Darwin yang masih tertidur nyenyak di Apartemen mewahnya, dengan kasur empuk. Pancaran sinar matahari pagi yang begitu inda, menerpa wajah tampannya membuat Darwin terbangun.
Darwin bangun kemudian meneguk segelas air putih, dan push-up di lantai kamarnya. Keringat membasahi wajah dan tubuhnya yang atletis itu. Tampak semakin seksi, jika wanita melihat pemandangan indah itu pasti akan meleleh.
Darwin selalu melakukan olahraga ringan seperti push-up, barang sepuluh atau dua puluh kali di pagi hari. Mengingat ia tidak punya waktu untuk nge-gym.
Rthhhhh ... rthhhhh.
Darwin mengangkat teleponnya. Seperti biasa, Pratiwi Asistennya memberitahu jadwal hari ini.
“Pagi pak, hari ini jam 10:00 kita ada rapat penting dengan klien Perusahaan S. Siangnya, ada pertemuan di Restoran Aneka sea food. Tempat itu, permintaan klien kita pak,” jelas Tiwi.
“Atur semuanya, sebentar lagi saya berangkat,” jawab Darwin.
“Baik pak.” Tiwi mengakhiri panggilan.
Darwin mengecek ponselnya, tidak ada pesan atau pun panggilan dari Asmira. Ya, itu yang diharapkan, pesan dan panggilan dari Asmira.
* * *
Selesai mengikuti rapat kerja dengan klien. Darwin berada diruang kerjanya, ia sedang membaca laporan hasil rapat kemarin, dan sesekali menyeruput kopinya.
Tiba-tiba ia teringat permintaan Mamanya untuk mengenali Calon menantu dalam waktu sebulan. Ia meraih ponselnya mencari kontak Kelvin dan menghubunginya tapi tidak bisa dihubungi.
“Ke mana sih abege tua itu?” umpatnya dalam hati. Darwin merasa kesal, plus pusing dengan kondisinya saat ini.
* *
Seorang pria Masuk ke kantor Darwin tanpa basa-basi. Satpam mencegatnya, tapi pria itu menunjukkan kartu nama Darwin.
Di lobby seorang karyawan bertanya, ada keperluan apa dan apakah sudah punya janji, dan pria itu mengatakan ya.
Karyawan itu pun menghubungi Tiwi.
“Mbak di bawah ada pria mau bertemu Bapak katanya sudah punya janji.”
“Suruh dia ke ruangan saya,” jawab Tiwi.
“Permisi,” suara seorang pria di luar.
Tiwi membuka pintu dan mempersilahkan masuk pria itu. “Ada keperluan apa Anda datang kemari?” tanya Tiwi.
“Gue mau tagih uang yang semalam bos lu janjikan,” ucap pria itu tersenyum.
“Uang apa yang Anda maksud?” tanya Tiwi lagi untuk memastikan bahwa pria itu bukan penipu.
“Bos lu ambil jatah gue semalam, dia janji bayar tiga kali lipat hari ini, gue dikasih kartu nama semalam.” Pria itu menunjukkan pada Tiwi.
Tiwi membulatkan matanya rasa tidak percaya, Darwin tidak mungkin melakukan itu.
"Tunggu di sini biar saya temui bos saya dulu,” pinta Tiwi.
Tiwi segera menuju ruangan Darwin. “Permisi Pak!” Suara Pratiwi memanggil dari luar dan mengetuk pintu.
“Masuk!” jawab Darwin dari dalam.
Pratiwi berdiri di pintu tanpa masuk. “Pak ada yang cari Bapak.” Tiwi menggantung kalimatnya.
“Siapa dan ada keperluan apa?” tanya Darwin tanpa mengalihkan pandangan ke Tiwi.
“Seorang pria Pak, dia bilang ingin menagih janji Bapak semalam.” Tiwi merasa tidak enak mengutarakan maksud tujuan pria itu.
“Sial! gue lupa lagi soal pria brengsek itu,” umpat Darwin dalam hati.
“Tanya berapa jumlahnya,” ucap Darwin santai.
Mata Tiwi terbelalak mendengar dan melihat ucapan Darwin begitu santai, seolah-olah mengiyakan apa yang ada di pikirannya, ia kembali ke ruangannya dan menanyakan jumlah uang yang pria itu mau.
“Berapa?” Hanya itu yang Tiwi tanyakan.
Lagi-lagi mata Tiwi membulat mendengar jumlah harga yang fantastis yang pria itu ucapkan. Dengan langkah seperti orang kebingungan Tiwi kembali ke ruang Darwin.
“Sekian, sekian, sekian, Pak ...”ucap Tiwi merasa canggung.
Darwin mengambil cek dan menulis angka yang disebut Tiwi, ia tahu pasti pria itu melebih-lebihkan tapi tidak peduli, lagian uang dengan jumlah tersebut tidak ada harganya bagi Darwin, yang penting urusan dengan pria itu cepat selesai.
“Tidak seperti yang kamu pikirkan,” ucap Darwin saat tangannya menyodorkan cek tersebut.
Tiwi meraih cek tersebut, mendengar ucapan Darwin ia tersenyum lega. Pasti ada hal lain, tidak mungkin Darwin berbuat demikian, pikir Tiwi, lalu meninggalkan ruangan itu.
“Gila ... tinggi juga harga lu masih berlagak polos depan gue,” gumam Darwin sinis.
Dia ambil kunci mobilnya lalu segera keluar, tidak lupa memberitahu Tiwi agar tidak lupa mengingatkannya pertemuan dengan klien nanti.
* * *
Asmira baru bangun tidur, ia memang sengaja bangun telat. Mengingat, ia telah memutuskan untuk berhenti kuliah. Mulai hari ini tidak masuk, jadi untuk apa harus bangun pagi-pagi. Ia meraih handphone bututnya melihat ada pesan dari Jessica.
[Maaf in mbak kemarin pergi buru-buru, mbak udah transfer uang jajan kamu, nanti akhir bulan mbak transfer uang semester.]
“Apaan sih mbak Jessica masih saja ambil uang dari bandot itu, plus bunga lagi. Kapan coba akan lunas kalau begini terus,” Asmira menggerutu kesal.
Selesai mandi dan mengenakan pakaian santai, tanpa make-up, ia kucir rambutnya lalu keluar untuk mencari makan.
Di luar ada seorang pria ganteng sedari tadi memanggilnya, tapi tidak ada yang menyahut pria itu bolak balik di depan rumah Asmira.
Asmira terkejut saat melihat di luar rumahnya ada Marcell. “Mas ngapain kesini?” tanya Asmira mengagetkan Darwin.
“Lo kek hantu ya, gue panggil tadi enggak jawab, eh, sekarang malah nongol begitu saja,” ujar Darwin.
“Masak hantunya cantik kek aku Mas,” jawab Asmira santai.
“Aku lagi mandi tadi mana dengar suara Mas,” sambung Asmira.
Darwin memandang lekat wajah Asmira tanpa make-up. Memang cantik, cantik sekali.
“Pastikan saja lu benaran tinggal di sini, mana tahu lu bohong,” jawab Darwin mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Terus, Mas kira in aku pura-pura tunjuki ini rumah aku, setelah Mas pulang aku pergi dan bohong in Mas?” tanya Asmira dengan logat polosnya.
“Nah. Itu tahu maksud aku,” jawab Darwin tersenyum manis.
“Itu bukan aku banget Mas, aku enggak bisa berpura-pura,” sahut Asmira.
“Mau ke mana lu?” tanya Darwin pegal berdiri, ia menyenderkan badan ke mobilnya.
“Mau ke ATM dulu, terus cari makan,” jawab Asmira.
“Honor semalam?” tanya Darwin.
“Ya Ampun Mas, masih saja kamu mengira begitu ya, uang jajan dikirim kakak aku, sejuta doang,” ucap Asmira kesal.
“Ya sorry, mau aku antar?” tawar Darwin.
“Enggak apa-apa Mas, dekat. Aku jalan kaki saja” jawab Asmira.
“Ya udah ayo, kita jalan kaki saja,” ajak Darwin.
“Mas, aku enggak ajak kamu,” jawab Asmira.
“Bawel. Ayo,” ajak Darwin menarik tangan Asmira.
Mereka berdua jalan kaki, letaknya tidak seberapa jauh, hanya keluar dari area kumuh deretan kontrakan rumah para kaum miskin saja.
Selesai menarik uang dari ATM, Asmira membeli makanan pinggir jalan dan dua botol air mineral, lalu ia menghampiri Darwin yang duduk di seberang jalan menunggunya.
“Ini Mas.” Asmira memberikan air mineral dan makanan buat Darwin.
Darwin menerima dan membuka air mineral itu lalu segera meneguknya, ia merasa gerah tadi jalan kaki.
“Mas rapi banget, mau ke mana?” tanya Asmira mulutnya penuh dengan makanan.
“Enggak ke mana-mana,” jawab Darwin.
“Mas enggak ada niatan bantu aku cari kerjaan, biar kayak film-film, Mas jadi Hero aku?” tanya Asmira membuat Darwin tersenyum tapi ditahan.
“Kan, udah kemarin gue tolong lu, apa itu belum kelihatan kek Hero?” tanya Darwin menggoda Asmira.
Dan benar saja, Asmira itu entah polos atau bodoh, ia menimpalinya dengan serius.
“Oh, kelihatan dong Mas. Apalagi pas momen mas gendong aku, bersih in luka aku, unch ... gemas aku sama Mas.” Asmira memukul pelan bahu Darwin.
“Kok gue geli, ya,” jawab Darwin tertawa pecah. Asmira menjulurkan lidahnya.
“Jadi lu udah siap Taubat, dan cari pekerjaan yang halal?” tanya Darwin.
Asmira bangun lalu pergi meninggalkan Darwin yang masih duduk di tempat tadi dengan wajah kesal dan marah, ia selalu menuduhnya sebagai wanita malam.
Padahal, sudah berulang kali Asmira mengatakan bukan, meski tanpa menjelaskan apa penyebabnya sampai ia masuk club malam itu.
Jangan lupa klik Like ya.
Jangan lupa baca novel A BIG MISTAKE.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Nasrullah
wahhhhh, semkin mnrik ja
2020-11-02
0
momnya🦆🐊Algi
semoga aja asmira karakternya bukan cewek yg lembek, yg lemah....
2020-10-22
1
Malaika Anoora
visualnya dong thor
2020-06-15
0