...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Jam pelajaran pertama pun di mulai,aku pun langsung mengeluarkan buku pelajaran dari dalam tas ku. Namun aku tidak sengaja menjatuhkan tempat pensil milik ku.
"Ya ampun, aku teledor sekali." Gerutu ku.
Saat aku hendak mengambil tempat pensil, pandangan ku malah tertuju pada Arhan yang tengah menatap ke arah ku.
Dia melemparkan sedikit senyuman di ujung bibirnya, sambil menganggukkan kepalanya.
Jam pelajaran pertama ini cukup buat aku kesulitan, karena ada beberapa poin yang tidak aku mengerti. Meskipun gurunya menjelaskan dengan detail, entah kenapa aku belum memahaminya secara betul.
"Kok aku malah pusing yah," bisik Niken.
"Sama,"
"Terlalu banyak rumus, jadinya aku pusing."
"Heeh......"
"Nanti kita coba tanya sama Radika atau kalau berani sama Arhan. Mereka berdua kan, dua orang yang ahli dalam pelajaran fisika ini."
"Tapi sayangnya, aku tidak ada keberanian untuk meminta bantuan mereka berdua. Radika sombong, ada Arhan dia anaknya pendiam dan nggak banyak bicara. Jadinya aku sungkan pula untuk bertanya sama dia." Lanjut Niken.
"Udahlah, nanti kita cari solusi sendiri saja. Atau enggak kita coba tanya Karin,"
"Benar juga, aku lupa."
"Coba aja kita masih satu kelas dengan Karin, kita pastinya nggak bakalan kesulitan seperti ini."
Aku hanya tersenyum mendengar keluhan dari teman ku satu ini. Aku memang mempunyai teman satu lagi, yaitu Karin. Tapi aku tidak cukup dekat dengan dia, karena memang aku kenal dia lewat Bobi. Dulunya mereka berdua berasal dari SMP yang sama.
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Akhirnya jam pelajaran pertama dan kedua pun berakhir. Karena sudah waktunya untuk istirahat, aku pun langsung membereskan buku untuk aku simpan ke loker.
"Ah iya, sejak tadi aku penasaran sama luka di tangan kamu ini." Ucap Niken.
"Ah ini, aku tidak sengaja tergores. Bukan apa-apa kok, hanya luka kecil saja."
"Luka kecil tapi sampai di perban semuanya,pastinya itu cukup parah." Sambung Bobi yang baru saja menghampiri kami berdua.
"Ya kalau tidak di perban dan di biarkan terbuka, nanti yang ada kegores dan terkena debu aneh." Timpal Niken.
"Hehe......"
"Iya juga,"
"Eh kalian duluan aja, aku mau ke tempat loker dulu buat nyimpan buku. Sekalian aku mau ambil buku pelajaran ke tiga,karena aku meninggalkannya di loker minggu kemarin." Jelas ku.
"Ah ya sudah,"
"Kamu mau makan siang sama apa? Biar aku pesankan sekalian."
"Bento yang paket kenyang itu,"
"Baiklah,"
"Kalau begitu kita duluan yah."
"Em....."
Bobi dan Niken pun ,pergi lebih dulu. Sedangkan aku belok ke arah kelas XI IPA 2, untuk menyimpan buku.
Sebenarnya pikiran ku saat ini cukup kacau,karena kepikiran bunda yang tengah berada di rumah sakit.
"Kenapa?"
Ucapan Arhan mengagetkan ku,yang tengah melamun sambil memasukan buku ke dalam loker.
"Eh,"
"Arhan."
"Apa yang kamu pikirkan?"
"Pasti kamu sudah tahu lah, apa yang sekarang tengah aku pikirkan."
"Lalu kenapa kamu nggak ijin saja hari ini,kenapa kamu malah masuk."
"Hem, ceritanya panjang. Aku pun inginnya di rumah sakit untuk menemani bunda."
"Tapi......." Sambungnya.
"Ada banyak keluarga ku di sana, aku hanya tidak ingin saja mendengar......"
"Aku paham maksud kamu,"
Arhan langsung memotong ucapan ku, seolah dia tahu apa yang ada di pikiran ku saat ini.
"Bentar deh, ini kamu belum mengganti perban kamu? Ya ampun Disa, bagaimana bisa kamu ceroboh begini sih?"
"Aku bahkan tidak ada waktu untuk memperdulikan luka ku ini. Lagi pula aku merasa tidak apa-apa,"
"Tidak apa-apa bagaimana? Lihat perbannya sudah kotor dan mungkin tadi basah saat kamu mandi."
Aku hanya bisa diam saat Arhan mengomeli ku saat ini. Bagiku ini kali pertama Ada seseorang yang peduli dengan kondisi ku.
"Sebaiknya kamu ikut aku, kita harus ke klinik untuk ganti perban kamu ini."
"Tidak,"
"Biar aku saja, aku tidak mau ada yang lihat nantinya."
"Baiklah, kalau kamu tidak mau bareng dengan aku. Kamu boleh duluan yang pergi ke sana,"
"Tapi Arhan...... "
"Apa lagi? Tolong dengarkan aku kali ini saja Disa." Ucapnya tegas.
"Baiklah,"
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Aku pun sampai di klinik lebih dulu, di susul oleh Arhan yang berselang beberapa menit saja. Karena ini jamnya istirahat, jadinya di klinik tidak ada siapa-siapa hanya ada aku dan Arhan saja yang baru saja datang.
Dia pun langsung mengambil kotak obat dan meminta ku untuk duduk di atas kasur.
"Ya ampun, pastinya luka kamu sekarang ini malah lembab. Karena tadi basah saat kamu mandi,"
"Mungkin,"
Perlahan Arhan pun membuka perban di tangan ku pelan. Dan benar saja, lukanya tampak basah dan masih mengeluarkan darah.
"Benarkan yang aku katakan,"
"Gimana lukanya mau cepat sembuh, kalau kamu tidak bisa menjaganya."
"Dis, setidaknya jaga diri kamu sendiri. Kamu itu kuat, makanya kamu mampu bertahan sampai sekarang ini."
"Kenapa kamu malah memarahi ku seperti ini? Aku memang tidak merasakan sakit dari luka di tangan ku ini."
Terlihat Arhan menghela nafasnya kasar, dia terlihat frustasi mendengar jawaban ku barusan.
"Oke ,baiklah."
"Lagi pula aku rasa tidak ada gunanya juga mengomeli kamu seperti barusan."
"Sebaiknya sekarang kamu pejamkan mata kamu,karena aku akan mulai mengobati luka mu ini."
"Hem......"
Mungkin sebagian orang akan merasakan sakit saat obat yang di oleskan mengenai luka goresan atau sayatan.
Entah kenapa aku sendiri tidak merasakan apa-apa. Berbeda dengan Arhan yang tampak ragu dan sesekali memejamkan matanya,karena mengira aku akan akan kesakitan.
"Sakit nggak?" Tanyanya.
"Tidak,"
"Yang serius Dis?"
"Kamu tidak percaya?" Tanya ku balik.
"Baiklah......"
Dia pun pasrah dan kembali mengobati luka ku dan membalutnya kembali dengan perban.
"Sudah selesai kan?"
"Sudah," balasnya.
"Makasih ya, karena kamu sudah mau bantu aku untuk mengobati luka dan mengganti perban ku ini."
"Sama-sama,"
"Kalau begitu, aku duluan yah."
"Sepertinya teman-teman ku, sudah menunggu ku lama di kantin."
Saat aku hendak membuka pintu klinik untuk keluar, Arhan tiba-tiba langsung menarik tangan ku dan buat aku berhenti.
"Sebaiknya kamu pergi ke psikiater, aku khawatir dengan......"
"Aku baik-baik saja, kamu tidak usah khawatir. Luka ini pasti bakalan cepat sembuh,"
"Bukan itu maksud aku Dis," bentaknya.
"Aku tahu maksud kamu kok, hanya saja aku belum siap."
"Kasih tahu aku, saat kamu sudah siap. Aku bisa menemani kamu,"
"Arhan,"
"Entah kenapa aku merasa terbebani dengan kebaikan kamu ini."
Aku pun melepaskan genggaman tangan Arhan dan langsung keluar dari klinik. Tanpa melihat ke belakang, aku langsung berjalan menuju kantin untuk menemui teman-teman ku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments