Hari yang seperti biasa (2)

Sekali lagi ayah hanya tersenyum menatap ponselnya dan nama pemuda itu di sana. Lalu berpaling ke sekolah putrinya menimba ilmunya.

"Bertahanlah, sebentar lagi dia akan datang."

Risa berjalan di koridor kelas XI sekolahnya, kiri kanan ia bisa melihat kelas-kelas berjejer. Kiri kanan pun dirinya diperhatikan siswa-siswi yang menggosipkan dirinya. Risa merasa berat melangkah dan lima meter lagi jarak ia dengan kelasnya, tapi rasanya bagi Risa seperti lima kilometer menuju kelasnya.

Saat lagi berjalan ke kelas, Risa tak sengaja menatap salah satu kelas dan sialnya ketiga gadis yang merundungnya kemarin ternyata ada di sana yang sekedar datang ke kelas junior hanya untuk bermain.

Risa segera mempercepat langkahnya. Salah satu wanita itu mendapati Risa berjalan cepat, tatapannya tajam bak elang dan menusuk bak psycho, ia tersenyum dan segera menyapa temannya.

"Saatnya kita ke kelasnya deh," katanya sembari menunjukkan senyumannya.

Kedua temannya tahu akan hal itu ikut tersenyum dan mereka bergegas menuju kelasnya Risa tempati. Risa menatap lurus pada tujuannya dengan langkah dipercepat. Tinggal beberapa langkah lagi untuk sampai kelasnya. Tidak menyadari beberapa seringai dari mereka telah mengikutinya.

"Buru-buru amat Say."

Sebuah lengan mencengkeram bahunya cukup keras. Risa sudah tahu akan hal ini, ia menatap teman-teman kelas yang iba padanya tapi tak bisa membantunya, dengan napas berat ia berbalik menatap ketiga gadis itu.

Tatapan mereka bertiga cukup menusuk kedua mata Risa, tatapan yang mengisyaratkan ancaman dan meremehkan.

"Kok diam sih Say. Gak suka ketemu kita ya?"

Tatapan Risa sangat dingin saat melihat mereka bertiga. Ditatapnya wanita tengah itu yang mana kalo diperhatikan ia bunga kelas di angkatannya dengan rambut lurus hitam dan bulu mata lentik dan wajah bak model. Sebelah kirinya jauh berbeda darinya dengan rambut pendek sebahu dan gaya ala tomboy. Sebelah kanannya terlihat seperti kutu buku dengan kacamatanya dan rambut panjang yang diikat seperti ekor kuda.

"Apa lagi Kak? Sebentar lagi kelas akan mulai."

Dengan tatapan sinis mereka bertiga cukup membuat junior-junior yang melihatnya merasa tumbang. Tapi tidak bagi Risa yang sudah jadi objek mereka setiap hari dan merasa kebal.

"Aku hanya ingin memastikan, apa kau suka membuang sampah?" tanya gadis di tengah itu.

Risa terheran, "Maksudmu?"

Dengan tawa masam dari gadis tengah itu dan memberikan sesuatu ke Risa dan memasukkan benda itu ke saku seragamnya.

"Maksudnya, aku hanya ingin membuang sampah pada tempatnya."

Melihat kantong berlapis lambang OSIS itu telah dimasuki sampah plastik yang mana kalau tercium bekas coklat dan ditambah lagi itu lengket.

Kedua gadis itu tertawa dan tidak bagi gadis berkacamata itu, ia hanya tersenyum dan kedua temannya bergegas meninggalkan adik kelas kesayangannya ini.

"Oi! Kenapa masih di situ, sebentar lagi bel masuk bunyi!" teriak wanita tomboy itu.

"Oh, kalian duluan aja. Aku di sini sebentar dulu, untuk menemui sepupuku."

Kedua gadis itu meninggalkan teman kacamatanya, Risa memperhatikan senyum yang dipaksakan wanita ini. Setelah cukup menjauh, seketika wajahnya berubah masam dan terdengar secara pelan, ia menyumpahi mereka dengan kata-kata kasar.

Risa menyadari itu sangat terkejut dan merasa disadari, wanita ini berbalik menatap Risa. Dan kali ini ia menampakkan senyum hangat dan sulit bagi Risa mengerti akan sikap kakak kelasnya ini.

"Pasti berat rasanya kan?"

Mendengar itu membuat Risa terbelalak dan ia melihat sebuah tatapan empati dari seniornya, Risa hanya mengangguk pelan dan tak bersuara, menurutnya suaranya sudah habis saat itu juga.

Wanita berkacamata ini sangat iba dan binar-binar matanya mendapati sosok Risa ini memang cukup menawan dan cantik, wajar saja banyak pria mau mendekatinya.

"Menurutku tindakanmu saat itu tidak salah tapi tidak tepat juga situasinya kamu ikut campur."

Risa tahu akan hal itu, ia tak menyangkalnya. Risa hanya bisa diam dan mengingat betapa bodohnya dirinya saat itu.

"Mau bagaimana lagi Kak. Aku juga tidak tahan melihatnya."

Wanita kacamata ini menghela napas beratnya akan keluguan adik kelasnya. Bahwa tidak selamanya masa sekolah hanya ada putih dan warna pelangi saja, akan selalu ada hitam selalu muncul. Melihat tapi pura-pura buta, mendengar tapi pura-pura tuli, berbicara tapi pura-pura bisu. Itulah keadaan dialami Risa, semua teman kelas menutup ketiga panca indranya untuk dirinya.

"Adakalanya kita harus berpura-pura untuk menyikapi suatu hal, seperti dialami banyak anak sekolah termasuk aku sendiri. Jadi, jika tidak sanggup mungkin jalan satu-satunya kamu harus keluar dari sekolah ini. Semoga beruntung ya," nasihatnya lalu menepuk bahu Risa dengan lembut untuk menyemangatinya dan bergegas meninggalkannya.

Risa termenung depan pintu kelasnya dan merogoh sampah plastik bekas coklat itu dan membuangnya di tempat sampah tepat berada di sampingnya. Saat masuk kelas, Risa merasakan tatapan kasihan tapi tak tersampaikan padanya, menurutnya hal itu tak diperlukan lagi.

Saat menuju bangku belajarnya, kali ini ia mendapati tumpukan sampah di bawah mejanya dan lacinya dan kursinya yang kotor akibat tanah. Risa sudah terbiasa tapi tidak tahu siapa pelakunya, samar-samar ia mendengar cekikikan dan sudah dipastikan pelakunya ada di antara mereka.

Dengan terpaksa Risa membersihkannya sebelum guru masuk ke kelas.

...•••...

Risa cukup lelah akan hal ini dan tak bisa menikmati proses belajar lagi. Kali ini mata pelajarannya adalah bahasa Inggris dan Risa sudah cukup fasih akan bahasa Inggris, sebab dirinya saat kecil sering dibawa ke luar negeri oleh orang tuanya guna urusan bisnis.

Pikirannya melantur ke mana-mana dan teringat akan nasihat akan kakak kelasnya itu "jadi, jika tidak sanggup jalan satu-satunya mungkin kamu harus keluar dari sekolah ini." Risa mengerjap kan mata dengan cepat untuk menepis kantuknya, tapi kerjapan mata itu justru menggali kembali memori menyebalkan saat itu.

Yang mana gara-gara kejadian itu sekarang dirinya dijadikan bahan ejekan dan tertawaan bahkan dikerjai terus menerus, sungguh kehidupan SMA yang jauh dari bayangannya. Hal ini bermula seminggu yang lalu.

Hari itu saat jam istirahat, Risa melihat teman seangkatannya yang beda jurusan, Risa berada di IPA dan wanita itu IPS. Temannya itu bernama Reyna Rustan, Risa mendapati temannya itu dirangkul beberapa wanita menurutnya mereka adalah kakak kelasnya.

Melihat temannya itu dibawa ke belakang gedung sekolah dekat gudang, ia sangat terkejut mendapati temannya disiksa dan dirundung habis-habisan. Saat itu tujuh orang di sana yang merundungnya, dua pria dan lima wanita, termasuk wanita kacamata itu yang tak melakukan apa pun hanya berdiri di belakang dengan senyuman dipaksakan, dan kedua wanita yang bersamanya. Lalu ada satu wanita yang mana ia seperti pemimpin geng merundung ini.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!