Sesuatu hal yang sepele (1)

"Risa!" Seorang gadis memanggilnya.

Risa berbalik dan mendapati gadis itu terburu-buru menghampirinya, dengan tergesa-gesa dan napas memburu akhirnya ia sampai.

"Apa?" tanya Risa datar. Sikap Risa kali ini semakin dingin terhadap orang-orang dikelasnya, salah satunya gadis ini satu kelas dengannya. Gadis itu masih terdiam dengan napas lelah. Risa menunggu dan membuatnya jengkel, "kalau tak ada mau dikatakan, aku--"

Seketika tangan Risa ditarik oleh gadis itu sebelum menyelesaikan kalimatnya. Gadis itu berlari sambil menarik tangan Risa.

Risa bingung akan hal ini membiarkan teman kelasnya membimbing ke sesuatu dengan terburu-buru. Pikir Risa sesuatu yang gawat, sama waktu itu menolong Reyna dengan memaksa Ronald ikut padanya.

Saat beberapa langkah, Risa menyadari dirinya dibawa menuju kelasnya dan ditambah lagi ada suara ribut semacam bentakan dan amarah.

"Kak Ronald?" Risa mengenali suara yang berapi-api ini ia pun segera melepas genggaman temannya itu dan mendahuluinya menuju kelas.

Saat sampai di depan kelas, orang-orang berkerumunan depan pintu kelas menyadari kehadirannya. Risa menyadari tatapan mereka padanya, sudah pasti masalah ini berkaitan dengannya, ditambah suara lawan bicara dari Ronald seorang wanita, dan Risa mengetahui siapa Ronald ajak ribut.

Saat masuk kelas, jantung Risa cukup berdentang kencan. Mendapati meja dan kursinya kotor dan berantakan, ditambah semua isi tas berhamburan di lantai. Risa seketika tahu apa yang terjadi.

Mungkin saat Risa keluar buat jajan, kedua gadis yang sering merundungnya teman dari gadis kacamata itu, datang mulai mengerjai Risa lagi. Tapi saat melancarkan aksinya, ia kepergok Ronald yang lagi memantau setiap kelas, layaknya seorang polisi di sekolah karena dirinya anggota OSIS. Sudah sepatutnya setiap anggota OSIS mengecek setiap kelas untuk memastikan sesuatu hal aneh atau mencurigakan setiap murid.

Risa segera menyambar semua isi tasnya yang berantakan itu. Walau Ronald emosinya dipuncak ia segera menunduk dan membantu Risa mengambil barang-barangnya. Tentu saja hal ini membuat orang yang melihatnya sangat terkejut dan membuat para siswi melihat momen ini sangat iri.

"Kak! Tidak perlu, biar aku sa--"

"Kamu ini apa-apaan sih!"

Risa cukup tertegun mendengar bentakan dari Ronald. Risa tahu itu bukan bentakan ancaman melainkan kesal akan hal yang menimpanya.

"Jadi selama ini kamu dirundung seperti ini! Sudah kubilang kan, untuk meminta bantuanku jika kamu ada masalah!"

"Bukan begitu... maksudku--"

"Sudah! Bawa tasmu itu dan ikut aku sekarang!" perintah Ronald sembari menggandeng tangan Risa dengan erat tapi terselip rasa lembut dari genggaman Ronald padanya.

Ronald berhenti sejenak dan memandang tajam kedua gadis ini.

"Persiapkan diri kalian, aku akan melaporkan hal ini ke kepala sekolah. Dan tentu saja aku akan ajukan permohonan sebagai ketua OSIS untuk mengeluarkan kalian dari sekolah!"

Kedua gadis itu sangat terkejut begitu pun Risa. Tak menyangka Ronald mengambil keputusan berat ini secara tiba-tiba. Lanjut Ronald menarik lengan Risa menuju pintu kelas, Risa memandang sejenak kedua gadis itu, tampak gadis cantik itu menangis dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Lalu gadis tomboy itu hanya menatap lantai dengan perasaan campur aduk, tatapannya penuh seribu tanda tanya.

...•••...

Sepanjang perjalan ke koridor, Ronald masih memegang erat tangan Risa. Sepanjang koridor itu pun, semua orang melihatnya dan bisikan-bisikan pun Risa lihat dari mereka.

"Kak..." Suara Risa tak sampai ke Ronald yang masih kalut akan menimpa Risa.

"Kak..." panggil lagi Risa, merasa dicuekin dan itu membuatnya jengkel. "Ronald!!"

Saat namanya diteriaki lantang ditambah frekuensi suara itu makin jelas yang hanya berjarak tiga jengkal darinya. Dan membuat langkahnya terhenti.

"Kamu kenapa sih teriak-teriak begitu?" tanya Ronald sembari memeriksa kuping yang berdenging akibat suara Risa.

"Lagian Kakak kenapa sih! Aku panggil gak disahut, ditambah katanya mau ke ruangan kepala sekolah. Tapi kenapa Kakak membawaku ke sini."

Merasa baru sadar, Ronald melihat papan nama yang digantung di atas pintu. Tampak tertulis "Ruang OSIS" bukan "Ruang kepala sekolah".

Ronald menepuk jidatnya karena baru menyadarinya. Risa hanya bisa diam sambil bersedekap, ia tidak tahu apa yang dipikirkan Ronald sampai-sampai tidak sadar malah membawa ke ruang kerjanya.

"Kak kalau ada mau dibicarakan padaku, sebaiknya katakan saja langsung padaku. Itu tidak menggangguku sama sekali."

Ronald menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan berakhir sedikit pusing, kenapa dirinya membawa Risa ke sini bukan ke kepala sekolah. Ia akui selama perjalanan tadi sempat melamun dan tak sadar malah sudah sampai sini.

Karena sudah terlanjur ke sini, Ronald mempersilahkan Risa masuk dan memang ada mau Ronald katakan dengan Risa dengan secara pribadi. Dan hanya mereka berdua, sebab beberapa anggota lainnya ikut berbagai kegiatan organisasi siswa untuk mewakili hak OSIS setiap kegiatan diselenggarakan organisasi siswa.

Tampak ruang OSIS ini sangat rapi dan wangi, serta beberapa almamater dari berbagai organisasi siswa terpajang di sudut ruangan, serta beberapa medali dan penghargaan akan prestasi kegiatan OSIS dari generasi ke generasi.

"Mau minum?" Tawar Ronald.

"Boleh. Soalnya sedari tadi aku diajak jalan cepat mulu. Dari kantin ke kelas, lalu ke kelas ke sini."

Ronald tertawa karena malu mendengarnya, "kopi? Teh?"

"Teh aja, aku gak terlalu suka kafein."

"Oh..." Ronald merasa mendapatkan satu kepingan hidup Risa yaitu tidak suka kafein.

Ronald bergegas ke belakang, ke dapur. Selagi sendirian, Risa menjelajahi ruang OSIS ini dan memandangi setiap benda yang dipajang di mana-mana. Foto, almamater, medali, surat penghargaan, dan membuat perhatiannya terpaku yaitu beberapa album dari berbagai angkatan sekolahnya, terpajang di sebuah lemari kaca yang terkunci.

"Kamu ingin liat-liat?"

Risa berbalik dan melihat Ronald menaruh dua gelas minuman di meja, satunya teh miliknya dan kopi punya Ronald.

"Emang boleh?"

"Tentu saja boleh dong. Apa sih yang tidak boleh untuk ketua OSIS sepertiku di ruangan ini."

Risa meledek kesombongan Ronald dengan mengatakan orang sombong akan ditimpa kotoran cicak di mulutnya. Ronald hanya bisa tersenyum mendengar ejekan itu dan segera membuka lemari kaca dengan kunci yang diambil di meja kerjanya.

"Nih, bebas. Pilihlah yang mana mau dilihat-lihat." Ronald meninggalkan Risa sendiri terpaku depan lemari kaca, lalu ia segera menyambar kopinya yang masih hangat.

Risa memilih-milih banyak album-album foto di pajang. Tapi perhatiannya terpaku pada angkatan tahun 1987 dan menyambar album itu lalu membawa menuju meja yang sudah tersaji minumannya.

"Angkatan ketujuh ya. Ada orang yang kamu kenal di angkatan itu?" tanya Ronald sembari menghirup kopinya.

"Entah," jawab Risa sembari menghirup tehnya, "tapi mataku terpaku begitu saja."

Risa mulai membuka album foto itu, hal pertama ia hirup adalah kepulan debu yang sudah berdiam di dalam setiap selipan lembaran album. Hal ini cukup membuat Risa sedikit sesak akan bau debu ini, tapi matanya seketika matanya tertuju pada seorang pria yang berada diujung kanan.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!