Bab 2.

BAB 2.

Pak Kardi dan anak buahnya, semua ketakutan dengan tantangan Badar yang sudah maju bersama ketiga kawannya, mendekat ke arahnya dengan tampang marah.

“Kalau begitu, pak Kardi  yang harus membayar lima juta kepada Sangga! Untuk mengganti gangguan mental Sangga karena ditabrak oleh anak bapak! Ayo sekarang bayar, cepat!! Atau saya lempar tubuh bapak ke kali untuk jadi makanan buaya dan ular!!!” Badar sudah mengangkat kerah baju pak Kardi yang sudah ketakutan. Sangga tersenyum simpul melihat pak Kardiyang sudah gemetar badannya.

“Iy-iyaaa…Saya ng-gakkkk jadi minta sama Sang-Sanggaaaaa…” Dia ketakutan dan ketiga anak buahnya juga sudah didatangi oleh beberapa orang kuli pasar lainnya kawan Sangga. Sangga hanya diam saja sambil tertawa dalam hatinya.

“Apanya yang tidak jadi minta, Hah?? Bapak harus tetep membayar lima juta ke Sangga! Kalau masih belum bapak bayar ke Sangga, tetap kalian akan kami habisi disini!! Mengerti semua??! Kalian itu bisanya menindas orang miskin saja supaya kalian bisa tambah kaya!!” Badar mengangkat kerah baju pak Kardi lebih ke atas lagi.

Sangga sebenarnya kasian kepada pak Kardi, tapi dia membiarkan kepada teman-temannya untuk melakukan sesuatu, biar dia kapok, karena dia juga sering bertindak seperti itu kepada orang yang menunggak bayar hutang kepadanya.

“Iy-ya…Lepaskan dulu ke-kerah baju sayaaaaa!” Badar melepaskan kerah baju pak Kardi. Kemudian pak Kardi membuka tas kecilnya untuk mengambil uang lima juta, sesuai yang diminta oleh Badar. Badar melihat ke arah Sangga dan mengacungkan jempol kepadanya, tandak sukses.

 “Ini…Ini uang lima juta, tolong lepaskan kami semua!!” Kardi memberikan uang kepada Badar sambil memohon.

“Sana pergi!! Awas, kalau sampai si Sangga tetap lo suruh bayar, gue samperin rumah lo!” Badar memegang uangnya dan kembali mengancam Kardi.

“Iya…Saya pulang dulu! Ayo kita pergi semua!!” Kardi langsung balik arah dan jalan ke arah berlawanan bersama dengan ketiga anak buahnya. Mereka semua terlihat ketakutan bercampur kesal.

“Bro, ini uangnya! Simpan, buat elo hidup, karena yang gue tau, dia pasti melakukan sesuatu ke depannya terhadap lo! Pasti dia akan cari gara-gara terus sama lo! Kayak elo nggak tau aja si Kardi!” Badar menyerahkan uang itu ke tangan Sangga, tapi Sangga menolaknya.

“Aku nggak mau terima uang itu! Itu kan uang haram, bro!” Sangga menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Halah Sangga, Sangga, ayo ini pegang!” Badar maksa dan akhirnya Sangga menerima. Sangga membelikan nasi padang dan membagi kepada kawan-kawannya.

Tiba-tiba ada kontainer pengangkut jagung dan beras datang, dan mereka kembali bekerja. Sesudah makan, mereka kembali bekerja mengangkut karung-karung jagung tersebut.

Dua jam kemudian, Kamto berlari ke arah Sangga sambil berteriak-teriak sejak dari jauh.

“Mana Sangga, Sangga, Sangga…Mana Sangga??” tanya Kamto menanyakan ke salah satu kawan Sangga di dekatnya.

“Itu lek, masih manggul disana!” Jawab orang itu. Kamto berlari ke arah Sangga.

“Sangga, Sangga, ayo cepat pulang!!” Lek Kamto berteriak memanggil Sangga dengan nada panic.

“Hah, kenapa lagi lek?” Sangga langsung mendekat kea rah Lek Kamto.

“Rumahmu kebakaran! Dibakar oleh pak Kardi dan anak buahnya,” Ucap Lek Kamto. Sangga langsung  berlari menuju ke rumahnya yang berjarak dua kilometer itu bersama dengan Kamto.. Sampai di sana, rumahnya sudah hangus terbakar. Semua barang-barang didalamnya juga hangus, karena tidak ada yang berani mengeluarkan barang-barang yang ada di dalam rumah Sangga dengan api yang sudah besar. Semuanya tidak ada yang bisa diselamatkan, Api sudah membakar rumah itu dengan cepat.

“HAHAHAHAHA!!” Terdengar suara beberapa orang tertawa kesenangan.

Sangga hanya bengong sambil terduduk, melihat rumahnya yang sudah hangus terbakar yang tak menyisakan satu barang pun yang bisa diselamatkan. Sangga tak bisa bicara apa-apa lagi. Dia bengong sambil mengatur nafasnya yang masih tesengal-sengal sambil memandang api yang berkobar melahap rumahnya.

“Sabar Sangga, kamu bisa tinggal dirumahku, kalau kamu mau tinggal untuk malam ini.” Lek Kamto memberikan semangat. Dia juga sudah datang dengan napas yang ngos-ngosan.

“Tidak usah lek, saya akan pergi saja dari sini. Saya sudah tak punya siapa-siapa juga di sini. Biarlah rumah yang terbakar ini menjadi saksi betapa kejamnya pak Kardi!” ucap Sangga dengan sedih.

PLOK PLOK PLOK

Suara tepok tangan dari seseorang yang datang dengan pakai kaos dan topi koboi.

“Bagus, kerja kalian bagus!” Ucapnya.

“Bos..!” Mereka menundukkan kepala.

“Heh Sangga! Rasakan pembalasanku, kau tadi memerasku di pasar! Lagi pula saya baru ingat, Bundamu punya hutang ke saya sebesar lima juta dua tahun yang lalu, setelah bapakmu meninggal! Dan kamu juga harus membayar dengan bunganya  menjadi sepuluh juta. Jadi kalau dipotong dengan uang yang saya kasih ke kawan-kawanmu tadi, dipotong juga dengan rumahmu yang sudah hangus ini, kamu harus membayar kekurangannya! Lima juta saja, pokoknya saja!!” teriak pak Kardi yang lantang. Sangga hanya diam saja tak menjawab.

 “Sekarang kamu mau bayar tidak??” Pak Kardi kembali mendekati Sanggabuwana. Tangannya menggenggam rahang Sangga dengan keras.

“Bayar lima juta! CEPAT!!” Pak Kardi makin keras menekannya.

“Aduhh…Sttt..Tidak!!??” Sanggabuwana terkejut sambil memegang rahangnya yang sakit karena dicekal dengan kuat oleh pak Kardi.

“Apa kamu bilang?” Dagu Sangga makin dicekal dan dittekan dengan kuat. Sangga merintih dan menahan sakit.

“Jangan pak, saya tidak punya uang!!” Jawab Sangga.

“Apa? Mana uang lima juta yang saya kasihkan tadi? Kembalikan!!” Kardi makin marah.

“Semuanya masih dipegang Badar!!” teriak Sangga kesakitan.

“Hah?? Kalau begitu saya sita tanah ini!!”

“Jangan! Walaupun rumah ini sudah terbakar, tapi ini adalah warisan orangtua saya satu-satunya! Tidak bisa!!” Sangga masih dalam cekalan tangan pak Kardi.

“Pergi kamu dari sini atau aku dan anak buahku akan melemparkanmu ke kali sana, biar dimakan buaya!” Pak Kardi mengancam Sangga seperti yang diancam ke dia oleh Badar.

 “Ya sudah, saya akan bayar, tapi lepaskan saya dulu!” Jawab Sanggabuwana. Dengan memegang dagunya yang sakit. Sangga pura-pura mau membuka tas kecilnya yang ada di pinggangnya. Tapi kemudian Sangga mendorong pak Kardi hingga terjatuh dan dia berlari sekencang-kencangnya menuju keluar kampung.

Sanggabuwana terus berlari tanpa melihat ke belakang, dimana semua anak buah pak Kardi masih mengejar sambil berteriak memanggil namanya. Sanggabuwana berhenti di ujung jalan kampung. Tiba-tiba ada temannya naik motor menyapa Sanggabuwana.

“Sangga, Sangga! Mau kemane lo?” Sangga menengok ke arah kawannya tadi yang sudah berhenti di seberang jalan.

“Cok, anterin gue ke stasiun kereta, dong!” teriak Sanggabuwana dari seberang jalan.

“Oke, ongkoin yee!??”

“Siap!” teriak Sangga. Ucok memutar motornya dan mendekat ke Sangga.

“Ayo cok, cepatan Cok!! Gue mau ngejar kereta sore! Gue mau ke Jakarta ini!” Sangga takut keliatan sama anak buah pak Kardi.

“Oh gitu, oke boss!!!” Ucok melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Sesampainya di Stasiun Kereta, Sangga memberikan uang dua puluh ribu. Ucok senang sekali.

“Elo, mau ngapain Sangga ke Jakarta?” tanya Coki sambil mengantungi uang ke kantung celananya.

“Gue mau ke rumah paman, eh nanti ya, kalau ada yang nanyain gue ke elo, jangan bhilang gue ke Jakarta! Oke?”

“Iya Sangga, elo kan udah baik ke gue. Tapi kenapa baju elo masih kotor gitu, Sang??” tanya Ucok.

“Oh iya, nanti gue beli baju sama celana di dalam stasiun!”

“Ya udah, gue balik dulu, ya Sangga!” Ucok memajukan motornya meninggalkan Sangga.

“Oke Cok, terima kasih!” Sangga langsung berjalan ke dalam stasiun membeli tiket kereta yang menuju ke Jakarta. Setelah dapat, dia keluar lagi untuk membeli beberapa kaos dan pakaian lainnya. Sangga menyempatkan makan dulu dan kemudian Sholat. Karena kereta yang akan ditumpanginya tinggal setengah jam lagi sampai di stasiun, Sangga kembali lagi ke stasiun dan masuk ke dalam peron.

Sangga bersembunyi di sebuah warung, agar tak terlihat oleh anak buah pak Kardi, kalau mencarinya.

Kereta api pun datang dan Sangga naik ke dalam kereta. Dia mencari tempat duduknya dan setelah dapat, Sangga duduk. Di sampingnya ada seorang gadis yang sangat cantic memakai hijab, Sangga menganggukan kepalanya saat sang gadis tersenyum kepadanya.

“Cantik banget ya ini cewek…!”gumam Sangga dalam hati.

Kereta api pun jalan, tampak seorang anak buah pak Kardi melihat Sangga sedang duduk di dalam kereta dari peron stasiun.

“Sangga!!” Orang itu memanggil dari luar kereta sambil berlari. Tapi karena kereta sudah jalan agak cepat dia tak bisa mengejarnya. Amanlah Sangga.

Apakah Sangga sampai di Jakarta dengan Selamat?

.......

.......

BERSAMBUNG

Terpopuler

Comments

Rusliadi Rusli

Rusliadi Rusli

👍👍👍

2023-06-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!