Bab 5.
“Aauuumm…Aummm..!” Macan itu berdiri dan berjalan pelan. Sangga ikuti macan itu dibelakangnya dan berhenti di depan sebuah rumah.
“Hm, benarkah? Bukannya ini rumah yang mengganggu Dira?”
“Aaauummm..!”
“Baiklah, kita masuk.” Mereka berdua masuk dan sampai di sebuah kamar. Ternyata kamar untuk ritual. Disana tampak sajen yang sedang menyala mengeluarkan asap. Tampak seorang anak muda yang duduk bersila di sampingseorang kakek tua.
“Kalian siapa??” tanya kakek tersebut. Dia berbalik badan diikuti anak muda disebelahnya.
“Saya bukan siapa-siapa. Kaliankah yang membuat kakekku meninggal? Apa maksud kalian mengganggu kami?”
tanya Sangga yang sudah bersiap-siap kalauada serangan. Leon pun sudah bersiap-siap untuk menyerang.
“Kakekmu telah menghancurkan peliharaan kami! Kami merasa terusik, dan kalian ikut campur dengan urusan kami!!” Jawab kakek dukun dengan suara berat dan marah.
“Hm, kalian kan kami hancurkan! Siap-siap saja!”
Sangga merapal bacaan doa dan dari tangannya keluar asap putih yang membentuk bola Kristal. Sangga mengambil ancang-ancang dan didorong asap tersebut kepada si kakek dukun!
“HHHHHAAAA!!!!.
DUAR
DUAR
Asap putih pekat menyelimuti ruangan tersebut, Leon mengaum keras dan meloncat ke arah kakek dukun yang sudah tergeletak di lantai. Anak muda disampingnya juga sudah berlumuran darah dari mulut dan hidungnya. Mereka sudah mati tak bernyawa. Leon mencakar-cakar semua muka kakek dan anak muda itu bergantian.
“Sudah Leon!” Tak lama kemudian muncul asap putih yang menjelma menjadi kakek Kresna.
“Kakek!”
“Sangga cucuku, terima kasih kamu sudah membebaskan ruh kakek dari kurungan mereka. Kakek akan pergi ke akhirat. Baik-baiklah kamu dengan Leon!”
“Baik, kek. Kakek janganlah pergi lagi. Aku tak kuasa sendirian kek.” Sangga menangis karena melihat sang kakek yang tersenyum.
“Sabarlah Sangga, kamu memang jodoh dengan liontin itu. Liontin itu memang namanya Leon, dan macan itu adalah penjaga liontin yang kamu pakai. Kakek pergi dulu ya…Selamat tinggal cucuku, Sangga!” Kakek langsung menghilang bersamaan dengan asap putih yag kemudian menghilang.
“Kekek…Aku rindu kakek..!”Gumam Sangga penuh kesedihan. Sangga terdiam melihat dua sosok manusia yang sudah tak bernyawa.
“Alhamdulillah, semua sudah selesai. Ayo Leon, kita pergi dari sini.”Mereka berdua langsung kembali ke rumah.
Sampai di rumah dia merapalkan bacaan doa dan kembali wujudnya tampak nyata. Leon menjaga di samping Sangga.
TOK
TOK
TOK
Sangga membuka pintu kontrakan, tampak Dira dan ibunya ada di depan pintu.
“Mas Sangga!” Dira langsung memeluk Sangga. Sangga kaget, dia tidak pernah dipeluk oleh wanita.
“Hm, maaf Dira, jangan peluk saya! Kita bukan muhrim.”Dira langsung melepaskan pelukannya. Dia menghapus airmata yang mengalir di kedua pipinya. Sangga melihat wajahnya sudah tak pucat lagi dan wajahnya segar
terlihat sangat cantik.
“Nak Sangga, maaf, boleh kami masuk?” tanya Ibunya Dira.
“Oh, silahkan, maaf maaf kok saya malah melamun!” Wajah Sangga memerah bak kepiting rebus. (Bener gak sih? Author nggak tau…hihihihi).
Mereka duduk bersila.
“Oh iya, nak Sangga, ini ibu bawakan lauk untuk dimakan oleh nak Sangga.”
“Oh, terima kasih bu, merepotkan ibu saja1”
“Tidak merepotkan, nak Sangga. Kami kesini juga mau mengucapkan terima kasih kepada nak Sangga!”
“Terima kasih untuk apa, bu? Perasaan Sangga, nggak ada yang Sangga lakukan untuk ibu!”
“Begini nak Sangga. Tadi setelah Dira datang menemui nak Sangga, setelah magrib tadi di rumah kami ada dua ledakan keras yang berasal dari kamar Dira. Kami kaget karena kami berdua memang sedang menonton TV di ruang tamu. Setelah kami ke kamar Dira, kami melihat kamar Dira berantakan. Kami heran, tapi kami mendengar suara nak Sangga, saya sangat yakin suara nak Sangga itu. Dia cuma bilang, Alhamdulillah semua sudah selesai. Begitu suaranya. Dan jelas sekali suaranya!” Cerita sang ibu dengan semangat.
“Setelah ledakan itu juga, sakit yang saya rasakan hilang semua, mas Sangga1” Dira masih terisak.
“Ya kalau begitu, kita memang harus mengucapkan syukur kepada Allah.”
“Tapi nak Sangga, ada permintaan ibu kepada kamu. Tapi Ibu tidak memaksa kamu, nak Sangga.”
“Apa itu?” Sangga penasaran dengan permintaan si Ibu.
“Menikahlah dengn Dira!”
“Hah! Menikah dengan Dira??”
*
Besoknya, di tempat Sangga berjualan, da seorang yang menjajakan Koran siang itu. Sangga ingin membaca berita, dia membeli Koran itu. Sangga juga membaca sebuah iklan universitas yang bisa dia masuki. Sanggabuwana ingin sekali kuliah, walaupun dia miskin tapi dia ingin merubah jalan hidupnya menjadi lebih baik.
Pada hari itu, dagangan cilok dan yang lainnya sudah hampir habis sebelum sore. Tiba-tiba, dia melihat seorang pengemis yang sepertinya tidak pernah dia lihat. Pengemis itu tampak masih muda dengan pakaian compang-camping dan memakai topi robek-robek. Sangga mempunyai feeling, dia bukan seperti pengemis beneran dan membuat Sangga penasaran mengungkap siapa sebenernya pengemis itu? Sangga yakin kalau orang itu sedang menyamar. Kulitnya yang putih membuat dia menggeleng-gelengkan kepalanya.
Pengemis itu duduk di bangku dekat gerobak ciloknya. Sanggabuwana mengaktifkan kalungnya dengan mengucapkan sebuah bacaan doa. Sangga sengaja berdiri sambil merapikan gerobaknya.
“Pak, maaf, mau cilok atau batagor? Kebetulan saya masih ada sisa ini!” Sangga langsung memberikan beberapa potong cilok dan batagor yang tersisa saat itu. Pengemis itu senang sekali dan mengucapkan terima kasih kepada Sanggabuwana.
“Terima kasih mas. Keliatannya enak sekali!!”
“Iya mas, makan saja, kalau kurang saya masih ada beberapa potong lagi. Habiskan saja dulu!”
Sangga berdiam dan menatap beberapa detik sambil merapalkan bacaan doa. Tampak dalam gambarannya, pengemis itu adalah seorang anggota kepolisian yang sedang menyamar, dia sedang memata-matai transaksi narkoba yang dilakukan di hotel samping Sangga berjualan. .
“Oh, yang disana satu orang, menjual majalah! Yang satu lagi di belakang mobil sedang menyamar jadi tukang rokok dan permen!” Sangga mulai mengetahui semuanya. Jelas terlihat gerak-gerik mereka semua. Tapi Sangga hanya bisa menunggu saja.
Sangga duduk disamping polisi tadi, yang sedang asik makan batagor dan cilok pemberiannya.
“Gimana pak. sudah kenyang pak?” tanya Sangga membuka omongan.
“Iya dek, terima kasih, saya belum makan dari pagi, terasa enak sekali cilok dan batagornya. Ada lagi nggak dek? Boleh aku minta lagi? Aku lapar dek!” pinta si pengemis itu.
“Oh, ada mas, walau hanya deikit saja!” Sangga berdiri mengambil sisa cilok dn batagoryang ada di plastik.
“Ini mas, tapi saya tidak punya air minumnya!”
“Iya dek, terima kasih. Tak apa saya tidak minum, saya hanya lapar saja dek!” Pengemis itu menerima cilok dan batagor terakhir.
“Sama-sama, mas!”Sangga bingung memulai dari mana untuk membongkar penyamarannya. Dia terpikir untuk menceritakan apa yang dia lihat hari ini di hotel tersebut.
"Mas tinggalnya dimana, dekat sini?" tanya Sangga menyelidik sambil melihat ke wajah pengemis itu.
"Eh, saya tinggal di pinggir mall sebelah sana, mas!" Jawab pengemis dengan nada sedikit menahan dan emnunjuk ke sebuah arah.
“Jangan bohong sama sayalah mas. Tadi di dekat hotel tu, ada orang Negro yang datang, ada tiga orang dengan menggunakan mobil warna hitam. Dia ada di kamar 430, mas. Transaksi Narkobanya nanti dilakukan sejam lagi. Menurut salah satu orang Negro itu, transaksi tiidak jadi si hotel itu mas, tapi dipindah ke hotel lain di ujung jalan ini. Jadi sebaiknya jangan disini mas, langsung mengarah ke hotel sana!” Sangga menunjuk ke arah ujung jalan itu.
Pengemis itu wajahnya kaget dan diam sesaaat dan menatap tajam ke arah Sanggabuwana. Dia hendak mengambil senjata apinya yang ada di dalam karung yang dia simpan.
“Alah mas, tidak usah mengambil senjatanya mas! Mau menangkap saya percuma, karena mas kalau menangkap saya sekarang nanti kehilangan transaksi itu. Jarak dari sini tidak terlalu jauh, tapi Mas jangan masuk dari depan hotel! Tapi kepung gedung parkirnnya yang ada di belakang gedung hotel itu. Mobil hitam itu kayaknya plat mobil Surabaya. Mereka akanbergerak cepat. Ada mobil sedan mewah yang membawa pembelinya! ” Sangga bicara tanpa menatap ke arah polisi gadungan itu.
“Kamu siapa sebenernya? Kenapa kamu bisa menceritakan semua secara detail? Apa kamu juga termasuk dalam komplotan atau menyamar juga dari kepolisian lain??” Polisi itu curiga dan bergeser duduknya mendekatkan kursinya ke Sangga.
“Hahahaha, saya ini hanya tukang cilok dan batagor saja, mas. Setiap hari juga, Mas bisa bertemu saya disini. Biasanya saya bersama kakek saya berjualan, tapi tiga hari lalu, kakek meninggal dunia, jadinya saya sendiri yang meneruskannya!” Sanggabuwana tetap memandang kearah depan, supaya tidak ada yang curiga mengenai pembicaraan mereka.
“Hm, baiklah, kalau begitu informasi anda akan saya buktikan! Jadi di halaman parkir gedung. Mobil warna hitam, plat Surabaya! Berapa nomer platnya, ksih tau??” ucap sang polisi gadungan itu penasaran.
“Wah wah mas, saya tidak tau mas, dua orang negro dan satu orang dari asia. Hati-hati mereka mempunyai pistol juga! Jadi sebaiknya kepung dari berbagai arah ya, mas!” Sangga melanjutkan bicara sesuai gambaran masa depannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments