...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Akhirnya aku pun merasa jauh lebih tenang,di banding saat tadi aku datang ke rumah sakit. Kalau tidak ada Arhan, aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada ku di sini.
"Oh iya, ngomong-ngomong kamu sendiri lagi ngapain di sini?"
Aku baru menyadari, kalau aku belum menanyakan prihal kepentingan dia di rumah sakit selarut ini.
"Ah itu, tadi bunda meminta ku untuk menebuskan obat untuknya. Kebetulan aku habis keluar dan lewat di dekat sini."
"Sekalian aku bertemu paman ku yang juga bekerja di rumah sakit ini. Namanya dokter Farhan,dia spesialis ahli penyakit dalam." Jelas Arhan.
"Ah seperti itu,"
"Aku merasa tidak enak, pasti bunda kamu sudah menunggu kamu di rumah."
"Tidak apa-apa, lagian obatnya ini masih ada stok di rumah. Hanya suplemen saja,bukan obat yang lain."
"Aku akan menemani kamu,sampai keluarga kamu datang. Aku tidak bisa meninggalkan kamu begitu saja sendirian di sini,terlebih lagi ini sudah malam." Lanjutnya.
Arhan pun kemudian melepaskan jaket yang dia gunakan.
"Pakailah ini,"
"Tapi, bagaimana dengan kamu? Nanti di jalan kamu pasti kedinginan lagi."
"Tidak apa-apa, lagian aku tadi bawa mobil kok."
Mendengar hal itu, buat aku tidak sadar saja. Kenyataan bahwa Arhan anak yang terlahir dari keluarga kaya raya.
"Ah seperti itu,"
"Makasih ya, karena kamu sudah membantu aku."
"Aku tidak bisa balas kebaikan kamu ini, aku hanya bisa terus mengatakan terima kasih atas pertolongan kamu ini."
"Iya sama-sama,"
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Setelah menunggu hampir sekitar satu jam, akhirnya nenek dan paman ku yang merupakan anak bungsu dari nenek pun datang. Dengan segera aku menghampiri mereka dan langsung memeluk nenek erat.
"Sudah tidak apa-apa, sekarang sudah ada nenek dan paman Surya di sini. Kakek pun tengah dalam perjalanan pulang dari Surabaya bersama paman Ikbal." Jelas nenek.
"Ya ampun nak, kamu pasti sudah cukup menderita selama ini."
"Ibu yang jauh lebih menderita di banding aku nek,"
"Iya,"
"Sudahlah."
Nenek berusaha menenangkan aku,begitu pun dengan paman yang mengelus kepala ku.
"Ngomong-ngomong ini siapa?" Tanya paman.
Aku pun langsung melepaskan pelukan dan menyadari kalau aku belum sempat mengenalkan Arhan pada nenek dan paman.
"Ini Arhan,"
"Dia teman satu kelas di sekolah ku. Kebetulan dia lah yang menolong ku tadi di sini. Kalau saja aku tidak bertemu dengan Arhan, aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada ku." Jelas ku.
"Ratna, nenek dari bundanya Adista."
"Saya Surya, pamannya Adista. Adik dari ibunya," sambung paman yang langsung di sambut oleh Arhan.
"Saya Arhan Permadi Wijaya. Senang bisa bertemu dengan nenek dan paman di sini. Meskipun suasana nya tidak begitu baik," balas Arhan.
"Terima kasih ya nak, karena sudah bantu Adista."
"Iya nek, tidak apa-apa."
"Dis, kalau begitu aku pamit yah."
"Sekarang sudah ada paman sama nenek kamu di sini."
"Ah iya, makasih ya."
Arhan pun berpamitan untuk pulang, aku tidak bisa mengantarnya sampai depan. Karena harus mengantar nenek ke tempat ruangan bunda di rawat saat ini.
Aku hanya bisa melihat kepergian Arhan,yang sesekali melihat ke arah ku sambil tersenyum.
"Nenek lihat dia anak yang baik dan sopan." Ucap nenek mengagetkan lamunanku.
"Begitulah,"
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Karena kami masih belum bisa menjenguk bunda saat ini, kami pun hanya bisa menunggu di ruang tunggu sambil terus menguatkan satu sama lain. Aku tahu nenek pasti jauh lebih khawatir saat ini, anak perempuan satu-satunya di keluarganya saat ini tengah terbaring lemah di atas kasur rumah sakit.
"Sebenarnya apa yang sudah terjadi sama kakak selama ini?" Ucap paman Surya.
"Aku tidak bisa mengatakan apa-apa paman. Aku rasa akan lebih baik,jika bunda yang menjelaskannya nanti."
"Itu tangan kamu kenapa? Sepertinya itu luka masih baru." Ucap paman setelah baru menyadari kondisi tangan ku.
Begitu pun dengan nenek yang langsung mengelus tangan ku yang sudah terbalut perban.
"Ah ini, aku tidak apa-apa. Ini hanya luka gores kecil saja paman."
"Tadi terkena goresan pecahan kaca, aku berniat membersihkan pecahannya di sekitaran bunda saat tergeletak di rumah tadi. Mungkin karena aku kurang hati-hati, jadinya seperti ini." Jelas ku.
"Ya ampun Disa, kamu pasti sudah cukup menderita selama ini."
"Ngomong, dimana ayah kamu sekarang ini? Dimana dia, di saat istrinya tengah terbaring lemah di rumah sakit." Lanjut paman.
"Aku tidak tahu,"
"Sejak dari rumah pun, ayah sudah tidak terlihat."
"Hem......."
Paman tampak frustasi dan mengusap wajahnya dengan kasar.
"Aku sudah curiga sejak lama, namun kakak selalu menutupinya dan berusaha untuk melindunginya."
"Maksud kamu apa Surya?" Nenek tampak curiga dengan ucapan paman barusan.
"Tidak bu,"
"Ini hanya prasangka ku saja."
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Paginya setelah aku kembali dari rumah,untuk mengganti pakaian ku dengan seragam sekolah. Aku mampir ke rumah sakit, karena mendapat kabar dari paman bunda sudah siuman dan sadarkan diri.
Setibanya di kamar tempat bunda di rawat, di sana sudah ada kakek dan paman Ikbal. Melihat dari raut wajah mereka, sepertinya mereka sudah mengetahui kebenarannya dari ibu. Karena aku melihat nenek yang tengah menangis sambil memeluk ibu di pangkuannya.
"Ya ampun nak, kenapa kamu tidak cerita sama ibu? Kenapa kamu malah memilih memendamnya sendirian?"
" Kamu pasti sudah sangat menderita nak, ya ampun." Nenek tampak frustasi dan memukulkan tangannya pada kasur.
"Burhan harus bertanggung jawab, atas apa yang menimpa Melia selama ini." Ucap kakek kesal.
Mendengar percakapan keluarga ku ini, aku pun mengurungkan niatku untuk menjenguk bunda dan kembali menutup pintu kamar kembali.
"Sebaiknya aku ke sekolah saja,"
"Yang ada nanti bunda akan lebih sedih, melihat kehadiran ku."
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Aku pun memutuskan untuk berangkat sekolah dengan menggunakan ojeg online. Sama seperti saat tadi pagi aku pulang ke rumah dan kembali ke rumah sakit.
Sesampainya disekolah, aku langsung masuk ke kelas. Bobi dan Niken sudah datang lebih dulu dan mereka tengah becanda di meja tempat aku dan Niken duduk.
Namun perhatian ku malah tertuju pada Arhan, dia yang tengah membaca buku terlihat tenang. Dia mungkin belum menyadari kedatangan ku,karena dia membaca buku sambil mendengarkan musik dengan earphone nya.
"Disa.....!" seru Niken.
Seruannya itu langsung mengalihkan perhatian ku yang tadinya tertuju pada Arhan.
Aku pun langsung menghampiri mereka berdua dan duduk di kursi ku.
"Kamu tadi lihat apa sih? Kok aku perhatikan sepertinya kamu tengah memperhatikan sesuatu." Ucap Bobi.
"Memperhatikan apa maksud kamu? Tidak ada apa-apa kok, itu hanya perasaan kamu saja."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
anggita
ikut ng👍like aja..
2023-06-03
0