Takdir Untuk Aqila

Takdir Untuk Aqila

Kembali

Bandara Soekarno-Hatta pukul 08.30 WIB,

Hembusan angin yang kencang membuat kerudung yang di kenakan oleh gadis cantik itu ikut terbang mengikuti arah mata angin.

“Ish lah, angin nih tidak bisa diam apa? Kan jadi membuat kerudung Qila ikut terbang, nanti gimana coba kalau Qila ikut terbang juga, kan gak lucu” oceh Aqila sembari membenarkan kerudungnya yang terbawa oleh angin.

Aqila kini berada di bandara sedang menunggu sang pujaan hati yang sebentar lagi akan pulang ke tanah air setelah sekian lamanya dia menempuh pendidikan di Tarim.

“Ayah apakah masih lama abang datangnya? Ko pesawatnya gak muncul-muncul?” tanya Aqila menatap sang ayah yang juga sedang menunggu.

“Sabar Qila nanti juga datang” jawab ayah Qila- Ayah Fikri.

“Abi, abang Iqbal lama ya?” tanya Aqila kini beralih menatap Abi lebih tepatnya Abinya Iqbal- Abi Syam.

“Sabar ya nak” sautnya tersenyum, Aqila hanya mengangguk dan menunduk dengan wajah yang di tekuk.

“Tuh Iqbal bukan Syam?” tanya Ayah Fikri sembari menunjuk ke arah depan.

Abi Syam dan Aqila sontak menoleh ke arah yang di tunjuk oleh ayah Fikri, mata Aqila berbinar ketika dia melihat seorang pria tampan dengan menggeret kopernya yang sedang menghampiri mereka.

“Assalamualaikum” salamnya ketika sudah sampai di hadapan mereka.

“Waalaikummussalam” jawab mereka.

Pria tampan tersebut menyalami abi Syam dan ayah Fikri, “Apa kabar nak?” tanya abi Syam dan memeluk putranya.

“Alhamdulillah baik Bi, abi bagaimana?” sautnya lalu melepas pelukannya dan tersenyum menatap abinya.

“Alhamdulillah abi juga baik nak, syukur deh kalau kamu baik” jawab abi Syam menepuk pundak putranya.

“Iqbal” panggil ayah Fikri yang membuat sang empu menoleh dengan senyumannya.

“Ayah” panggilnya juga dan mereka saling berpelukan.

“Sehat nak?” tanya ayah Fikri.

“Alhamdullillah, ayah sehat?” tanyanya balik.

“Alhamdulillah” jawabnya.

Sedangkan Aqila sedari tadi hanya diam saja dan pandangan matanya tak pernah lepas dari wajah tampan yang sudah lama dia rindukan.

“Abang” panggil Aqila pelan, yang membuat ketiga pria beda generasi itu menatapnya.

Aqila dengan wajah sendunya menatap Iqbal, “Huwaaa Qila juga mau di peluk” teriaknya dan meregangkan tangannya minta di peluk, tapi bukan sebuah pelukan yang di terima melainkan sebuah tas berukuran besar yang di lempar oleh Iqbal.

Aqila menatap bingung ke arah tas tersebut, “Ihhh abang bukan tas yang mau Qila peluk tapi abang” rengeknya menghentak-hentakan kakinya.

“Hei bocah, kita ini bukan mahram” ucapnya ketus yang membuat kedua pria paruh baya itu terkekeh.

“Ihhh Qila bukan bocah, sekarang Qila udah besar umur Qila udah 18 tahun, Qila udah sekolah dan mau lulus SMA jadi Qila bukan bocah lagi” ucapnya kesal mengerucutkan bibirnya dan tetap memeluk tas besar yang dilempar Iqbal tadi.

“Terus kalau bukan bocah apa?” tanyanya menatap Aqila datar.

“Ya pokonya Qila bukan bocah lagi, abang gak boleh panggil Qila bocah lagi” sautnya menatap kesal pria di hadapannya saat ini.

“Kau tetap bocah karena badanmu kecil” ejek Iqbal menatap Aqila yang lebih pendek dan kecil darinya.

“Huwaaa ayah, abi, abang Iqbal galak, dia bilang Qila bocah dan badan Qila kecil” adu Qila kepada abi Syam dan ayahnya.

“Lah emang yang di katakan Iqbal benar” saut ayah Fikri membenarkan yang membuat Aqila makin kesal.

“Huwaaa ayah sama aja, Qila aduin ke bunda dan juga umi ya” ancamnya.

“Silahkan saja” saut Iqbal lalu pergi bersama abinya dan ayah Fikri meninggalkan Aqila sendirian.

“Huwaaa, kenapa tinggalin Qila, kalian jahat main tinggal terus” teriak Aqila lalu berlari dengan membawa tas yang masih di dalam dekapannya.

***

“BUNDA... UMI... Ayah, abi, sama abang Iqbal jahat sama Qila” teriak Aqila dan langsung masuk kedalam rumah untuk mencari bundanya dan umi Fatimah- uminya Iqbal.

“Astagfirullah Qila gak boleh teriak-teriak” peringat bunda Aqila- bunda Asih.

“Heheh maaf, bunda ayah jahat sama Qila” adu Aqila kepada sang bunda.

“Jahat kenapa?” tanyanya.

“Abang Iqbal bilang badan Qila kecil ayah juga membenarkannya, bunda badan Qila gak kecilkan, badan Qila besar, Qila juga bukan bocah lagikan bun?” tanya Aqila.

“Iya-iya” jawabnya.

“Jawabnya ko cuman iya-iya doang?” tanya Aqila kesal.

“Ya terus bunda harus jawab apa?” tanya bunda Asih balik.

“Ya jawab apa kek” saut Aqila kesal dan bersedekap dada serta memalingkan wajahnya.

“Dimana yang lain nak?” tanya umi Fatimah yang baru datang sembari membawa nampan di tangannya lalu di letakkan di atas meja.

“Tuuhh” tunjuk Aqila kepada ketiga pria yang sedang berjalan menghampiri mereka.

“Assaalamualaikum” salam mereka bareng.

“Waalaikummussalam” jawabnya.

“Iqbal anak umi, umi kangen nak” ucap umi Fatimah dan langsung memeluk putranya erat.

“Iqbal juga umi, umi apa kabarnya?” tanya Iqbal dan mencium kening uminya.

“Alhamdulillah baik sayang, kamu bagaimana?” tanya umi Fatimah tersenyum dan mengelus kepala anaknya lembut.

“Alhamdulillah umi, Iqbal juga baik” jawabnya.

“Iqbal lama tak jumpa” saut bunda Asih dan Iqbal menangkupkan lengannya di depan dada.

“Iya bunda, bunda sehat?” tanya Iqbal.

“Alhamdulillah sehat, kamu makin tampan saja ya” ucapnya yang membuat semuanya terkekeh.

“Iyalah tampan, abang Iqbal gitu, ya kan bang?” tanya Aqila menaik turunkan alisnya.

Sedangkan Iqbal hanya menatapnya saja tanpa niat untuk menjawabnya, dan Aqila mengerucutkan bibirnya kesal.

“Sudah-sudah kita duduk dulu, pasti sangat lelah perjalanan jauh” saut abi Syam, lalu mereka duduk dan berbincang-bincang lebih tepatnya para ibu-ibu yang bertanya banyak kepada Iqbal hingga tidak memberikan para suaminya dan Aqila kesempatan untuk berbicara.

“Bundaa... Umiiii... Gantian dong, kan Qila juga mau bertanya sama abang” kesal Aqila dengan suara cemprengnya.

“Iya-iya” jawabnya bareng.

“Abanggg” panggil Aqila manja.

“Abanggg, sudah adakah kekasih?” tanya Aqila yang membuat Iqbal menatap Aqila horor.

“Belum, emang kenapa?” tanyanya ketus.

“Hmmm, AAAA berarti ada kesempatan untuk Qila dong hehehe” ucapnya tersenyum malu-malu, sedangkan yang lain menatap Aqila aneh.

“Nak kamu sehat?” tanya bunda Asih meletakkan tangannya di kening Aqila.

“Ihh bunda apaan sih, Qila sehat ko, ya kan bang?” ucap Aqila dan menatap Iqbal dengan tatapan yang sangat menyebalkan.

Iqbal hanya memutar bola matanya malas, sedangkan yang lain kembali terkekeh melihat sifat mereka yang masih seperti dulu, tak pernah berubah. Benarkah?

**To Be Continue...

***

Hai luplup, kembali lagi dengan judul berbeda, saksikan terus ya cerita Aqila dan Iqbal....

Terimakasih yang udah mampir dan selamat membaca di bab selanjutnya, bye-bye**...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!