LAHIRNYA SANG PENCERAH

LAHIRNYA SANG PENCERAH

Bab 1.

Bab 1.

“Bundamu sudah meninggal dunia, Sangga! Yang sabar ya!” Ucap lek Kamto.

“Bunda… Jangan pergi bundaaaaa!” Sangga menangis diatas tubuh bunda yang sudah terbujur kaku. Sangga mengusap muka bundanya yang sangat dia sayangi, dia sekarang sudah menjadi sebatang kara..

“Inna lillahi wa inna ilayhi raji'un, Selamat Jalan, Mak. Maafkan Sangga yang belum minta maaf kepada Bunda.”

Kepergian bundanya yang tiba-tiba, membuat Sanggabuwana sangat sedih. Sangga menangis dipelukan lek Kamto. Dia sangat menyesal tak bisa menemani bundanya untuk terakhir kalinya.

Jenazah bunda Sangga langsung diurus oleh warga lain dan dimakamkan di TPU tak jauh dari  rumahnya. Karena miskin, Sangga tak bisa membuat tahlilan, bahkan sehabis Isya, banyak tetanganya datang dengan membawa makanan dan minuman untuk mendoakan arwah bundanya Sangga.

Sanggabuwana sering termenung  dan melamun dalam beberapa hari ini, sejak dia ditinggal bunda yang sangat dia sayangi dan kasihi, juga hanya satu-satunya keluarga yang dia punya. Selama tiga hari ini juga,  Sanggabuwana tidak datang ke pasar tempatnya menjadi kuli panggul, karena masih berkabung. Sangga saat ini menjadi anak sebatang kara.

Besok paginya, dia pergi untuk bekerja di pasar dari pagi sampai sore, sudah lima hari ini penghasilan menjadi kuli panggul di pasar, lumayan. Sangga berharap dengan tabungannya dia bisa kuliah. Sangga bertekad untuk menabung agar dia bisa mencapai cita-citanya setelah dia kuliah.

Pada saat pengumuman kelulusan sekolahnya, Sangga berhasil lulus dengan predikat yang  terbaik juga hasil

rapornya . Semua guru dan teman-teman sekelasnya memberikan selamat kepada Sangga atas keberhasilannya menjadi yang terbaik.

Sanggabuwana sangat bahagia, tapi dia sedih ketika ingat kepada bundanya yang sudah tiada.  Setelah

urusan sekolah selesai, Sangga berjalan keluar sekolah dengan langkah malas. Ketika dia hamper sampai di gerbang sekolah hendak keluar sekolah, tiba-tiba ada sebuah motor oleng yang dikendarai oleh dua ornag siswi sekolah yang menabraknya.

Perempuan yang bernama Diana jatuh dari motornya dan dia terluka karena ketiban motor matiknya sendiri. Sanggabuwana yang sempat tertabrak, jatuh terduduk, tapi dia segera berdiri dan menolong Diana mengangkat motor dan membantu menyetandari. Diana masih duduk di atas lantai beton di depan gerbang sekolah, merintih kesakitan dan lecet kakinya akibat jatuh tadi.

Sangga bermaksud membantu Diana untuk berdiri, tapi dia malah dimarahi dan dimaki oleh Diana. Kawannya, Rosa yang juga ikut jatuh pada saat itu, langsung terbangun.

“Ayo bangun, gimana sih lo naik motor kenceng gitu! Ayo bangunlah.” Sangga mengulurkan tangannya berniat menarik tangan Diana agar bangun dari lantai beton yang banyak tanah. Tapi ditepis oleh Diana sambil marah.

“Udah, udah, sana! Lo pakai mata kalau jalan!” Diana berdiri dibantu oleh kawan baiknya, Rosa yan diboncengnya.

“Elo sendiri yang salah, bawa motor masuk ke sekolah, ngebut! Kok gue jadinya yang disalahin? Kan gue jalan mau arah keluar! Elo dong yang salah! Main selonong dan ngebut aja dari luar, mana nggak pake rem lagi! Bisa kagak sih lo naik motor?? Kalau nggak bisa elo belajar dulu sana!” Sangga membela diri sambil tangannya membersihkan kotoran di celana belakangnya.

“Eh, orang miskin! Katro!! Elo tidak liat apa, kalau Diana lewat! Elo harusnya minggir! Elo harus ngalah dong sama cewek!” teriak Rosa membela Diana.

“Eh Rosa, gue udah menghindar dan minggir, tapi kenapa dia sengaja mau nabrak gue??! Emang nih anak tidak suka sama gue atau benci sih??!” Sangga balik membantah omongan Rosa.

“Elo harus tanggung jawab dong, motor gue rusak berat nih! Motor baru gue jadi lecet! Ayo ganti, cepat!” Diana setengah menangis melihat motor baru kesayangannya lecet-lecet di bodi depannya.

“Enak aja, gue tidak salah kok! Lagi pula bisa dipoles Ini mah, tidak parah kalii!” ucap Sangga sambil menggelengkan tangannya.“Awas lo miskin! Gue bhilang sama bokap gue nanti di rumah, baru tau rasa lo!!!” Diana mengancam secara serius kea rah Sangga.

“Hah, apa-apa bokap lo, apa-apa bokap lo! Emang bokap lo pejabat, apa? Gue juga nggak salah kok, mentang mentang elo punya  motor baru dan bagus gitu, elo lantas mau nindas dan ancem gue??! Semuanya juga tau kalau bokap elo itu rentenir, tukan ambil barang orang!!” Sangga tak terima dengan ancaman Diana yang tak beralasan.

“Hahaha, takut lo sama bokap gue, kan?? Nanti biar bokap gue buat elo tambah miskin! Emang kenapa kalau bokap gue rentenir? Masalah buat lo? Dikasih makan sama elo??” Diana malah kesal dengan jawaban Sangga yang seenaknya dan menghina bokapnya

“Heh, gue dari dulu juga emang udah miskin! Udahlah sana, urus aja sendiri motor lo yang masih baru ini! Gue mau pulang, cari masalah mulu aja lo!” Sangga langsung berjalan menjauh dari tempat Diana dan Rosa dengan cuek. Sangga tidak mengindahkan sumpah serapah yang dieriakkan Diana dan Rosa dari jauh. Setelah sampai di rumah, Sangga meletakkan tasnya dan berjalan menuju makam bunda dan bapaknya yang bersebelahan.

“Bunda, aku lulus sekolah, bunda gimana kabarnya di sana? Seharusnya bunda saat ini senang karena Sangga lulus sekolah dengan hasil yang terbaik. Bunda, Sangga kangen sama bunda.” Sangga bicara sendiri disamping makam bundanya yang bersebelahan dengan makam bapaknya, sambil memegang Nissan kayu makam. Sangga menngis di pusara sang bunda.

“Bunda, aku mau kerja saja. Tahun depan saja sangga kuliah, doakan ya bunda, Sangga bisa teruskan sekolah sampai sarjana. Supaya nanti, bunda dan bapak bisa bangga dengan Sangga bisa sukses!” Tanpa disadari Sangga menangis lagi.

“Bunda di sana tenang ya, Sangga pamit dulu, assalamualaikum bunda, ayah!.” Sangga berdiri dan meninggalkan makam bunda dan ayahnya sambil menghapus air mata.

Besok paginya Sangga ergi ke pasar untuk bekerja. Saat dia sedang istirahat duduk di sebuah trotoar, dia melihat ada pak Kardi dan tiga orang yangke rumahnya kemarin malam, berjalan menuju dirinya. Sangga yang masih duduk di sebuah trotoar jalan menuju  gudang beras, sedang menanti pekerjaan selanjutnya merasa kaget.

“Heh, kamu Sangga, ya!??!!” Pak Kardi langsung menunjuk ke arah Sangga dengan nada marah dan kesal. Sangga hanya melihat dengn tenang ke arah Pak Kardi dan si botak yang dia kenal.

“Iya, kenapa pak? Bapak cari saya?” tanya Sangga merasa tak kenal dengan pak Kardi, walaupun dia tahu kalau itu pak Kardi. Orang yang berperawakan pendek, ceking dan memakai topi koboi warna coklat sambil menghisap rokok klobot.

“Sini kamu! Saya mau bicara dengan kamu, brengsek!!” Panggil Pak Kardi dengan lagak sombongnya dan merendahkan.

“Elo ada urusan sama pak Kardi?” tanya Warno yang tampak heran karena tiba-tiba kawannya dipanggil oleh pak Kardi, orang yang kejam kalau menagih hutang.

“Paling masalah anaknya yang jatuh dari motor!” bisik Sangga ke Warno sambil berdiri. Keempat teman Sangga pun berdiri semua.

“Ada apa, bapak memanggil saya?” tanya Sangga yang sudah sangat kenal dengan karakter pak Kardi yang kejam dan suka melukai orang.

“Hm, kamu sudah tau kan siapa saya, Sangga? Kenapa kamu berani melukai anak saya, hah!!! Dia anak saya satu-satunya, dan sangat saya sayang!” Kardi kembali menghisap rokok klobotnya setelah marah.

“Saya kan sudah bicara sama si botak ono noh!” Sangga menunjuk ke arah si botak. “Saya itu ditabrak, dan anak bapak itu jatuh setelah nabrak saya! Kalau tidak nabrak saya, ya tidak bakalan jatuhlah, pak!”

“Tapi kamu harusnya bisa menghindar, bisakan??” ucapnya lagi.

“Gimana mau menghindar, pak? Wong anak bapak itu ngebut, saya sudah menggeser ke pinggir malahan dia juga ikutan ke pinggir.”

“Halah, kamu saja yang ingin melukai anak saya yang cantik itu kan??! Pokoknya kamu ganti biaya kerusakan motornya dan kegoncangan mental anak saya!!” Pak Kardi tak mau kalah gertakan dengan Sangga.

“Berapa saya harus gantinya, pak? Wong, cuma lecet saja kok bemper depannya. Sini saya saja yang mengerjakannya!” Ucap Sangga.

 “Dua juta!!"

 “Hahahaha, broo…Masa gue harus bayar dua juta?” Kardi memandang ke semua kawan-kawannya yang tampak kesal dengan kesombongan pak Kardi dan tingkahnya yang menyebalkan.

 “Emang saya ini ATM, pak Kardi? Saya ini tidak punya uang, kalau punya uang segitu, ngapain saya kerja jadi tukang panggul?? lagi pula bapak juga harus ganti dong,  kegoncangan mental saya juga! Kan saya yang ditabrak?? Banyak saksi loh pak, di sekolah!!” Sangga tak mau kalah karena dia merasa tak bersalah.

“Gila lo pak, kalau mau meras temen kita, ya lebih baik kita ribut aja sini! Kita berantem aja deh!! Kita ini semua orang miskin! Kalau bapak dan anak buah bapak masih memaksa Sangga buat membayar uang dua juta karena kerusakan motor anak bapak dan mentalnya,  mending kita berantem aja disini! Kami semua akan membela Sangga! Ayo maju!!” Sahut Badar yang berperawakan tinggi, besar dan brewokan lebat

........

........

BERSAMBUNG

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!