Pagi hari Asmira bangun dan Jessica masih tertidur pulas, matanya bengkak semalam suntuk dia menangis. Asmira mengelus rambut dan pipi Jessica, tanpa terasa air matanya jatuh.
“Maafkan aku kak, mulai sekarang aku akan cari kerjaan dan berhenti kuliah, aku akan mencari bantuan. Melepaskan kita dari bandot sialan itu,” gumam Asmira dalam hati, ia terus menatap wajah Jessica.
Asmira bangun dari tempat tidurnya, perutnya yang keroncongan meronta-ronta ingin sesuatu memasukinya.
Asmira merogoh sakunya ia mengambil uang terakhir yang dia punya, lalu keluar membeli makanan untuk mereka berdua.
Asmira membeli dua bungkus makanan langsung ke dapur, menaruhnya di piring, dan memanggil Jessica di kamar.
“Mbak. Ayo kita makan dulu.” Asmira membuka pintu kamarnya.
Jessica sudah tidak ada di kamarnya, Asmira mencari ke kamar mandi juga tidak ada.
Asmira menemukan secarik kertas di meja kamarnya.
“Mbak, kenapa masih pulang juga ke rumah bandot itu?” batin Asmira. Matanya kembali berkaca-kaca.
Selesai makan dan mandi, Asmira meraih ponsel di mejanya dan membuka browsing internet, ia mencari informasi tentang lowongan kerja terbaru, juga tidak lupa mengirimkan pesan ke teman-temannya. Barangkali ada yang karyawan baru, tangannya terus saja menarik layar sentuh ponselnya.
Ting! Bunyi pesan masuk.
[Lo benaran cari kerjaan.]
Pesan dari Carol kakak kelas Asmira di SMA dulu. Dengan cekatan tangan Asmira mengetik layar sentuhnya.
[Benar Mbak, kerjaan apa saja boleh.]
Kemudian Carol mengirimkan alamat.
[Nanti malam lu ke tempat ini, gue enggak di sana, entar ada orang yang tunggu lu.]
[Kenapa harus malam?]
[Biar enak mengobrolnya, pakai gaun dinner ya, nanti juga makan-makan di sana.]
Asmira begitu bahagia dia akan mempunyai pekerjaan tanpa harus menambah beban kakaknya lagi.
Malam harinya.
“Ini benar kok alamatnya, tapi kok sepi ya di luarnya, cuma mobil saja yang banyak terparkir di sini.” Asmira mondar-mandir di depan gedung bangunan itu, sembari terus melihat layar ponselnya.
Lalu Asmira memutuskan untuk masuk, suara dentuman musik memekakkan telinga, perempuan berbaju seksi bergoyang lenggak-lenggok dan bau minuman keras sangat menyengat.
Asmira yang bengong, ia memutar bola matanya ke seluruh ruangan itu, dengan lampu remang-remang pandangannya terbatas. Tiba-tiba seorang pria menepuk pundaknya.
“Kau Asmira, ya?” tanya pria itu. Sembari tangannya menggenggam ponsel sesekali melihat potret yang ada di ponselnya lalu membandingkan dengan wanita di sebelahnya.
“Iya. Aku Asmira,” jawab Asmira polos.
“Ayo ikut aku?” ajak pria itu menarik tangan Asmira naik ke lantai atas, dan membawanya ke sebuah kamar.
“Kenapa harus di kamar Pak, kan bisa di luar saja.” Asmira begitu polos masih belum mengetahui apa yang sebenarnya dia alami.
“Liar juga. Jadi, kau berani melakukan di area publik?” tanya pria itu menarik Asmira ke pelukannya.
Asmira yang menerima perlakuan tak senonoh itu pun, berontak melepaskan pelukan pria mesum itu.
“Maksud Bapak apa ya kurang ajar begini? Kalau enggak terima saya kerja, saya enggak paksa kok!” ujar Asmira dengan nada tinggi.
“Aku terima kamu dengan senang hati, mari kita mulai, kerjaan kita di atas ranjang sayang ...” ujar pria itu berbisik di telinga Asmira dan memeluknya dari belakang.
“Bapak jangan kurang ajar ya, akan saya beritahu Carol!” ancam Asmira mencoba melepaskan pelukan pria itu tapi gagal tenaganya begitu kuat.
“Saya sudah membayar mahal pada Carol. Ayolah sayang, tunjukan kemampuanmu di atas ranjang,” bisik pria mesum itu lagi.
Asmira terkejut setengah mati mendengar ucapan pria brengsek itu, dengan sekuat tenaga Asmira mencoba melepaskan pelukan, lalu ia menginjak kaki pria itu dengan heelsnya. Kemudian membuka pintu berlari keluar dengan cepat.
Bruukkk!
Asmira terjatuh dilantai tepat didepan pria ganteng yang tak lain adalah Darwin.
Flashback end.
* * *
Mengingat kejadian itu air mata Asmira kembali meleleh di pipinya.
Kruuuukkk!
Suara perut Asmira terdengar oleh Darwin. Darwin tersenyum, ia pun menghidupkan mesin mobilnya lalu meninggalkan tempat itu, dan berhenti di sebuah restoran.
Darwin memesan makanan untuk mereka berdua dan sesaat kemudian pesanan mereka diantar oleh pelayan. Asmira langsung melahap semua makanan di depannya itu, lagi-lagi Darwin menahan senyumnya melihat Asmira.
“Tari, pelan-pelan,” ucap Darwin.
Asmira menghentikan makannya.
“Panggil aku Asmira Mas ...” pinta Asmira melanjutkan kembali makannya.
“Kapan terakhir lu makan?” tanya Darwin.
“Tadi pagi,” jawab Asmira mulutnya penuh dengan makanan.
Semua orang yang berada di dalam restoran itu, pandangannya semua mengarah kepada Darwin. Darwin tidak ambil pusing. Toh juga, tidak akan ada yang berani membuat gosip tentangnya.
Selesai makan Asmira dan Darwin keluar dari restoran, tapi mata Asmira terus menatap makanan yang tersisa di atas meja. Darwin menggaruk pelipisnya
“Lu belum kenyang?” tanya Darwin.
“Mas boleh enggak makanan itu di bungkus saja, kasihan mubazir,” pinta Asmira.
“Mbak!” Darwin memanggil pelayan, “Tolong bungkus makanan seperti yang kita pesan tadi, kalo sudah antar kan ke depan, saya menunggu di mobil,” pinta Darwin.
Darwin dan Asmira menunggu di mobil, selang berapa menit kemudian, seorang pelayan mengetuk kaca mobil Darwin dan menyerahkan bungkusan makanan serta kartu kredit Darwin.
“Mas kok pesan lain, sama saja makanan tadi kan jadi ke buang juga dong?” tanya Asmira.
“Malu gue suruh bungkus makanan sisa,” jawab Darwin sembari menyalakan mobilnya.
“Kenapa harus malu coba Mas,” ujar Asmira polos.
“Lo enggak tahu siapa gue?” tanya Darwin.
“Enggak, kan kita baru ketemu,” sahut Asmira sembari menggeleng kepala.
“Di rumah lu enggak ada Televisi?” tanya Darwin lagi.
“Aku enggak suka non ton Mas, memangnya Mas Marcell artis?” tanya Asmira polos membuat Darwin tersenyum sendiri dan dia menyukai panggilan gadis itu.
“Mirip sih Mas, apalagi kalo Mas senyum gitu ganteng Banget,” puji Asmira polos.
“Jadi kalau enggak senyum gue jelek?” tanya Darwin menggoda Asmira.
“Enggak begitu, Mas gimanapun saja tetap ganteng kok,” jawab Asmira tersenyum lebar menampakkan gigi putihnya.
Deg.
Jantung Darwin berdengung kencang.
“Lo mau rayu gue?” tanya Darwin.
“Memangnya Mas tergoda?” tanya Asmira balik.
“Gila ini bocah berani tantang gue,” gumam Darwin dalam hati.
“Usia Mas Marcell berapa?” tanya Asmira membuyarkan lamunan Darwin.
Dengan santai Darwin menjawab, “Tiga puluh lima.”
“Ya ampun, harusnya aku panggil Om dong bukan Mas,” jawab Asmira.
“Eh, tarik balik ucapan lu, memang setua itu harus panggil Om,” ujar Darwin.
Asmira tertawa. “Saya baru dua empat Mas.” Asmira memberitahu umurnya yang beda jauh dengan Darwin.
“Eh bentar. Kok Mas tahu arah rumah aku, kan aku belum kasih tahu?” tanya Asmira kaget, Darwin menyetir mobil ke arah yang tepat.
“Memangnya rumah lu deretan mana?” tanya Darwin menoleh pada Asmira.
“Bukan ini Mas, mana mungkin aku tinggal di apartemen mewah begini, Mas belok kiri sebelum apartemen itu.” Asmira menunjukkan jalan menuju rumahnya.
Darwin membelokkan mobilnya ke arah yang di maksud Asmira, daerah kumuh tempat kost di mana Asmira tinggal.
“Berhenti Mas, di sini,” pinta Asmira.
“Lu tinggal di sini, bayaran lu kan mahal?” tanya Darwin.
“Terserah Mas mau bilang apa,” jawab Asmira.
Siapa Juga yang akan percaya padanya, melihat baju yang dikenakan begitu pas, lekuk tubuhnya terlihat jelas, dan barusan ia baru keluar dari club malam, siapa yang akan percaya.
“Terima kasih Mas Marcell sudah membantu saya tadi, dan membelikan saya makanan.” Asmira hendak bergegas keluar dari mobil Darwin.
“Tunggu dulu,” panggil Darwin.
Darwin memberikan ponselnya pada Asmira. “Simpan nomor lu di sini,” pinta Darwin.
Asmira memegang handphone mewah itu, jiwa miskinnya meronta-ronta ponsel termahal keluaran terbaru yang dia pegang sekarang.
“Tapi rasanya kok sama saja kek gue pegang hp butut gue,” gumam Asmira dalam hati. Dasar Asmira polos, semua ponsel ya jelas sama.
“Sudah Mas ...” Asmira menyodorkan kembali handphone mewah Darwin.
“Tunggu gue tes dulu, siapa tahu lu tipu gue,” ujar Darwin.
Asmira merogoh tas mengambil ponselnya. Sekilas Darwin melihat ponsel butut Asmira, sudah usang, layarnya pecah-pecah karena beberapa kali terjatuh.
“Enggak percaya amat, sih.” Lalu Asmira turun dan Darwin pun pamit.
Jangan lupa Like ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Nasrullah
wowow
2020-11-02
1
Adiba Shakila Maharani
alamat bergadang lg ni,,hehehe
2020-10-28
0
momnya🦆🐊Algi
mulai menarik...
2020-10-22
1