Kisah Sang CEO Muda
Menjalin hubungan percintaan tidaklah cukup hanya bermodalkan cinta semata antara masing-masing sepasang kekasih. Butuh adanya kesetiaan yang seutuhnya di antara keduanya.
Tanpa adanya kesetiaan atau saling setia, bisa dijamin hubungan percintaan itu tidak akan bertahan lama. Seberapa pun seseorang menunjukkan kesetiaan yang palsu di hadapan pasangannya.
Pengkhianatan cinta atau bisa dibilang perselingkuhan merupakan salah satu sumber terbesar kesetiaan itu akan lenyap. Sekaligus akan menghancurkan tatanan sebuah hubungan.
Akan tetapi pemuda itu masih sanggup menikmati kesabarannya dikhianati. Dia masih sanggup menegakkan kesetiaannya terhadap sang kekasih, meski sang kekasih menyuguhkan kesetiaan palsu kepadanya.
Sebenarnya bukan sekali dua kali dia melihat kekasihnya tengah berduaan dengan pemuda lain, bahkan sudah beberapa kali. Namun hingga saat ini dia masih saja mendiamkannya.
Tidak mempermasalahkan saat dia sedang bersama Melinda, nama sang kekasih. Tidak menunjukkan gelagat atau sikap aneh terhadap Melinda.
Pemuda itu tetap menjalani hubungannya dengan Melinda sebagaimana biasa. Tetap mencurahkan kasih sayangnya, cintanya, dan kesetiaannya. Tanpa kadarnya berkurang sedikitpun.
Sedangkan Melinda juga menjalankan perannya sebagai seorang kekasih dengan baik. Rasa sayangnya terhadap Raihan, nama si pemuda tetap utuh.
Kalaulah Raihan tidak melihat sendiri perselingkuhan Melinda dengan pemuda lain, tentulah dia tidak akan tahu kalau sebenarnya Melinda adalah pengkhianat cinta. Karena saking bersihnya menjalankan perannya sebagai kekasih yang dibanggakan Raihan.
Memikirkan hal itu membuat Raihan semakin sakit sebenarnya. Namun dia masih sanggup untuk bertahan sambil terus berdoa agar Melinda suatu saat kelak menyadari kekeliruannya.
Tetapi terkadang dia termenung sendiri, kenapa dia masih mempertahankan hubungannya dengan Melinda? Padahal dia tahu Melinda telah berselingkuh di belakangnya.
Semakin memikirkan hal itu semakin membuatnya bingung. Hingga akhirnya dia pasrah saja ketentuan takdir dari Yang Maha Kuasa, bagaimana nantinya kelanjutan dari hubungan asmara di antara mereka.
Hingga suatu ketika peristiwa yang tidak pernah Raihan harapkan terjadi, namun Tuhan menakdirkan terjadi pula.
Kala itu, tepatnya sore hari mereka berada di sebuah kafe yang biasa mereka kunjungi.
Mulanya Raihan merasakan firasat tidak baik saat Melinda mengatakan kalau ada perkara penting yang hendak dia bicarakan. Namun Raihan tetap berusaha rileks, tidak menunjukkan gelagat yang mencurigakan.
Namun hatinya amat penasaran, perkara apa yang hendak disampaikan oleh Melinda kepadanya?
★☆★☆
"Ada apa to, Mel?" tanya Raihan seakan tidak sabaran. Padahal hatinya makin merasakan firasat tidak baik. "Kamu membuat aku jadi penasaran saja. Memangnya kamu mau ngomong apa?"
Melinda tidak lantas menjawab atau menanggapi ucapan Raihan barusan. Sejenak dia tersenyum sambil menatap sedikit aneh pada Raihan.
"Udah berapa lama kita pacaran, Mas Rai?" akhirnya Melinda berkata bernada tanya setelah beberapa saat terdiam. Senyumnya kini telah sirna, tenggelam di balik wajah cantiknya yang kini berekspresi datar.
"Yaaah... sudah setahun lebih," sahut Raihan tetap berusaha bersikap biasa meski hatinya sudah mulai curiga. "Ada apa to kamu tanya kayak gitu?"
"Apakah kamu yakin kalau hubungan kita bakalan berlanjut sampai di jenjang pernikahan?" tanya Melinda mulai terdengar aneh nada suaranya.
"Ya yakin sekali to, Mel," sahut Raihan tetap dengan aksen Jawa Timur-annya, "kita 'kan saling mencintai. Atau kamu tiba-tiba meragukan cintaku?"
"Aku nggak meragukan cintamu, Mas Rai," kata Melinda jujur. "Tapi aku ragu hubungan kita bakalan langgeng kalau kita kayak gini terus."
"Kayak gini terus bagaimana maksud kamu?" tanya Raihan terkejut heran.
"Kamu 'kan udah tahu sendiri kalau aku ni anak orang kaya, anak pengusaha ternama," beber Melinda bernada sinis. "Sedangkan kamu, keluarga aja tidak jelas. Lagian kamu cuma karyawan pabrik sejak dulu."
"Terus?" kata Raihan bernada datar.
"Kayaknya aku nggak bisa bertahan hidup lama bersama kamu selagi keadaanmu kayak gitu-gitu terus."
"Pie to, Mel? Kok kamu tiba-tiba membahas masalah itu?" kata Raihan berusaha tetap sabar atas kata-kata yang diucapkan Melinda yang jelas mengandung hinaan.
"Bukankah kamu sendiri yang bilang tidak bakalan mempermasalahkan tentang statusku?" lanjut Raihan. "Asalkan kita tetap saling mencintai."
"Tapi kenapa sekarang tiba-tiba kamu membahasnya? Seolah-olah hal itu masalah besar."
"Jelas masalah besar bagiku, Mas Rai," ungkap Melinda tanpa dapat ditahan lagi. "Aku tidak mungkin hidup bersama lelaki yang hidupnya pas-pasan."
"Kenapa kamu tiba-tiba aneh seperti ini, Mel?" kata Raihan berusaha tetap sabar dan tenang. "Sudah setahun lebih kita berpacaran, kamu tidak pernah mengungkit-ungkit masalah ini. Tapi kenapa sekarang kamu mempermasalahkannya?"
"Terus terang, sebenarnya sudah lama aku mau ngomong masalah ini kepadamu, Mas Rai," ungkap Melinda. "Tapi aku takut bakalan nyakitin perasaan kamu."
"Tapi kalau aku nggak ngomong sekarang, terus memendam sendiri dalam hati," lanjutnya, "kamu nggak bakalan tahu perasaanku yang sebenarnya saat ini."
"Terus terang, sebenarnya aku nggak tega juga ngomongin masalah ini kepadamu saat-saat seperti ini, Mas Rai. Tapi mau bagaimana lagi, aku nggak sanggup terus-terusan memendamnya hingga berlarut-larut...."
"Aku harus mengungkapkannya kepadamu walaupun terpaksa."
"Mestinya kamu mengingat kalau kita saling mencintai," Raihan masih berusaha membujuk. "Aku yakin kamu pasti masih mencintai aku."
"Ingatlah komitmen kita sejak dulu," lanjutnya. "Kita akan menghadapi segala rintangan bersama-sama. Asal kita tetap saling mencintai, asal kita tetap bersama. Apakah kamu sudah lupa?"
"Sorry, Mas Rai, terpaksa aku melanggar komitmen kita. Lagian, sebenarnya aku nggak mencintaimu lagi...."
Bukan main terkejutnya Raihan mendengar pernyataan Melinda yang begitu lugas itu. Seakan-akan saat ini Melinda menusuk dadanya dengan belati yang berkarat. Sakitnya, amat sakit.
Sampai-sampai sepasang matanya terbelalak menatap tidak percaya pada Melinda.
Sedangkan Melinda tetap menunjukkan sikap datar dan sinisnya. Seakan-akan sikapnya tidak memperdulikan perasaan Raihan yang malang.
"Terus sekarang mau kamu apa?" kata Raihan seakan sudah hilang kesabaran, seakan sudah hilang harapan, tetapi sikapnya masih dalam mode tenang.
"Aku mau kita putus...," kata Melinda bernada mendesah dan agak sedikit tertekan di tenggorokan seolah terpaksa mengatakan.
★☆★☆
Sebenarnya Raihan sudah tahu arah pembicaraan Melinda akan menjurus ke situ. Namun tak urung membuatnya kembai terkejut mendengar keputusan gadis cantik itu.
Untuk beberapa saat lamanya Raihan tidak bisa berkata-kata. Keputusan Melinda barusan jelas amat perih dia rasakan. Langsung menusuk di relung hatinya yang semakin terluka tapi tak berdarah.
Kembali ditatapnya wajah cantik di depannya itu lekat-lekat. Mencari kesungguhan di balik wajah itu.
"Apa kamu sudah pikirkan keputusanmu itu masak-masak, Mel?" tanya Raihan setelah agak lama terdiam. Suaranya agak pelan bagai mendesah, meresapi keperihan hatinya yang amat perih.
"Ya, aku sudah memikirkannya masak-masak, bahkan sudah sejak lama," sahut Melinda berusaha memantapkan suaranya.
"Apa karena kamu sudah mencintai pria lain, sehingga kamu tidak mencintaiku lagi?" tanya Raihan ingin tahu sekaligus menguji kejujurannya. "Makanya kamu minta putus."
"Aku rasa bukan karena hal itu," sahut Melinda tanpa pikir dulu dengan nada berusaha meyakinkan. Tapi jelas dia berbohong.
Raihan mendiamkan saja akan kebohongan Melinda itu. Sepertinya dia tidak ingin mempermasalahkan tentang hal itu terlalu jauh. Dia pikir Melinda memang merencanakan hal itu sudah jauh-jauh hari.
Dia menduga kalau Melinda sudah jatuh cinta kepada pria selingkuhannya itu. Dan tentunya pria itu adalah pemuda kaya sesuai kriteria Melinda. Yang terpenting juga kalau pemuda itu tentunya pilihan ortunya.
Maka Raihan kembali bertanya berlaga tidak tahu akan kebohongan Melinda.
"Lantas karena apa?"
"Hubungan kita nggak direstui oleh kedua orang tuaku," sahut Melinda berkata jujur. "Kamu sudah tahu itu. Orang tuaku nggak kepingin punya menantu kayak kamu."
"Gimana aku bisa mempertahankan perasaan cintaku kepadamu kalau orang tuaku tidak menyetujui hubungan kita? Dan buat apa aku tetap bertahan bersamamu kalau sudah kayak gitu?"
"Lagian mereka memintaku untuk tinggal bersama mereka di Jakarta dan menyuruh pindah kuliah ke sana," lanjutnya.
"Coba kamu pikirkan lagi baik-baik," kata Raihan masih berusaha membujuk. "Kamu pasti masih mencintaiku. Aku rasa keputusanmu meminta putus cuma emosi sesaat."
"Aku sudah bilang padamu kalau aku sudah memikirkan keputusan aku itu masak-masak," Melinda tetap tidak berubah pendiriannya. "Aku memang sudah lama ingin putus denganmu asal kamu tahu."
"Jadi... percuma saja kamu membujuk aku agar merubah keputusanku."
"Aku takutnya kemudian hari kamu akan menyesal," desah Raihan mulai putus asa untuk membujuk.
"Menyesal atau nggak menyesal, itu sudah keputusanku," kata Melinda tetap berusaha tegar dengan keputusannya. "Aku bakalan menanggung resikonya. Kamu nggak usah memikirkan hal itu."
Kemudian, karena melihat Raihan sudah tidak berbicara apa-apa lagi, Melinda melanjutkan mengucapkan kata-kata sebelum berpisah dengan Raihan.
"Aku minta maaf atas segala kesalahanku selama ini kepadamu. Dan aku meminta sangat kepadamu untuk melupakan aku. Anggap kita tidak pernah saling kenal. Anggap kamu tidak pernah bertemu denganku...."
"Karena setelah ini aku akan melupakanmu selamanya...."
"Ucapanmu itu sungguh menyakiti perasaanku, Mel," desah Raihan berusaha tetap tegar dan sabar meski hatinya semakin perih. "Mana mungkin aku bisa melupakanmu?"
"Itu terserah kamu. Sorry, sepertinya aku sudah terlalu lama di sini. Aku pamit, Mas Rai. Jaga dirimu baik-baik!"
Setelah itu Melinda langsung berdiri dari kursinya dengan cepat, lalu melangkah setengah berlari dan tanpa menoleh sama sekali. Seolah benar-benar membuktikan kalau dia akan melupakan Raihan selamanya.
Tinggallah Raihan yang termangu seorang diri. Sepasang matanya yang berkaca-kaca masih menatap ke arah di mana Melinda duduk tadi. Seolah orangnya masih berada di situ duduk menatapnya juga.
Setelah termangu beberapa saat lamanya, Raihan kembali menetralkan perasaannya yang terluka. Setelah itu merenungi dirinya.
Sungguh dia tidak menyangka kalau Melinda sebenarnya merasa tersiksa berpacaran dengannya. Ketersiksaan itu rupanya sudah lama dia memendamnya sendiri.
Barulah tadi dia tumpahkan semua unek-uneknya karena tidak sanggup lagi menampung di dalam hatinya.
Memikirkan hal itu membuatnya merasa bersalah. Memang pemuda miskin sepertinya tidak pantas bersanding dengan gadis kaya seperti Melinda itu. Kedepannya pasti akan menyusahkan.
Di satu sisi juga dia bisa merenungkan kalau peristiwa barusan sudah menjadi takdir yang pasti akan berlaku.
Keputusan Melinda yang menyatakan putus dengannya memang membuatnya terluka dan berduka. Namun keputusan itu juga menyelamatkan dirinya dari keterhinaan yang amat hina.
★☆★☆★
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Al^Grizzly🐨
santai ajah mas bro...jangan terlalu di ambil hati..masih banyak cewek lain.
2023-08-02
1