Hari raya. Yah... tak terasa waktu telah berlalu. Setelah hari raya idul fitri semua anak sekolah mendapatkan banyak jatah libur selama bulan suci itu, ditambah lagi selepas hari raya ada tambahan liburan selama seminggu. Sungguh nikmat yang mana kau lagi dustakan.
Sebagai warga negara indonesia yang taat dan rapi, Risa seperti biasa taat pada waktu sekolah. Selama dirinya bersekolah dari SD dan SMP ia sangat bersemangat. Hanya kali ini kehidupannya SMA ia sangat benci terutama saat menginjak kelas XI.
"Oh..." Pasrah Risa saat dirinya berpapasan dengan tiga gadis di belakang gedung sekolah.
"Buru-buru amat Neng Risa."
Ketiga gadis itu mendekatinya dan mereka memiliki seragam sama dengan yang dikenakan Risa juga. Risa hanya bisa menatap mereka dengan dingin.
"Kayaknya kamu berusaha menghindari kami ya."
Jantung Risa seakan berhenti berdetak ketika mendengar ancaman itu. Ia memegang erat tas sekolahnya. Risa berpikir, seharusnya dirinya tak diketahui mereka bertiga, pasti ada melihatnya atau mungkin beberapa teman kelas memberitahukan mereka.
"Penghianat!" maki Risa dalam hatinya kepada siapa pun yang dikelas telah berhasil membuatnya berada di situasi ini.
Ia melihat tiga senyuman yang menurutnya menjijikan dan memuatkan.
"Maaf ya Kak. Kali ini ada urusan jadi... permisi." Risa segera menepi di antara mereka dan tak mau ambil pusing lagi pada mereka. Merasa terabaikan, salah satu gadis itu menarik lengan Risa dengan paksa dan mendorongnya hingga terjatuh ke tanah.
Sebelum melancarkan aksi protesnya, sebuah ember air bekas pel disiramkan kepadanya dan baunya cukup menyengat di hidung.
Ketiga gadis itu tertawa bahak-bahak bak menonton sebuah opera komedi. Risa menatap mereka dengan sinis.
"Aduh Risa sayang, harusnya kamu berterima kasi pada kami, telah membantumu mandi dengan parfum khusus," ujar salah satu gadis itu dengan rambut sebahu dan memandang rendah Risa.
"Makanya lain kali seperti lah anak-anak yang lain, jangan jadi orang yang sok paling-paling segalanya," ucap tegas wanita yang berada di tengah di antara gadis itu, sepertinya dia pemimpinnya.
Mereka bergegas meninggalkan Risa seorang diri sembari tertawa riang. Diam dan kebasahan membuat Risa mengumpat dengan suara lirih.
Mengepalkan tangannya dengan erat sampai buku-buku jarinya memutih. Perkataan ketiga seniornya itu cukup menusuk dirinya dan harusnya dirinya tak perlu ikut campur dalam segala hal, terutama urusan sekolah yang mana banyak diurus para seniornya.
Dirinya sudah kerap mendapatkan perlakuan semacam ini hampir setiap hari, semenjak peristiwa itu. Terutama kalangan seniornya dan tak jarang beberapa siswi seangkatannya ikutan menindasnya hanya merasa dekat dengan senior-senior itu.
Ia mengutuk segala benda diarahkan padanya untuk digunakan menindas dirinya. Kemarin-kemarin ada serangga di tasnya, sampah basah dan busuk di laci mejanya, sekarang dirinya disiramkan seember air bekas pel yang baunya bukan main.
Risa bangkit berdiri. Ia mengambil tas sekolahnya yang tak jauh darinya karena sempat dilempar seniornya saat dirinya terjatuh. Tapi hal paling ia syukuri, tasnya tidak ikut basahnya dan dalam tas itu banyak segudang pengetahuan ia berhasil ia salin susah payahnya, tampaknya para senior itu pengertian terhadap ilmu pengetahuan... mungkin.
Risa terus mengumpat dalam benaknya, hidupnya tidak akan sesial ini saat peristiwa itu, harusnya ia menahan diri dan tidak ikut campur, ditambah lagi ketua OSIS yang digadang-gadang sangat tampan malah mendekati dirinya, tentu saja hal itu membuat prasangka siswi-siswi sekolah ini mulai menindasnya, dan tak jarang siswa ada pun ikutan menindasnya hanya merasa senang-senang saja.
Mengerang kesal. Sekeras apa pun dirinya memikirkan hal itu, tidak mengubah kenyataan yang ada. Satu hal yang bisa dilakukannya pasrah dan bersabar, tapi sampai kapan? Hanya Tuhan tahu, dan berjanji pada dirinya sendiri tidak akan melakukan hal itu lagi.
Saat berdiam diri cukup lama dan merasa suasana sekolah mulai sepi. Risa berjalan ke arah halaman sekolah yang dekat dengan gerbang utama, halaman itu dijadikan lapangan parkiran kendaraan. Terlihat salah satu mobil yang sangat dikenalinya dan segera masuk setelah membuka pintunya tergesa-gesa lalu menutupnya.
Saat masuk ia duduk di belakang dan seorang pria awal paruh baya melihatnya melalui spion tengah mobil. Risa tak peduli akan bau yang ditimbulkan dari tubuhnya menyeruak dalam mobil, begitu pun pria ini tak merasa terganggu sama sekali.
"Tampaknya hari ini kamu dapat hadiah lagi, berupa air bekas pel?"
Risa mendengar itu hanya bisa mendengus kesal dan pria ini hanya bisa tersenyum melihatnya yang lagi marah.
"Kemarin kamu dapat hadiah makanan busuk, kemarinnya lagi bukumu dicoret-coret dan disobek. Sekarang disiram air bekas pel mana bau pula. Besok kali ini apa." Setelah berucap seperti itu seketika ia tertawa dan membuat Risa cukup kesal.
"Ayolah, Yah! Aku mau pulang nih, badanku gatal-gatal dan bau nih!"
"Baik-baik Putriku."
Sang ayah segera membawa mobilnya keluar halaman sekolah dan segera pulang.
...•••...
Risa menghembuskan napasnya yang berat sebelum turun mobil. Sang ayah melihat putrinya mempersiapkan diri bak petinju siap-siap masuk dalam ring. Ia hanya tersenyum melihatnya dan setelah beberapa helaan napas beratnya, Risa segera keluar dari mobil dan memandangi ayahnya yang sedang memandanginya dibalik kaca spion tengah mobil.
"Semangat Tuan Putri. Kali ini hadiah apa kamu dapat, hahaha..."
Ayahnya terus menggodanya saat setiap sampai dan pulang di sekolahnya. Melenggang keluar sambil ngedumel, sang ayah hanya bisa tersenyum saja. Saat Risa telah menjauh dan hanya bisa memandangi punggungnya, yang mana ia bisa rasakan saat melihatnya saja, putrinya merasa berat menjalani sekolahnya.
Driiiinngg...!!!
Suara ponselnya tiba-tiba berdering yang berarti ada yang menelpon dirinya, saat dipandanginya ponsel itu dan mendapati sebuah nama yang sangat Risa rindukan, ayahnya hanya bisa senang dalam hati dan berharap kali ini ia berhasil membujuknya.
"Ya, halo Nak. Ada apa?"
"Tidak ada apa-apa kok, Ayah. Aku hanya mau mengecek keadaan kalian saja."
Mendengar suara muda yang di negeri orang, cukup membuat sang ayah rindu juga padanya.
"Semuanya baik-baik saja," balasnya sembari menatap sekolah putrinya, "hanya saja Risa sangat merindukanmu."
Mendengar tawa kecil diseberang sana cukup menandakan bahwa ia juga merindukannya.
"Bagaimana sekolahmu di Amerika, lancar?"
"Sekolah ya..." pemuda itu berdiam beberapa saat dan terdengar ia berbicara sesaat dengan seseorang. "Aku sudah tidak sekolah lagi, lagian aku akan memutuskan akan pulang dan bersekolah di tempat Risa. Ya... mendengarmu mengatakan soal keadaannya di sekolah."
Sang ayah hanya bisa tersenyum kecut dan merasa membebani pemuda ini. Tapi lain halnya tanggapan pemuda ini, justru ia merasa bahwa ini kesempatan bagus baginya untuk bisa pulang dan menetap di negeri sendiri.
"Maaf merepotkanmu, Nak."
"Santai aja, Yah. Aku pun ada niatan dari dulu mau sekolah di Indonesia."
"Baiklah, jaga dirimu baik-baik sana."
"Ya, terima kasih."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments