Delia kini merasa lega, tugas menjaga rahasia bersama Gibran kini sudah selesai untuk saat ini, setidaknya sang Ibu tidak curiga sedikit pun dengan kondisi rumah tangganya yang benar-benar buruk ini.
Tapi pikirannya kini seakan masih bergelayut di pertanyaan-pertanyaan dan nasihat-nasihat dari ibunya tadi.
Ia berjalan terus sampai ke pintu kamarnya yang masih tertutup, lalu langkah kakinya berhenti.
"Sampai kapan sandiwara ini akan berakhir ?" gumamnya.
Gibran yang mendengar gumaman dari Delia pun menghentikan langkahnya yang akan pergi kekamarnya yang berseberangan dengan kamar Delia. Ya, mereka memang tidak seranjang dan tak sekamar, mereka bak pasangan yang sedang pisah ranjang.
"Sampai orang tua kita yang memutuskannya." Ujar Gibran dari balik punggung Delia.
Delia menarik napasnya dengan berat, rasanya ia ingin melabrak Gibran kalau saja menjawab dengan jawaban seperti itu, mungkin seharusnya Gibran yang harus bertindak, semua ini ada ditangannya, agar sandiwara ini tidak berlanjut terlalu jauh.
"Dasar, kau hanya bisa berargumen seperti itu !" Delia membalikkan tubuhnya menghadap ke Gibran.
Gibran pun memutar tubuhnya dengan malas menghadap pada Delia.
"Memangnya kamu pikir aku mau menikahi gadis seperti mu, kasar dan menyebalkan !"
"Kau bilang apa ? Aku juga tidak sudi menikah dengan laki-laki sepertimu, dingin dan tak tau perasaan wanita, kalaupun aku harus pergi dari rumah ini, aku rela, sekarang juga aku akan angkat kaki dari rumah ini. Tapi seperti katamu kita harus menjaga perasaan kedua orang tua kita. Apa kau masih ingat dengan kata-katamu yang bijak itu kan, Tuan Gibran yang menyebalkan ?"
Delia menatap Gibran dengan tatapan sinis yang mematikan, namun Gibran seakan tak gentar menatap kearah Delia.
"Tentu saja aku ingat, dan aku tidak akan mengingkari semua kata-kata aku itu, semua sandiwara ini akan terus berlanjut hingga kau bisa membujuk kedua orang tua kita untuk memutuskanya !"
"Kau bilang apa ? Kenapa harus aku yang membujuk orang tua kita ?"
"Iya karena sumua ini adalah salahmu ?"
"Kenapa harus salahku ? Kau yang pertama kali datang bersama keluargamu untuk melamarku waktu itu !"
Gibran terkekeh mendengar perkataan Delia.
"Itu semua kulakukan demi keluargaku, jika bukan karena keluargaku, aku tak sudi menikahimu !"
"Aku pun juga sama, aku menerima lamaran keluargamu bukan semata-mata aku mencintaimu, namun kulakukan demi keluargaku, siapa juga yang sudi dinikahi oleh pria dingin menyebalkan sepertimu !"
Gibran pun enyah dari hadapan Delia dan membanting pintu kamarnya dengan keras, hingga membuat Delia terlonjak kaget.
"Dia itu memang bukan manusia, sssshhh, selalu menyebalkan." rutuk Delia dengan sangat kesal. Delia pun kini masuk kedalam kamarnya dengan membanting pula pintu kamarnya, dan menjatuhkan tubuhnya dengan kasar diatas ranjang.
"Kenapa aku harus menikah dengan pria seperti dia ?" gumam Delia, setetes air matanya pun mengalir. Jika saja dulu dia bisa menolak perjodohan dengan Gibran, mungkin saat ini dia bisa bahagia dan menjadi wanita bebas tanpa harus merasa menjadi orang lain dengan bersandiwara didepan semua orang. Ini sungguh tak adil bagi Delia.
Sedangkan Gibran dia membenamkan mukanya pada bantal, sesekali dia menarik napas untuk menghilangkan pikiran-pikiran rumitnya, tanpa disadari, Gibran sudah terlalu jauh berpikir tentang kehidupannya yang kacau begitu saja dan dia tidak tau harus berbuat apa selanjutnya, dia sudah pasrah. Dia tak tau akan berbuat apa pada hidupnya nanti, ia tak bisa mengambil keputusan, karena selama bersama Delia dia tak pernah merasakan getaran-getaran kecil dihatinya. Terasa aneh dan sepele, hanya karena ingin melihat orang tuanya bahagia dia harus menerima untuk dinikahkan denga Delia yang tak pernah dia kenal, bahkan asal-usulnya pun dia tak tahu menahu tentang gadis itu, entahlah Gibran masih tak mau mencari tahu tentang gadis itu, yang dia tahu Delia dulu pernah nyantri di daerah Padang, hanya itu saja dan Gibran tidak perduli lagi selebihnya.
Gibran menarik napasnya dalam-dalam lagi, dulu waktu dia mondok, seorang ustandznya akan menjodohkannya dengan seorang santriwati disana, namun bodohnya dia tak mau, mungkin ini salahnya, seandainya saja dia mau, mungkin dia tak akan bertemu dengan Delia, dan menikahi Delia.
Namun dunia ini memang penuh dengan teka-teki, orang pun juga akan salah memecahkan sebuah misteri itu, apakah dia akan menggantungkannya dengan waktu, tapi waktupun kadang tak pernah bisa mengubah keadaan.
Dia harus bisa membujuk kedua orang tuanya untuk menyetujui perpisahannya dengan Delia, sebelum resepsi pernikahan itu terjadi. Tapi mungkin saat itu dia pasti akan menjadi seorang anak yang tak dianggap oleh orang tuanya, bahkan dia masih ingat kata-kata ayahnya waktu itu saat melamar Delia. Jika dia menolak untuk dinikahkan dengan Delia, maka dia akan menjadi anak durhaka, pendosa dan yang pasti tidak akan dianggap. Itu ancaman atau doa ? Pikirnya murung.
Meskipun Gibran kini pusing memikirkan dunianya, setidaknya dia masih bisa menutup matanya dan mengistirahatkan otaknya itu untuk hari ini, ini sungguh hari yang sulit yang dirasakan oleh Gibran, Gibran menjalaninya seakan tertatih dan merangkak saking beratnya beban hidup yang ia rasakan. Gibran meraih bantal disampingnya dan membekap mukanya lalu berteriak sekencang-kencangnya. Dia tak sadar kini dia melakukan hal rewel yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Ia sudah tak kuat memikirkan hidupnya, ditambah dengan Delia.
Namun Hal yang sudah biasa beberapa hari ini saat mereka sedang berdebat, mereka akan berdiam diri dalam kamar masing-masing dengan waktu yang tak bisa ditentukan dan bisa ditebak, mungkin tiga jam, lima jam atau seharian. Mereka akan keluar kamar jika mereka akan makan dan kekamar mandi. Tapi seperti biasa, Gibran yang tak pernah tahan jika harus berlama-lama diam, dia pasti tetap membutuhkan Delia untuk menyiapkan makanan, karena dia tak pandai bekerja didapur, jadi ketika dia hendak makan dia harus bisa membujuk Delia agar mau menyiapkan makanan untuknya, sedangkan Delia sendiri dia pun kadang merasa tak tega membiarkan anak orang harus merasa kelaparan dirumahnya sendiri. Jadi walaupun mereka kadang sering bertengkar, mereka akan berusaha membujuk satu sama lain jika mereka sedang butuh sesuatu.
Delia kini bangkit dari rebahannya, dia baru ingat bahwa dia belum menanak nasi, jadi dia harus segera menanak nasi dan masak seadanya yang ada didalam kulkas, agar Gibran tak perlu membangunkannya nanti ketika dia sedang tidur, karena rencananya dia akan tidur dalam waktu yang cukup lama. Ceritanya dia akan berhibernasi gitu, dia berharap ketika dia terbangun nanti pikirannya akan menjadi fress kembali dan akan lanjut beraktifitas, karena dengan banyak beraktifitas dia bisa melupakan segala masalah yang ada di hidupnya kini.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
𝓐𝔂⃝❥🍁●⑅⃝ᷟ◌ͩṠᷦụᷴfᷞi ⍣⃝కꫝ🎸❣️
masing2 ego tinggi ngak mau ngalah, bertengkar mulu gimana mau selesai, bicara baik2 mulai dari berteman kek, nie awalnya aja udah musuhan 🤭 tp mungkin juga lama2 bakal terbiasa dan saling dekat dua2 nya butuh waktu ya.
2024-02-22
2
@🦄♔🤎sͥa͜sͣaͫ ²❀∂я🆄ᶰᶦᵠ᭄࿐
semangat kak
2024-01-31
1
🎀🤎⃟ ♔↬sᷠ͜aⷷs̰ᷠa̰ᷛ↫❀∂я
semangat terus thor
2024-01-31
2