Darwin tiba di sebuah club malam. Setelah memarkirkan mobilnya ia segera masuk, suara dentuman musik sangat keras, sejenak mampu menghilangkan rasa pusing Darwin karena permintaan Mamanya.
Darwin mencari di mana Kelvin, pandangannya terus menelusuri setiap inci tempat tersebut, tapi nihil Kelvin tidak ada.
“Sial!” teriak Darwin. Tapi tidak akan terdengar, suara dentuman musik lebih keras dibandingkan dengan teriakannya.
“Padahal gua mau cari solusi,” umpatnya dalam hati.
Darwin memesan minuman ringan, mabuk-mabukan bukan solusi pikirnya, termasuk jarang sebenarnya ia minum-minuman keras, hampir tidak pernah mungkin.
Tapi rasanya kali ini, otaknya benar-benar membutuhkan sesuatu yang bikin rileks.
Darwin menyandarkan tubuhnya di sofa, kepalanya menengadah ke langit-langit club tersebut, dan sesekali ia meneguk minumannya.
Bruukkk!!
Seorang wanita terjatuh di hadapan Darwin lututnya mengenai meja, lebih tepatnya ada orang yang mendorongnya. Darwin mengangkat kepalanya yang sedari tadi ia sandarkan pada sofa.
Wanita tersebut meringis kesakitan, seseorang mengikutinya dari belakang dengan penuh amarah.
“Mau lari ke mana kau wanita murahan,” ujar pria tersebut sinis, tangannya menjambak rambut wanita itu keras, sontak membuat Darwin berdiri.
“Hei! beraninya kau sama perempuan!” teriak Darwin dengan mata melotot. Lalu ia menarik tangan wanita tersebut agar berada di sampingnya.
“Kau siapa, jangan ikut campur, aku sudah membayarnya untuk malam ini!” teriak pria itu.
“Akan kukembalikan uangnya!” teriak Darwin lagi.
“Aku gak butuh uangnya, aku mau tubuh wanita ini, dia sangat menggairahkan,” ucap pria itu dengan pandangan mesumnya.
Mendengar ucapan pria itu, wanita di sebelah Darwin mengencangkan pegangannya pada lengan Darwin, melihat itu Darwin merasa iba.
“Akan kubayar tiga kali lipat,” ucap Darwin.
wanita di sebelahnya, menengadah pandangannya ke wajah Darwin, wanita mungil itu, tingginya hanya sedada Darwin.
Darwin merogoh dompetnya ia mengambil kartu namanya.
“Ini ambillah, besok akan kubayar tiga kali lipat.” Darwin melemparkan kartu nama kepada pria itu.
Pria itu memungutnya dari lantai, ia tersenyum puas dan pergi dari hadapan Darwin. Tangan wanita tersebut masih gemetar dan memegang erat-erat lengan Darwin.
“Duduk ...” ajak Darwin.
“Mau pulang ...” lirih wanita tersebut tapi Masih terdengar oleh Darwin.
Darwin tidak menjawab hanya memapahnya keluar, tapi tiba-tiba ...
Bruukkk!
Wanita itu terjatuh lagi. Ternyata, lututnya berdarah. Dengan sigap Darwin mengangkat dan menggendongnya keluar dari club tersebut.
Darwin membuka pintu mobilnya, dan mendudukkan tubuh wanita itu.
tangannya meraih kotak obat dan membersihkan darah dan luka di lutut wanita di hadapannya.
“Terima kasih, Mas," ucap wanita cantik itu pelan.
“Mmm. Nama lu siapa?” tanya Darwin kemudian.
“Asmira. Asmira Lestari.” Asmira menjulurkan tangannya kepada Darwin.
Darwin berdiri karena telah selesai membersihkan lutut lestari. “Gue Marcell,” jawab Darwin. Entah mengapa ia mengenalkan Nama depannya kepada Asmira .
“Lu kenapa ketakutan gitu, bukannya sudah terbiasa dengan situasi kek tadi?” tanya Darwin. Tangannya menutup pintu mobil.
“Aku baru pertama kali ke tempat tadi, Mas,” jawab Asmira. Matanya berkaca-kaca.
“Terus ngapain lu ke situ, itu sama saja lu ke kandang singa tau enggak?" tanya Darwin.
Air mata Asmira tak terbendung lagi, perlahan meleleh di pipinya, melihat itu Darwin tidak tega, ia meraih Asmira ke pelukannya dan menenangkannya.
“Gimana ceritanya lu bisa ke situ, memangnya lu gak baca tulisan di depan gedung tadi?” tanya Darwin.
Asmira tidak menjawab, dia masih membenamkan wajahnya di bahu Darwin.
“Umur lu berapa, sudah tengah malam begini enggak dicari in orang tua lu?” tanya Darwin lagi.
Mendengar kata orang tua membuat tangisan Asmira semakin menjadi, Darwin bingung bagaimana cara menenangkannya, Darwin tidak pernah berhadapan dengan wanita kecuali dengan Pratiwi asistennya.
“Tenang dong, gua bingung kalau lu begini terus,” pinta Darwin.
Asmira melepaskan pelukan dan menghapus air mata di pipinya.
“Aku cuma butuh uang Mas, aku cari kerjaan, enggak taunya malah begini jadinya,” ucap Asmira dengan suara parau.
“Semua wanita malam juga akan jawab kek begitu kalo ditanya,” ujar Darwin.
“Terserah Mas percaya atau gak aku sudah cerita yang sebenarnya,” jawab Asmira.
* * *
Flashback.
Kruuuukkk!
Suara perut Asmira yang kelaparan.
“Gue lapar banget.” Asmira mengelus-elus perutnya.
Asmira keluar kamar menuju dapur, ia menyalakan kompor kemudian memasak Indomie rebus dan telur ceplok hampir setiap hari makanan Asmira seperti ini.
Tok ... tok. Suara ketukan pintu.
“Bentar!” sahut Asmira sedikit berteriak dari dalam.
Dengan sedikit berlari Asmira membukakan pintu. Ternyata mbaknya Jessica, dengan wajah amburadul, pipinya lebam, matanya bengkak dan rambut acak-acakan. Tanpa permisi Jessica langsung masuk, Asmira mengikutinya dari belakang.
“Mbak di pukuli lagi sama bandot tua itu?” tanya Asmira.
Jessica mengambil sendok, lalu ia melahap Indomie di meja makan itu. Indomie satu-satunya yang tersisa di dapur. Melihat kondisi Jessica lapar Asmira hilang.
Jessica melahapnya dengan tergesa-gesa seperti orang berhari-hari tidak makan. selesai makan Jessica langsung bergegas menuju kamar, dia seperti menghindar dari pertanyaan Asmira.
“Mbak!” panggil Asmira setengah berteriak, tapi Jessica tidak peduli.
“Mbak gak usah pura-pura tegar gitu,” ucap Asmira yang membuat langkah Jessica terhenti.
“Terus mbak harus gimana, teriak-teriak kek orang gila?” tanya Jessica. Tangisan yang sedari tadi ia tahan pecah seketika.
"Mbak bertahan untuk kamu, kuliah kamu, jajan kamu, dan bayar semua hutang ayah yang sudah mati itu!" teriak Jessica.
Asmira memeluk Jessica, beban yang di pikul kakaknya begitu besar, semenjak Lima Tahun yang lalu sudah menderita sampai detik ini masih begini.
Ayahnya pemain judi, mabuk-mabukan, hutang sana sini. Setiap hari mereka dalam kepedihan, saat itu Asmira yang masih menduduki bangku SMP dan Jessica harus rela banting tulang untuk membiayai sekolah adiknya.
Setelah ayahnya meninggal karena overdosis obat-obatan, setiap hari ada saja orang yang datang menagih hutang. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke kota.
Tapi ada seseorang yang berhasil menemukan mereka yaitu suami Jessica sekarang, bandot tua itu menyuruh anak buahnya menangkap Jessica dan Asmira.
Saat melihat Jessica bandot tua itu menyukainya, meminta Jessica jadi istrinya yang keempat. Kemudian ia membuat perjanjian, sekali meniduri Jessica akan mengurangi bunga hutang ayahnya.
Semenjak saat itu hingga sekarang kakaknya selalu jadi bulan-bulanan bandot tua itu, jika seksnya tidak terpuaskan, Jessica akan dipaksa, dipukuli, dikurung, dan tidak diberi makan. Jika Jessica berani kabur dan melaporkan kepada seseorang, maka nyawa Asmira jadi taruhannya.
Mereka menangis sejadi-jadinya.
“Andai ibu masih ada,” batin Asmira.
Ibunya meninggal saat melahirkan Asmira, karena pendarahan hebat, nyawanya tidak tertolong. Semenjak itu ayahnya berubah seperti mayat hidup. Luntang-lantung ke sana-kemari. Usaha yang susah payah mereka rintis dari nol, semua ayahnya hancurkan, seolah-olah ingin menguburnya dalam-dalam bersama jasad ibu di alam sana.
Jangan lupa Like ya...
baca novel A BIG MISTAKE ya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Qinriali
Alhamdulilah,dek dik duk
2021-07-01
1
Tri Susanti
kisahnya seruuu Thor semangat nulisny aku suka
2021-04-13
0
meilanyokey
nyimak tthoor
2021-02-21
1