Chapter 2

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Aku pun duduk termenung sambil menangis di kursi yang berada di bagian depan ruangan itu. Rasa sakit di tangan ku, mengalahkan rasa sakit di hati ku saat ini.

Hati ku bertanya-bertanya, kemana ayah sekarang ini. Di saat bunda dan ku membutuhkan kehadiran dia. Apakah kejadian yang menimpa bunda saat ini, ada hubungannya dengan kepergian ayah dari rumah.

Tiba-tiba saja, ada tangan yang meraih tangan ku pelan. Aku sempat terkejut dan langsung melihat siapakah sosok yang berasa di hadapan ku saat ini.

"Arhan......." Lirih ku.

Dia hanya diam saja dan malah jongkok sambil menutup luka di tangan ku,menggunakan sapu tangan miliknya.

"Kenapa kamu membiarkan luka ini mengering begitu saja. Nanti kalau nggak di obati,yang ada luka kamu ini malah infeksi." Ucapnya.

"Sudahlah, kamu tidak perlu memperdulikannya."

"Aku tidak apa-apa," lanjut ku.

"Tidak apa-apa bagaimana? Tangan kamu terluka cukup parah ini. Kalau tidak segera di obati, yang ada....."

"Sudahlah Arhan, jangan pedulikan aku. Sebaiknya kamu pergi saja dari sini," aku langsung memotong ucapannya.

"Terserah kamu, aku hanya ingin menolong kamu."

"Karena apa? Karena kenal sama kamu,meskipun kita tidak begitu dekat." Lanjutnya.

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Arhan Permadi, siswa laki-laki merupakan teman satu kelas ku. Di sekolah dia salah satu siswa yang cukup populer di kalangan siswi perempuan.

Meskipun aku dan dia berada di kelas yang sama,namun aku tidak cukup akrab dengan dia. Arhan termasuk cowok yang tidak banyak bicara dan hanya dekat dengan segelintir orang saja.

Banyak siswa di kelas ku yang menganggapnya sosok yang sombong, karena sikap pendiam dan ngomong seperlunya itu.

Aku pernah dengar, Arhan merupakan cucu dari pemilik salah satu perusahaan Information technology (IT) yang ada di kota ku dan mempunyai beberapa cabang juga di beberapa kota besar di Indonesia.

Meskipun dia terlahir dari keluarga yang berada, namun aku mengakui dia sosok yang cukup sederhana. Dia pun tidak pernah menunjukan kekayaannya itu, baik di depan teman-teman di kelas atau pun di sekolah.

Bahkan dari kebanyakan anak orang kaya yang ada di sekolah ku,rata-rata mereka memamerkan kekayaan yang di miliki keluarganya itu. Beda dengan Arhan, dia begitu sederhana dan berangkat sekolah dengan hanya menggunakan sepeda motor biasa saja.

Mungkin kalau ada anak baru, tidak akan menyangka kalau Arhan itu anak orang kaya. Karena penampilannya tidak menunjukan hal itu.

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

"Aku hanya ingin menolong kamu saja,mana mungkin aku pura-pura tidak lihat. Di saat ada seorang yang aku kenal terluka seperti ini."

"Harus aku pura-pura tidak lihat? Aku tidak sekejam itu Dis," lanjutnya.

Mendengar ucapan Arhan barusan, malah semakin buat aku menangis kembali sejadi-jadinya.

"Kenapa harus kamu yang lihat aku dalam keadaan seperti ini?"

"Kenapa?" Isak ku.

"Aku tidak tahu, masalah apa yang tengah menimpa kamu saat ini. Yang ingin aku lakukan hanya menolong kamu saja."

Arhan kemudian berdiri dan pergi begitu saja. Aku sendiri tidak begitu memperdulikan kepergian dia, kondisi ku saat ini cukup kalut dan hancur.

Aku pun memperhatikan balutan sapu tangan pemberian Arhan barusan,di sana tertulis bordiran bertuliskan inisial nama dia.

Sepertinya itu sapu tangan yang di buatkan khusus oleh seseorang untuk dia.

Tidak lama setelah itu, Arhan malah kembali dengan membawa bungkusan obat dan menarik tanganku.

Dia pun menaruh tangan ku di atas lututnya,perlahan sapu tangan yang membalut luka ku pun dia buka. Ada rasa perih saat sapu tangan itu terbuka,karena adu luka yang menganga cukup lebar.

"Ini pasti akan sakit,jadi tahanlah. Kalau kamu tidak tahan,gigit saja jaket ku ini." Ucapnya.

Aku hanya menganggukkan kepalaku,tanda aku mengerti dengan apa yang di ucapkannya.

"Aku akan mulai mengobati luka mu ini," lanjutnya.

"Iya......."

Saat Arhan mulai membersihkan darah yang sudah mengering, secara spontan aku langsung memejamkan mata ku dengan air mata yang sudah membasahi wajahku.

"Sebenarnya apa yang terjadi sama kamu Dis? Kenapa kamu sampai tidak bisa merasakan sakit di tangan kamu ini."

"Hati ku sakit, luka di tanganku tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan luka di hati ku saat ini." Balas ku.

Mendengar jawaban ku barusan, Arhan yang tengah mengobati luka ku pun langsung terhenti.

"Kenapa? Lucu yah, aku mengatakan ini sama kamu."

"Orang seperti kamu, mana mungkin bisa merasakan sakit yang aku alami sekarang." Lanjut ku.

"Dis, aku tidak tahu apa yang menimpa kamu saat ini."

"Namun satu hal yang harus kamu tahu, kamu tidak sendiri di dunia ini. Di dunia ini ada orang yang menjatuhkan mu,ada pula yang menyayangi kamu. Namun pada akhirnya kamu akan berterima kasih pada keduanya." Jelas Arhan.

"Tapi bagaimana, jika hanya ada yang menyakiti ku saja di hidup ku? Apakah sama, aku harus berterima kasih?" Balas ku.

"Ya......."

"Karena orang itu yang buat kamu kuat sampai saat ini. Kamu itu spesial,kamu itu pilihan. Belum tentu masalah yang menimpa kamu saat ini,menimpa hidup aku atau orang lain. Aku bakalan sekuat kamu,"

"Setidaknya kamu harus kuat untuk diri kamu sendiri." Lanjutnya.

Mendengar ucapan Arhan barusan, aku pun perlahan membuka mata ku. Tangan Arhan pun perlahan menghapus air mata yang membasahi wajah ku.

"Aku tidak bisa mengobati luka hati mu, karena luka hati tidak ada obatnya. Yang bisa mengobatinya hanya kamu sendiri Dis,"

Ucapan Arhan malah buat air mata ku jatuh kembali dengan derasnya.

"Ya sudah,menangislah. Jika itu bisa buat kamu meras lebih baik dan lega."

"Makasih,"

"Makasih, karena kamu sudah baik sama aku."

"Sama-sama, aku mungkin tidak bisa banyak membantu kamu. Setidaknya aku bisa memberikan sedikit kekuatan untuk kamu."

"Iya......."

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Setelah perasaan ku sudah terasa lebih tenang dan luka ku pun sudah di obati oleh Arhan. Tidak lama setelah itu, suster keluar dari ruangan dimana bunda di rawat.

"Keluarga ibu Melia.......!" Serunya.

"Iya, saya sus....."

Aku pun langsung beranjak dari tempat duduk dan menghampirinya.

"Gimana keadaan bunda saya sus?"

"Keadaannya sudah membaik,untungnya beliau bisa melewati masa-masa kritisnya tadi. Meskipun beliau banyak kehilangan darah dan cairan, untungnya masih dapat di tolong dan sekarang beliau tengah istirahat." Jelas susternya.

"Sebaiknya adek langsung ke ruangan dokter,untuk menanyakannya lebih lanjut."

"Baik sus,"

Sepeninggal susternya, aku pun menghampiri Arhan yang sudah berdiri tidak jauh dari ku.

"Jadi, yang kamu tangisi itu ibu kamu?" tanyanya.

"Iya......."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!