Dipaksa Menikah Dengan Pria Dingin
Sudah kesekian kalinya mereka bertengkar dan bertengkar. Kenapa harus bertengkar ? Pada akhirnya mereka tidak menemukan titik penyelesaiannya. Mereka akan saling tutup mulut semalaman dan akan berusaha berbaikan keesokan harinya, itu adalah sebuah keterpaksaan, karena Ibu datang berkunjung dan yang mereka lakukan adalah menutupi semuanya, seakan mereka baik-baik saja.
"Delia, ibu punya rekomendasi tempat untuk berbulan madu, sangat cocok untuk pengantin baru seperti kalian !"
Ujar Ibu, begitu bersemangat.
"Hmm !"
Delia nampak tak bersemangat, dia seperti sedang melamun dan memikirkan sesuatu.
"Bagaimana kalau kalian berbulan madu di Bali atau di Jogjakarta ?"
Ujar Ibu setelah selesai mencuci tangannya yang tadi berlumuran tepung.
Siang ini Delia sedang membuat kue bersama Ibunya, mereka membuat kue untuk Ayah dan... Sebut saja orang yang sangat menyebalkan dan tak begitu penting bagi Delia, Suaminya, ya.. Dia hanya Pria menyebalkan bagi Delia.
"Kami tidak ingin menghabiskan uang terlalu banyak hanya untuk itu, Bu. Sudah cukup di Jakarta saja. " jawab Delia dengan tenang dan tanpa ekspresi.
Ibu mengamati oven listrik yang didalamnya ada dua loyang kue, lalu mengarahkan pandangannya ke arah Delia untuk kesekian kalinya.
"Memangnya kamu tak ingin jalan-jalan ? Kamu kan baru pulang setelah empat tahun di pesantren, harusnya sih begitu."
Sungguh ibu menyumbangkan ide yang sangat buruk bagi Delia, lagi-lagi yang dia bahas adalah tentang bulan madu, siapa juga yang menginginkan hal itu, Delia sungguh tak menginginkan hal semacam itu dengan laki-laki menyebalkan itu.
Delia memang dari Sekolah menengah pertama dia nyantri di Pondok Pesantren di daerah Padang, waktu masih sekolah menengah dia rutin pulang setahun sekali jika libur puasa dan Hari Raya, hingga lulus Sekolah menengah Atas Delia tetap lanjut nyantri sambil meneruskan S1 di sana jurusan Tarbiyah, setelah Kuliayah Delia memang tak pulang ke Jakarta hingga dia lulus baru pulang.
"Suamimu belum pulang ? Jam berapa biasanya dia pulang, Del ?
"Belum. Gibran tak akan pulang secepat ini, pasti dia masih banyak pekerjaan di kampus."
Gibran bukan lah suami yang menyenangkan bagi Delia, bahkan dia adalah pria yang dingin dan menyebalkan bahkan membosankan setiap harinya.
Delia duduk dikursi ruang makan rumahnya bersama Ibu yang saat ini menatapnya cemas. Delia tak tau apa yang sebenarnya membuat ibu menatap cemas seperti itu kepadanya, karena penasaran Delia pun memberanikan diri bertanya kepada ibunya.
"Ada apa Bu ? Kenapa Ibu menatap Delia seperti itu ?"
Ibu menggeleng pelan dan sedikit mendesah, seharusnya Ibu tak berada di rumah Delia saat ini, karena itu semua hanya akan memperburuk keadaan rumah yang memang sudah buruk dari awal. Akhirnya setelah sekian detik Delia menunggu jawaban ibu, ia pun menjawab dengan nada lelah.
"Delia ! Apa kau baik-baik saja dengan suamimu ? Kenapa kalian tidak terlihat sering bersama ?"
Sungguh pertanyaan ibu bagaikan bom yang mungkin sengaja ibu lemparkan kepada Delia, Delia sudah pasrah dan siap menerima bom berikutnya. Delia tidak mungkin menjawab apa adanya kepada beliau. Delia mengernyitkan alisnya sebentar, lalu menunjukkan ekspresi datar dengan maksud menyembunyikan sesuatu dari Ibunya.
"Maksud Ibu ?" Tanya Delia, sungguh itu bukan pertanyaan yang natural dari mulut Delia, namun dia tak mungkin bisa berkata jujur pada Ibunya, bagaimana keadaan rumah tangganya yang sebenarnya. Ibunya mendesah pelan, ia tau bahwa putrinya mencoba untuk menghindarinya.
Alarm oven tiba-tiba berbunyi sebelum Ibu sempat memperjelas pertanyaannya. Delia benar-baenar bersyukur karena Ibunya kini urung mengorek lebih dalam pertanyaan yang menyebalkan itu.
Ibu mengecek oven dan membukanya, lalu mengeluarkan dua loyang kue yang ada didalam oven tersebut.
Sesekali Delia melihat raut wajah Ibunya yang tersenyum memperhatikan kue lapis yang sudah mengembang itu dalam waktu lima belas menit.
"Ayahmu pasti suka dengan kue lapis ini, dia selalu memuji Ibu ketika dia memakan kue buatan Ibu !"
Ibu tak berhenti tersenyum, sampai tidak menyadari bahwa baru saja dia menggumamkan kalimat yang membuat putrinya iri.
Kalimat itu bukan perasaan percaya diri yang berlebihan, dari dulu Ayah memang selalu menghargai apapun yang dilakukan Ibu, meskipun hasilnya tak sesuai dengan ekspektasi. Memuji istri adalah sesuatu yang bisa membuat seorang istri menjadi bangga dan percaya diri.
"Del, jangan lupa kamu cepat telephone Gibran untuk lekas pulang, katakan saja kau baru saja membuatkan dia kue, pasti dia akan senang dan akan cepat pulang !"
Pesan Ibu, dengan malas akhirnya Delia menuruti kata-kata Ibunya itu dan harus terpaksa juga menelephone Gibran saat bersama Ibu.
Terdengar nada sambung namun tak kunjung diangkat, Delia tau Gibran begitu sulit untuk mengangkat telephon darinya, dan sebaliknya, Delia juga akan enggan untuk mengangkat telephon dari Gibran juga.
Delia dan Gibran memang pasangan suami istri namun sikap mereka tak selayaknya pasangan suami istri pada umumnya, mereka selalu bersikap acuh satu sama lain.
Delia pun memutuskan mengirimi Gibran pesan singkat agar mengangkat telephonnya karena ada Ibu dirumah, barulah Gibran mengangkat telephon dari Delia, itu juga karena terpaksa, karena ada Ibu dirumah mereka.
Dengan ragu Delia bersuara ditelephon.
"Ibu memintamu untuk cepat pulang !"
"Ya !"
Hanya sesingkat itu Gibran menjawab dan langsung mematikan sambungan telephonnya. Dalam hati Delia benar-benar memaki Gibran.
'Dasar laki-laki menyebalkan, Alien ! Seenaknya saja menutup telephon, tidak mengucap salam !'
Delia benar-benar kesal tapi dia mencoba menenangkan dirinya lagi kemudian dia menghampiri Ibunya yang tengah mengiris kue lapis menjadi beberapa potong, sebagian diletakkan dirantang untuk Ayah dan sebagian lagi ia letakkan kepiring. Ibu menata kue lapis itu dengan sangat manis, dengan diberi garnise berupa buah leci dua buah diatasnya, terlihat sangat cantik dan mengesankan siapa saja yang melihat kue lapis didalam piring itu.
"Ini untuk suamimu Del, dia pasti suka melihat kue lapis ini, apa lagi yang membuat adalah istri tercintanya."
Delia hanya tersenyum kecut mendengar celoteh Ibunya itu. Benarkah Gibran akan suka jika yang membuat kue itu adalah dirinya, Delia tak yakin.
Ibu mendongak memperhatikan Delia.
"Bagaimana ? Apakah suamimu bisa pulang cepat hari ini ?"
Delia mengangguk kecil sambil mendesah pelan. Ibu terlihat begitu senang karena menantunya akan datang cepat hari ini, dia cepat menata kue itu dan meletakkannya di meja makan, kemudian dengan cepat ia mencuci tangannya.
Delia sendiri dia segera pergi kekamarnya dan menghempaskan tubuhnya diatas ranjang dan memejamkan matanya, dia sudah lelah bersandiwara, dia ingin segera mengakhiri sandiwara ini, namun dia tak tau caranya.
Tak lama kemudian suara mobil terdengar memasuki halaman rumah Delia, Delia sudah mengira bahwa mobil itu adalah mobil Gibran.
'Saatnya Drama dimulai kembali'
Dengan terpaksa Delia pun bangkit dan keluar dari kamarnya dan ternyata tanpa sengaja dia berpapasan dengan Gibran. Terlihat raut wajah Gibran yang sangat acuh itu pada Delia, membuat Delia benar-benar ingin memakinya saat itu juga, namun dia hanya bisa memendamnya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
𝓐𝔂⃝❥🍁●⑅⃝ᷟ◌ͩṠᷦụᷴfᷞi ⍣⃝కꫝ🎸❣️
dua2 nya saling acuh gitu , gimana mau harmonis rumah tangganya, meski terpaksa nikah sekurangnya bicarakan baik2 bukan malah acuh sesama sendiri, jadi berprasangka gitu kan 🤭 aku mampir 🤗
2024-02-22
2
🏡 ⃝⃯᷵Ꭲᶬ🇩ᵉʷᶦ ₘₑₙₜₐᵣᵢ⑅⃝ᷟ◌ͩ🌀🖌
awal yang bagus cerita nya
2024-02-08
2
꧁𓊈𒆜🅰🆁🅸🅴🆂𒆜𓊉꧂
menarik
2024-01-31
2