dulu sejenak." tawar Juwita.
Rudy terdiam mendengar kalimat Juwita. Pikiran yang melintas di benaknya tadi membuatnya tak nyaman.
"Lebih baik langsung pulang. Aku besok ada rapat jam sembilan." sahut Rudy. Karena gelisah sikapnya jadi sedikit kaku.
Juwita mengerutkan alisnya menatap Rudy. Tidak seperti biasanya, sikap Rudy ketakutan. Bukankah biasa sikapnya sangat santai.
"Ada apa? Kau terlihat gelisah." Tanya Juwita. Jemarinya yang halus menyentuh paha Rudy.
Rudy terlihat kaget, Tìba tiba ada perasaan aneh menjalari tubuhnya. Tubuhnya bak di sengat aliran listrik. Aroma tubuh Juwita yang menggoda, di tambah sentuhan tangannya yang hangat. Membuat Rudy hanyut oleh perasaannya. Dia tak lagi ingat keresahannya. Yang dia tau, Juwita begitu menggoda hasratnya.
Dengan mata penuh hasrat dia menatap Juwita, dia benar benar lupa pada Sakura.
❣❣❣❣❣❣
Sakura menata sarapan pagi buatannya di atas meja. Tak berapa lama Raja dan Diva tampak keluar dari kamar masing masing dengan seragam sekolah.
Raja langsung duduk dan mengambil jatah sarapannya. Sedang Diva, celinguan mencari sosok papanya.
"Papa mana ma?"
"Keluar kota, mungkin urusannya belum kelar makanya gak pulang." Sahut Juwita tanpa beralih pandang.
"Ooo." ucap Diva.
Sementara Raja langsung menghentikan makannya. Dengan sorot matanya yang tajam dia menatap Sakura.
"Papa pergi bukan untuk urusan bisnis. Mama tau itu bukan? Kalau nanti papa pulang, tanya dengan tegas. Ini sudah keterlaluan. Dia menganggap mama seperti batu, karena mama diam saja." Ujar Raja dengan ekspresi marah. Dia beranjak bangkit lalu menghampiri Sakura untuk mencium tangan mamanya sebelum pergi. Sakura tertegun menatap punggung Raja yang sudah menjauh.
Sementara Diva kalang kabut, dia baru sekali menyuap sarapannya.
"Kak tunggu!" Serunya. Dia buru-buru meraih tangan Sakura menyiumnya dengan tergesa. Lalu bergegas menyusul Raja.
"Kak! Apa maksud perkataan mu tadi pada mama?" tanya Diva begitu dia menyusul langkah Raja. Wajahnya menengadah menatap Raja. Sementara kaki mungilnya berusaha mensejajari langkah kaki Raja.
"Kau memang tidak tau, kalau ular betina itu mengincar papa?" tanya Raja tanpa menghentikan langkahnya.
"Kak! Kakak kok jahat banget sih nuduh tante Juwita kayak gitu. Dia itu udah seperti adik buat papa!"
"Adik pala lu!"
"Kak kok kasar sih ngomongnya!"
Raja yang sudah menyentuh handle pintu tampak berhenti. Dia merogoh saku jaketnya mengeluarkan dua lembar uang seratus ribu, lalu uang itu dia lemparkan ke Diva.
"Apaan sih..!" rajuk Diva, begitu uang jatuh menyentuh tubuhnya.
"Ambil, hari ini kau naik taksi. Diva kau harus tau, aku menyayangi mama melebihi diriku sendiri. Kalau sikap kalian masih seperti ini pada mama. Maka aku adalah musuh kalian."
"Kalian? Hey, siapa yang kakak maksud kalian?!"
"Bukankah kau dan papa satu tim. Selamat sebentar lagi kau punya ibu tiri." cibir Raja dengan senyum sarkas.
Dia masuk ke mobilnya lalu pergi tanpa membawa Diva.
"Kakak...!!!"
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
abdan syakura
Good,Raja!!
Aq seneng dan bangga bgt kl anak2 berbakti, memuji,menjaga,membela ortunya terutama Ibunya....
2023-05-29
1