Chapter 3

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

"Ya sudah, sebaiknya kamu ke ruangan dokter dulu. Supaya kamu pun tahu,gimana kondisi ibu kamu saat ini." Jelas Arhan.

"Aku akan menunggu kamu di sini,"

Aku pun langsung menuju ruangan dokter yang berada di bagian paling ujung di lorong itu.

*Tok......Tok.....Tok.....

"Ya masuk,"

Aku pun masuk dengan ragu,jujur entah kenapa aku merasakan ketakutan di hati ku saat ini. Aku takut mendengar penjelasan dokter,apa yang akan beliau katakan.

"Ini anak dari pasien bu Melia," ucap suster yang tadi memberitahu ku.

"Oh iya, silahkan duduk dek."

Aku pun duduk dan berusaha untuk tenang,meskipun pada dasarnya aku merasa gugup.

"Jadi begini, kondisi pasien bu Melia tadi sempat mengalami masa kritis. Karena banyak kehilangan darah dari luka yang ada di tangannya."

"Untungnya beliau bisa melewatinya dan sekarang kami berikan obat tidur supaya beliau bisa beristirahat. Sepertinya beliau kekurangan tidur atau istirahat,makanya kondisinya pun sangat lemah."

"Untuk saat ini, saya sarankan supaya beliau di rawat dulu beberapa hari ke depan. Supaya kami bisa memantau juga,kemajuan kondisi beliau. Dikhawatirkan ada hal yang menyebabkan beliau kembali melakukan hal seperti ini lagi kedepannya."

"Saya sarankan juga, sebaiknya adek menghubungi keluarga yang lainnya." Jelas pak Dokter Rahadi.

"Iya dok, saya mengerti."

"Saya ikuti apa yang di sarankan oleh dokter saja. Saya ingin bunda kembali sembuh seperti semula."

"Dek,"

"Sebelumnya saya minta maaf, ini mungkin terdengar sedikit lancang saya menanyakan hal ini sama adek." Ucap beliau.

"Kenapa ya pak?"

"Apa mungkin,kejadian yang menimpa pasien ini ada sangkut pautnya dengan masalah keluarga. Saya lihat beliau seperti tertekan,"

Aku sempat terdiam sejenak, ternyata orang lain pun bisa melihat bagaimana keadaan keluarga ku saat ini.

"Aku tidak bisa menjelaskannya dok,ini menyangkut keluarga ku."

"Ya sudah, saya tidak akan memaksanya juga."

"Jadi apa sekarang,saya sudah boleh melihat bunda saya?"

"Untuk saat ini belum bisa, pasien tengah beristirahat. Nanti kalau beliau sudah sadarkan diri,adek bisa menjenguknya."

"Seperti itu,"

"Baik dok....."

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Dengan hari yang kecewa,karena aku tidak bisa langsung menemui bunda. Aku pun berjalan menuju ruang tunggu dan berniat untuk mencoba menghubungi ayah.

Ternyata Arhan masih ada di sana,tengah duduk termenung sendirian.

"Arhan......"

Dia tampak terkejut dengan kehadiran ku dan langsung berdiri.

"Gimana?" Katanya.

"Bunda lagi beristirahat dan aku belum bisa menjenguknya sekarang ini."

"Jadi gimana? Apa kamu mau pulang saja atau gimana?" Tanya nya.

"Aku akan coba hubungi ayah dulu,"

"Ya sudah......"

Aku pun kemudian duduk dan meraih HP dari dalam saku celana ku. Sebenarnya aku ragu untuk menghubungi ayah saat ini, tapi setidaknya ayah harus tahu kondisi bunda sekarang.

Namun saat aku hendak menelpon ayah,ada telpon masuk dari eyang atau nenek yang tidak lain ibu dari bunda.

Aku sempat ragu untuk mengangkat telpon dari nenek,karena aku takut.

"Kenapa?" Ucap Arhan pelan.

"Ini nenek ku,ibu dari bunda."

"Aku takut Arhan, aku takut salah." Balas ku.

"Angkat saja, setidaknya beliau pun harus tahu kondisi bunda kami sekarang ini."

"Iya......"

Aku pun langsung mengangkat telpon dari nenek dan saat itu pula tangis ku pecah. Aku terus terisak menangis tanpa mengatakan apa-apa,sedangkan nenek terus bertanya pada ku.

"Disa....."

"Kenapa nak? Kenapa kamu menangis?"

"Apa yang terjadi nak? Kenapa tidak bicara?"

"Bicara nak,"

"Dimana bunda? Nenek tadi menelpon bunda,tapi nomornya tidak aktif. Apa bunda baik-baik saja?"

Arhan berusaha menguatkan aku,dengan menggenggam tangan ku erat sambil mengelus pundak ku.

"Bunda,"

"Bunda nek, sekarang ada di rumah sakit nek."

"Hah? Kenapa nak? Apa yang terjadi sama bunda?"

Aku langsung dihujani pertanyaan oleh nenek,terdengar ke khawatiran dari nenek.

"Di rumah sakit mana sekarang? Biar nenek dan paman kesana."

"RS Harapan Kasih,"

"Tunggu nenek di sana ya nak,"

"Iya nek......"

Sambungan telpon pun langsung terputus, ada sedikit ras lega di dadaku setelah menelpon dengan nenek. Meskipun aku pun merasa takut,karena ini kali pertama keluarga dari ibu akan mengetahui kondisi bunda selama ini.

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Bunda memang tidak pernah memberitahukan masalah yang terjadi di dalam keluarga kami selama ini,baik pada keluarga ayah atau pun keluarga bunda.

Saat mba Parmi keluar dan kembali bekerja di rumah nenek, bunda meminta mba parmi untuk tidak membicarakan atau membuka aib dari ayah pada keluarga bunda.

Mba Parmi sempat ragu dan tidak mengiyakan permintaan bunda saat itu, aku pun tahu betul kenapa mba Parmi sempat ragu. Bagaimana bisa, seorang istri yang sudah lama menerima perlakuan kurang baik dan sudah di selingkuhi oleh suaminya masih ingin menutupi kesalahan suaminya dari keluarganya sendiri.

Orang tua mana yang akan menerima,saat mengetahui anak yang selama ini di manja dan di sayang sepenuh hati, di perlakukan tidak baik oleh laki-laki yang menikahinya.

Bunda pun sering kali meminta kak Kaila dan aku,untuk tidak buka suara prihal perselingkuhan ayah dengan tante Livia yang katanya cinta pertama ayah dulu.

Aku dan kakak hanya bisa diam dengan luka di hati yang tiap harinya terus di sirami dengan luka-luka yang baru. Bukan nya sembuh, yang ada luka itu makin menganga dan terus menggerogoti perasaan dan hati ku selama ini.

Hal yang paling buat aku kuat,tidak lain adalah bunda sendiri. Beliau pasti jauh lebih menderita di bandingkan aku dan kakak. Selama kurang lebih 17 tahun, bunda di selingkuhi dan di bohongi oleh ayah. Sosok laki-laki yang selama ini beliau sangat cintai dan sayangi.

Mungkin perubahan sikap bunda sekarang,hanyalah bentuk dari pengalihan rasa sakit yang bunda terima dari ayah.

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

"Arhan......." Lirih ku.

"Ya,"

"Menurut kamu, apa yang aku lakukan sekarang ini benar atau salah?" Tanya ku sambil menatapnya.

"Dis, baik itu benar atau salahnya. Anggap saja, mungkin sekarang ini waktunya buat kelurga kamu mengetahui kebenarannya."

"Sampai kapan kamu dan bunda kamu akan terus menutupi masalah ini?"

"Entahlah, aku tidak tahu."

Melihat aku yang kebingungan,Arhan pun kemudian memeluk ku dan mencoba untuk menenangkan aku.

"Tenanglah, semuanya pasti akan baik-baik saja."

"Ini semua bukan salah kamu," lanjutnya.

Aku hanya bisa menangis dalam pelukan Arhan. Entah kenapa aku merasa nyaman saat berada dalam pelukannya ini. Padahal sebelumnya di antara aku dan Arhan,kami berdua tidak dekat satu sama lain.

"Aku capek......" Lirih ku.

"Iya aku tahu itu," balasnya.

"Biarkan seperti ini, sebentar saja." Lanjut ku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!