03. Germinate

Tawa bisa memulai segalanya.

---

"Dah, Bayu!"

Surti melambai ceria pada kepergian Bayu yang pagi ini mengambil kelas musik di gedung seberang. Sementara kini Surti akan memasuki kelas praktek yang mana baru pertama kali ia datangi. Langkahnya yang ceria membawanya pada salah satu ruang teori, kemudian langkahnya itu terhenti ketika melihat papan tulis yang berisi tulisan dari dosennya.

Saya mendadak ada urusan. Tolong bentuk kelompok berisi dua orang untuk membedah kodok dan beritahu bagaimana struktur tubuh, penyakit-penyakitnya dan bagaimana cara menyembuhkannya.

Kelompok sesuai absen. Agar kalian semua akrab. Akan saya kirimkan kelompoknya pada Abdul Muhaimin.

Surti menganga melihatnya. Perempuan berambut ekor kuda itu menggaruk kepalanya yang tak gatal. Kemudian agak menghentakkan kaki karena kesal sebab yang ia harapkan dosennya datang.

Dengan setengah hati, Surti duduk di bangku kedua di belakang Abdul Muhaimin yang ia kenali karena orang-orang sempat menanyainya tentang kelompok. Surti menepuk pundak Abdul sok akrab dan tersenyum lebar ketika Abdul menoleh padanya.

"Iya, kenapa, ya?" tanya Abdul bingung. Wajar, ia baru pertama kali melihat Surti.

"Bisa kasih tau aku itu satu kelompok sama siapa?" tanya Surti sopan, dengan nada ramah yang membuat Abdul langsung paham.

"Ah, iya. Nama lo siapa?"

"Surti."

Abdul melihat ponselnya dan mencari-cari nama Surti, kemudian mendongak dan menatap Surti setelah yang ia cari telah ketemu. Wajahnya agak ragu, membuat Surti mengernyit bingung.

"Kenapa, Dul?" Surti bertanya refleks.

Arah pandang Abdul bergeser pada sebelah kanan Surti. Melihat itu, otomatis Surti mengikuti. Ia menoleh pada samping kanannya dan langsung melotot tak percaya karena melihat seseorang yang luar biasa diluar perkiraannya. Dengan wajah terkejut, ia menoleh kembali pada Abdul.

"Sama Sultan?" bisik Surti, entah mengapa bertingkah seolah malu sendiri.

Abdul mengangguk, kemudian menepuk pundak Surti dengan tatapan  penuh arti. "Semangat, Sis!"

"Surti! Nama gue Surti, bukan Siska," koreksi Surti begitu saja.

"Lah." Abdul tertawa heran. "Maksud gue sister, kakak perempuan, bukan Siska."

"Oh, begitu, ya," tukas Surti sambil cengengesan. "Aku kira Siska."

Mendengar suara deritan kursi di samping kanannya membuat Surti langsung menoleh dan refleks ikut berdiri saat Sultan beranjak secara tiba-tiba. Sebel benar-benar keluar ruangan, Surti telah berlari dan menghadang Sultan tepat di ambang pintu.

Surti merentangkan kedua tangannya. "Mau ke mana? Kita kan satu kelompok! Ayo kita kerjakan tugasnya!"

Sultan agak menunduk, untuk dapat menatap Surti dengan tatapan datar seperti biasanya. "Males banget satu kelompok sama lo."

"Lah? Kok gitu?" Surti mengerjap polos. "Memangnya aku kenapa?

"Lo lupa tentang kemarin?"

"Ya, kemarin kita memang cekcok, tapi bukan berarti selamanya kita bakal jadi musuh, kan?" Surti bertanya sambil menatap Sultan tak mengerti. "Aku orangnya ramah dan pemaaf, kok. Tenang aja. Bahkan jaket kamu kemarin, aku ambil dan simpan baik-baik."

Sultan tertawa tak habis pikir atas kelakuan Surti yang satu itu. Bagaimana bisa seseorang bisa seberani itu untuk mengambil barang buangan seseorang yang telah merendahkan harga dirinya di depan orang banyak?

Pada akhirnya, ia menyerah untuk menjadi egois. "Sana beli kodoknya. Gue tunggu di taman deket parkiran."

Ketika Sultan akan beranjak lagi, Surti menghentakkan kakinya dengan mata melotot. "Uangnya mana?"

Sultan berdecak kecil. "Lo minta nomor rekening penjualnya, bilang bakal dibayar sama Sultan Teuku Prasetyo. Paham?"

"Paham," jawab Surti cepat. Sebenarnya ia sangat kagum dengan Sultan, namun agak tak menyangka bahwa sifat sombongnya setinggi ini. Setiap bicara, matanya selalu meremehkan lawan bicaranya. Surti merasakan itu.

Melihat Surti yang masih diam dan merentangkan tangannya, Sultan segera menepis tangan kiri Surti untuk dapat berlalu dengan langkah tegas khasnya.

Surti mengerjap ditinggal begitu saja, namun pada detik berikutnya ia segera melangkah untuk membeli kodok.

***

Seperti biasa, Sultan bersama Alfin, Arka dan Gerald berada di kantin karena ketiganya tak memiliki kelas yang harus dihadiri hari ini secara kebetulan. Sultan langsung memesan seporsi makanan karena tiba-tiba perutnya terasa kosong.

Sementara itu, Alfin memainkan game di ponselnya, Gerald melakukan Video-call dengan pacar yang entah ke-berapanya, dan Arka sibuk membuat presentasi di MacBook Air 2019 milik Sultan untuk dikumpulkan besok. 

"Sultan, nih!"

Sultan hendak menyuapkan sepotong steak ke dalam mulutnya ketika tiba-tiba Surti datang dengan sekantung hitam yang bergerak-gerak. Jelas, melihatnya Sultan langsung bersiaga dan menatap Surti dengan tajam.

"Lo ngapain?"

"Apaan, nih?" tanya Alfin penasaran, langsung membuka kantung hitam yang dibawa Surti dan sesuatu langsung melompat ke arah Sultan.

"WHAT THE ****! SHIT!" Sultan langsung menjauh dengan wajah super takut, bahkan hampir memeluk Gerald yang masih sibuk dengan wanitanya.

"Ada apa ini?" tanya Gerald yang kini telah tertarik pada apa yang membuat Sultan berteriak sedemikian rupa.

Kejadian ini pun menjadi perhatian bagi mahasiswa atau mahasiswi yang kebetulan berada di kantin. Sultan yang ketakutan setengah mati setelah melihat kodok yang meloncat dari kantung hitam itu segera mendekat pada Surti dan menatapnya dengan marah.

"Lo nggak liat gue lagi makan?!" tanyanya murka. Beruntung kodoknya hanya ada satu dan kini telah aman karena kodok itu telah meloncat menjauh entah ke mana.

"Aku liatnya kamu ketakutan sama kodok, hahaha," balas Surti, justru dengan beraninya ia tertawa seolah meledek.

Alfin bertatapan dengan Gerald, memikirkan hal yang sama dengan wajah cengo. Sepertinya perempuan yang duduk sembarangan di kursi milik Sultan kini sangat-sangat gila.

Berani sekali tertawa seperti kuntilanak di depan Sultan yang pada kenyataannya menjadi bahan tawaan perempuan itu.

"Suruh siapa lo bawa kodoknya ke sini?" tanya Sultan, berusaha menahan amarahnya dan bertanya tajam. "Lo nggak punya otak?"

"Aku punya otak," balas Surti langsung. "Tapi aku nggak bisa langsung ke taman parkiran karena bisa aja kamu nggak ke sana dan langsung pulang."

Sultan tertawa hambar, dituduh seperti itu tanpa bukti nyata oleh sembarang orang seperti Surti. "Gue mending kerja sendiri."

Keputusan yang dikatakan secara tiba-tiba itu membuat Surti membulatkan matanya dengan panik. "Hah, kok gitu? Heh, nggak bisa, ya!"

Namun, bukan Sultan jika tak egois hanya untuk berkelompok mendapat nilai. Mata hitamnya menatap Alfin dan mengisyaratkan untuk segera pergi. Alfin menerima sinyal itu, kemudian segera mengirimnya pada Gerald dan Arka.

"Heh!" seru Surti mencoba untuk menghentikan kehendak Sultan.

Sultan tak mendengarkan, ia menatap Surti tanpa minat sebelum akhirnya beranjak lebih dulu, memimpin langkah untuk ketiga temannya. Namun, baru dua langkah ia tempuh, Surti sudah menghadang dengan merentangkan kedua tangannya lagi.

"Nggak boleh!" seru Surti memaksa.

"Lo siapa." Dengan mudahnya, Sultan menepis tangan kiri Surti dan melangkah lagi.

Tak kehabisan cara, Surti kembali muncul saat satu langkah Sultan melanjutkan langkahnya. Kini, Surti menahan dada Sultan dengan kedua tangannya. Ketika Sultan masih pada keterkejutannya, Surti mendongakkan kepalanya untuk menatap Sultan dengan sorot super jengkel.

"Keras kepala banget, sih?!" kesal Surti tak habis pikir. "Aku udah berusaha nangkap kodok di kolam warga. Nggak bisa apa, hargain sedikit?"

"Iyain aja, bro," kata Alfin menyarankan. "Kasian sih, dari tadi keliatan berusaha banget. Orang-orang juga pada liatin."

Gerald mengangguk, ikut setuju pada perkataan Alfin. "Iya, kasian."

Arka menatap pemandangan di depannya dengan tatapan datar, tak minat sama sekali. Dari tadi, ia hanya menyimak, tak mau ikut campur karena sepertinya Sultan dan Surti memiliki masalah pribadi yang harus diselesaikan berdua saja.

Sultan berbalik, menatap Alfin dan Gerald dengan datar, kemudian beralih pada Surti yang masih sama jengkelnya. Pada akhirnya, Sultan melangkah lagi setelah memaksa untuk menyingkirkan tubuh Surti dari hadapannya.

"Ish," gemas Surti sambil mengepalkan tangannya. "Batu banget itu orang! Euh!"

Dengan kekuatan yang tersisa, Surti berlari dan mencubit pinggang Sultan begitu saja. Membuat Sultan sedikit menggeliat dan tertawa. Tawa itu ikut membuat Surti melongo, pasalnya ia tak pernah membayangkan Sultan memiliki tawa selucu itu di wajahnya yang selalu tajam dan bengis khasnya.

Ketika Sultan sadar, wajahnya langsung kembali datar dan tajam.

"Lo ngapain lagi, sih?" tanya Sultan akhirnya merasa risih juga. Langkahnya terhenti dan menghadap Surti dengan instens.

Pemandangan ini menjadi bahan tontonan dan tak ada yang mau melewatkannya untuk diabadikan.

"Kita kan satu kelompok, harusnya sekarang kita kerja!" seru Surti, menyalurkan kekesalannya yang tiba-tiba memuncak. "Kamu kenapa sebegitu nggak maunya, sih?"

Surti mencubit pinggang liat Sultan lagi dan itu refleks membuat Sultan kegelian hingga tertawa kecil yang sangat jarang bisa muncul seperti ini. Bahkan Alfin dan Gerald pun melihatnya dengan takjub, seperti melihat keajaiban dunia.

"Lo berani banget nyentuh gue." Sultan menggertak tak suka.

Surti justru tersenyum miring. "Kayaknya aku tahu kelemahan kamu."

Ketika Surti akan mencubit lagi pinggang Sultan, tangannya yang kecil itu langsung digenggam oleh tangan kekar Sultan. Membuat niat awalnya gagal.

"Stop. It." Tekan Sultan marah.

"Aku bakal berhenti kalau kamu mau kerjasama." Surti mendongakkan kepalanya untuk dapat bertatapan langsung dengan Sultan. Matanya menyombong karena tahu akan menang. "Gimana?"

Sultan menggeram kecil. Rahangnya mengeras karena gigi-giginya dengan kuat saling menekan untuk menahan emosi.

"Fine."

Pada akhirnya, Sultan menyerah.

***

"Tau nggak sih, Bay," mulai Surti sambil tertawa kecil. "Ternyata kelemahan Sultan itu cuma cubit pinggang. Aneh banget, tapi lucu deh. Dia ketawa waktu aku cubit. Jadi gemes."

Waktu sudah sore dan satu jam telah berlalu sejak Surti bekerja sama dengan Sultan untuk membedah kodok dan mencari penyakit serta penyembuhannya. Yang mana pada akhirnya semua tugas diserahkan pada orang lain karena Sultan mendadak dipanggil untuk segera pulang.

Bayu menjemputnya, mereka pulang bersama dan pada akhirnya kini duduk bersebelahan di kursi reot depan kos yang disewa Surti. Kos Bayu, khusus laki-laki, berada sepuluh meter dari kos Surti yang khusus perempuan.

Bayu sudah menceritakan bagaimana pengalamannya bermain saxophone di kelas musik tadi, dan kini giliran Surti menceritakan pengalamannya sewaktu mengikuti kelas praktik pertama yang rupanya hanya diberi tugas kelompok.

"Kamu ... suka ya sama Sultan?" tanya Bayu, menyuarakan hasil spekulasi dalam benaknya.

Surti tertawa canggung. Ia mengusap tengkuknya yang tak gatal. Tak berani melihat Bayu secara mendadak. "Hm... mungkin... ya kan kamu bisa pikir sendiri, mana ada cewek yang nggak suka cogan."

Jawaban itu sudah lebih dari cukup untuk bisa membuat Bayu menghapus seluruh harapannya pada Surti. Namun, tak semudah itu untuk Bayu menyerah.

"Kamu harus hati-hati, lho. Sultan itu bukan orang sembarangan, bisa juga dia membuatmu terluka. Ini kan pertama kalinya kamu tertarik pada seseorang," kata Bayu memberikan saran. "Aku khawatir cinta pertamamu akan sangat menyakitkan."

Surti mengulas senyum tipis. "Aku harap yang baik-baik aja yang terjadi."

"Iya," balas Bayu, mau tak mau bersikap seolah menyetujui perasaan Surti untuk berkembang.

"Eh, aku punya mie cup di kos," kata Surti tiba-tiba. "Kamu mau?"

"Boleh," jawab Bayu."

"Oke, aku ambilkan dulu ya," pamit Surti sebelum masuk ke kamar kos super sempit miliknya yang hanya terdapat kasur gulung, dan dua tumpuk kardus yang isinya makanan serta pakaiannya. Surti mengambil dua mie cup simpanannya di kardus paling atas dan memberikannya satu pada Bayu.

"Air panasnya mana?" tanya Bayu begitu menerima mie cup dari Surti.

Surti duduk sambil menghela nafas panjang, wajahnya murung dan sedih sambil membuka kemasan mie cup di genggamannya. "Akhir bulan gini mana ada uang buat beli gituan. Udah deh, makan mentah aja. Enak, kok."

Bayu menelan ludahnya kasar. "Sial, aku juga kehabisan uang. Tanggal 31, ya, sekarang?"

Surti tertawa. "Iya."

"Yaudah deh, makan mentah juga sama aja. Dimasaknya di lambung aja," cetus Bayu pada akhirnya, ikut membuka kemasan mie cup dan memakannya mentah-mentah.

Miris sekali. 

Suara keriuk-keriuk di mulut mereka menjadi satu-satunya suara yang mendominasi pada sore sepi yang akan segera berakhir itu.

"Ah, aku ingin sekali cepat-cepat lulus. Menjadi dokter dan menyembuhkan banyak orang yang tidak bisa membayar biaya perawatan seperti ayah dan ibuku," harap Surti setelah menghabiskan satu mie cup itu. "Kadang, aku agak lelah terus hidup seperti ini. Pahit, tak berasa. Tapi aku harus tetap hidup, harus tak menyerah, harus bersyukur dan bersabar. "

Bayu yang paham bagaimana kehidupan Surti sebelumnya hingga harus berjuang sendiri untuk kuliah dan mencapai cita-citanya, hanya mampu mengaminkan dalam diam. Kondisi ekonomi Surti lebih buruk darinya yang beruntung masih memiliki keluarga.

Berbeda dengan Surti yang kedua orang tuanya telah meninggal sebab ketidakadilan pihak rumah sakit. Bayu paham rasa sedih, kecewa dan marahnya Surti. Empat tahun telah bersama, bagaimana mereka tidak sejiwa?

"Iya, Surti. Aku pun sama sepertimu." Bayu menipiskan bibirnya, bertekad kuat untuk mencapai mimpinya yang sama dengan Surti, menjadi seorang dokter untuk menyembuhkan orang-orang tak mampu dan memberikan keadilan pada mereka.

Surti tersenyum.

"Ayo kita berjuang mati-matian!" seru Bayu semangat.

Surti mengangguk, mengepalkan tangannya ke atas dan berseru lebih keras, "YA, AYO!"

***

Terpopuler

Comments

ferisa baroatin

ferisa baroatin

semua novelmu bagus2 thor..

2021-06-10

0

sanSan

sanSan

hmmm... nemu lagu nih ciris penulis...
hehehehe ...
awal baca, namanya Indonesia banget, dan mulai penasaran. akan ada apa dengan namanya...
aku makin nge-fans sama kamu mbak dini 😍😍😍

2019-12-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!