nostalgia dan belajar bersama abang

Besok adalah waktunya Aqila untuk ujian akhir semester dan menentukan lulus atau tidaknya.

Dan sekarang gadis itu sedang membaca buku yang waktu itu dia beli.

“Ishh lah, gak ngerti aku tentang yang ini” gerutu Aqila sembari melihat buku yang sangat tebal.

“Hmmm apa Qila minta tolong abang aja ya, ide bagus” ucap Aqila lalu bangkit dan membuka gorden serta pintu balkon.

Aqila melihat seutas tali dia tersenyum, lalu mulai menggoyang-goyangkan tali itu hingga berbunyi seperti suara lonceng.

Krincing... Krincing

Aqila melihat kesebrangnya, dan di rasa belum ada sahutan dia terus saja menggoyang-goyangkannya. Hingga akhirnya senyumannya terbit ketika dia melihat pria tampan yang menatapnya datar di sebrang sana.

Aqila melambaikan tangannya dengan senyuman manis di bibirnya, “Abangg” panggilnya ketika Iqbal mulai keluar balkon.

“Abang pake ini” ucap Aqila seraya memperlihatkan wadah bekas kaleng susu yang di ujungnya di beri lubang dan sisi lainnya di beri tali, seperti mainan telepon zaman dulu. (Yang dulu pernah main mah pasti tau)

Di sebrang sana Iqbal melihat di pinggir balkonnya juga ada, lalu dia mengambilnya dan meletakan di telinganya.

“Abang, lagi apa tuhh?” tanya Aqila ketika sudah di rasa tersambung.

“Kepo” jawabnya dari sebrang sana.

Aqila melihat wajah Iqbal yang kesal dia terkekeh pelan, hingga dia lupa dengan tujuan awalnya untuk memberitahu niatnya.

“Kalau gak ada yang penting, lebih baik tidur” ucapnya dan Aqila yang mendengarnya sedikit kesal.

“Ihh abang nanti dulu, kita nostalgia dulu kaya waktu kecil” ucap Aqila dan menampilkan senyumannya yang manis.

Disebrang sana, Iqbal terdiam seperti memikirkan sesuatu, pikirannya terbayang dengan beberapa tahun yang lalu. Dimana waktu dulu dia dan Aqila sering main telepon-teleponan seperti ini apa lagi sehabis pulang ngaji, mengingatnya Iqbal jadi tersenyum sendiri dan Aqila dapat melihat senyumannya.

“Abang” panggil Aqila.

“Iya”

“Qila kangen” ucap Aqila terkekeh, sedangkan di sebrang sana Iqbal memutar bola matanya malas.

Dirasa tidak ada jawaban dan Aqila pun kembali bicara, “Abang tau gak, kalau..... Qila tuh sayang abang, hehehe” ucap Aqila lagi terkekeh.

“Abang ta-” ucapannya terhenti ketika melihat Iqbal yang berdiri, dia pun ikut berdiri.

“ABANGG IHHH JANGAN DULU, TEMANI QILA DULU” teriak Aqila keras hingga Iqbal pun dibuat kaget dengan teriakannya, tak terkecuali orang-orang yang melintasi rumah mereka pun menatap Aqila.

Sedangkan Iqbal dia langsung menatap Aqila kesal dan yang di tatap hanya tersenyum tanpa dosa sedikit pun.

“Apa?” tanya Iqbal sedikit berteriak.

“Pake ini lagi” jawab Aqila menunjukan mainan yang tadi.

Dengan rasa terpaksa akhirnya Iqbal pun menurutinya, dan kembali duduk untuk mendengarkan ocehan gadis itu.

“Abang diam dulu” ucap Aqila melalui mainan tersebut.

“Iya”

“Abang inget gak sih waktu dulu, waktu dulu itu abang sering ceritain Qila lewat ini, sebelum tidur pasti abang ceritain Qila dulu” ucap Aqila mengingatkan waktu dulu mereka yang kurang lebih masih anak SD.

“Kalau gak abang yang cerita Qila yang cerita. Ohh ya abang, Qila punya tebak-tebakan” lanjutnya.

“Apa?”

“Apa bedanya abang sama kupu-kupu?” tanya Aqila yang terus tersenyum tanpa henti.

“Beda lah, kalau kupu-kupu hewan kalau abang manusia” jawabnya santai.

Aqila terkekeh mendengarnya, emang sih gak ada yang salah dari jawabannya, tapi kan... Hehe.

“Salah” ucap Aqila tersenyum.

“Lah terus apa?” tanyanya.

“Kalau kupu-kupu itu terbangnya di langit, kalau abang terbangnya di pikiran dan hati Qila” ucapnya tersenyum-senyum.

Sedangkan Iqbal kembali memutar bola matanya malas, “Itu doang?” tanyanya.

“Iya, ehh gak masih ada” saut Aqila.

Lalu Aqila berpikir sejenak sembari menatap langit malam, lalu dia tersenyum.

“Abang tau gak persamaannya matahari dan bulan?” tanya Aqila menatap Iqbal dari jauh.

“Sama-sama ciptaan Allah” jawabnya.

“Selain itu?” tanyanya lagi.

“Gak tau”

“Mereka sama-sama menerangi bumi, jika matahari menerangi pagi hingga sore, dan bulan menerangi dari terbenamnya matahari hingga terbitnya matahari, mereka bergantian menerangi bumi yang gelap ini. Sama halnya dengan abang... Abang selalu menerangi Qila dari pagi berganti malam, dari hari berganti bulan, dan dari bulan berganti tahun, tapi abang tidak pernah bergantian dengan siapapun, because abang selalu ada di hati Qila dan tak pernah tergantikan, sampai kapan pun” ucap Aqila panjang dan matanya terus menatap Iqbal di gelapnya malam serta senyumnya tak pernah luntur.

Iqbal di sebrang sana hanya diam saja dan sama halnya dengan Aqila yang terus menatapnya Iqbal pun sama menatap Aqila.

“Tapi Qila tak pernah jadi penerang di kehidupan abang, karena abang memiliki penerangan sendiri. Qila sadar, Qila sendiri tidak bisa menerangi hidup Qila apa lagi menerangi hidup abang, dan Qila hanya lah bintang kecil di hidup abang. Hanya bintang kecil yang cahayanya tidak mampu untuk menerangi seluruh dunia, Qila seperti dia karena abang memiliki bulan yang lebih terang dan indah, hingga abang tak ingin mengalihkan pandangan abang dari bulannya abang, Qila tau itu” lanjutnya yang membuat Iqbal terdiam, hanya terdiam.

Setelah itu mereka sama-sama terdiam dan saling menatap satu sama lain, hingga Iqbal tersadar dan memalingkan wajahnya.

“Jika sudah berceritanya tidur, ini sudah malam” ucap Iqbal mengalihkan topik.

Aqila tersenyum, “Baik abang, selamat malam” ucap Aqila lalu berdiri, dan ketika ingin masuk ke kamarnya dia teringat sesuatu.

“ABANGG” lagi-lagi Aqila teriak dengan sangat keras.

Iqbal membalikan badannya dan memutar bola matanya malas dia meraup wajah kasar, “Astagfirullah, apa lagi?” tanyanya berusaha tidak membuang Aqila ke sungai Amazon.

“AJARIN QILA BELAJAR BESOK QILA MAU UJIAN, OKEY JADI SEKARANG QILA KERUMAH ABANG” teriak Aqila langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari Iqbal.

Sedangkan di posisi Iqbal, dia menghela nafas pelan, lalu segera menutup pintu balkon dan turun kebawah pasti tuh anak udah nungguin di bawah.

Ketika sudah sampai di bawah benar saja Aqila sedang duduk di kursi yang di sebelahnya ada Ilham sedang menonton TV.

“Abang” panggil Aqila tersenyum.

“Cepat yang mana?” tanya Iqbal langsung to the point.

Aqila pun segera memberi tahu yang mana saja yang tidak dia ngerti, “Yang ini, yang ini, terus yang ini, sama yang ini” ucap Aqila menunjuk bagian pelajaran yang tidak dia mengerti.

Terdengar helaan nafas dari Iqbal, “Udah yang itu aja?” tanyanya.

Dan Aqila mengangguk dengan senyuman nya, “Udah ko” jawabnya.

“Elah Qi, lo bilang lo pinter ko masa yang gituan doang kagak ngerti” sungut Ilham mengejek.

“Aqila ngerti ko cuman gak paham aja” ucapnya tak kalah sungutnya.

“Itu mah sama aja, dodol” saut Ilham menoyor kepala Aqila pelan.

“Ihhh ka Ilham, gak boleh gitu tau” ucap Aqila kesal yang juga menoyor kepala Ilham tapi lebih keras.

“Ehh lo juga” Ilham yang tak terima ketika ingin mencubit Aqila pun tak jadi lantaran di tatap tajam oleh Iqbal.

“Huh, kali ini selamat lo dari cubitan maut gue” ucap Ilham kesal lalu kembali menonton TV.

“Bodo amat, wleee” saut Aqila menjulurkan lidahnya.

“Mau belajar atau mau berantem?” tanya Iqbal dingin.

“Belajar” jawab Aqila cepat.

“Ya sudah sini duduk” Iqbal menepuk tempat di sebelahnya.

Aqila pun duduk di karpet sebelah Iqbal agak jauh sih karena Iqbal yang sedikit menjauh.

“Perhatikan dengan baik” ucapnya yang mulai membuka buku.

”Heem” Aqila mengangguk.

Iqbal mulai menjelaskannya dan Aqila? Gadis itu tidak sama sekali memperhatikan Iqbal yang menjelaskan melainkan dia menatap setiap detail wajah tampan Iqbal dengan senyum-senyum sendiri.

“Apakah sampai sini kau paham?” tanya Iqbal menatap Aqila.

“Huh tampannya” gumam Aqila, Iqbal menatap datar Aqila.

DUG

“Awss, sakit abang” pekik Aqila ketika Iqbal menjitaknya pelan dengan pulpen.

“Mangkanya perhatiin” ucapnya datar.

“Sekarang kerjakan yang ini” Iqbal memberikan satu soal kepada Aqila.

”Hah yang benar saja, ini sangat sulit” ucap Aqila ketika melihat soal matematika.

“Kerjakan, kalau kau tidak mengerjakannya akan abang katakan pada ayah kalau kau tidak pernah belajar dan sering menyontek” ancam Iqbal tersenyum tipis ketika dia melihat raut wajah Aqila yang berubah cemas.

“Aahhh jangan, nanti ayah akan memotong uang jajanku” rengek Aqila memohon.

“Mangkanya kerjakan” Iqbal menatap Aqila datar.

“Huh, baiklah” ucap Aqila pasrah.

“Ohh ternyata ranking satu tuh dapat nyontek” saut Ilham mulai mengejek Aqila.

“Ihhh ka Ilham... Abang lihat ka Ilham dia mulai mengajakku bertengkar” adu Aqila pada Ilham yang menjulurkan lidahnya.

“Ilham, kau diam atau ana kasih tau ibumu kalau kau pernah...” Iqbal menggantung ucapannya dan meneruskannya lewat isyarat jari yang membuat Ilham menatapnya kesal.

“Hmmm iya-iya, lo mah main ngancem mulu” ucapnya kesal dan memakan cemilannya kembali, Aqila yang melihatnya terkekeh.

“Kerjakan” ucap Iqbal dingin.

“Iya” Aqila mulai mengerjakan soalnya dengan sangat berpikir keras.

Setelah cukup lama mengerjakannya akhirnya selesai, “Ahhh selesai, apakah seperti ini?” tanya Aqila memberikan bukunya pada Iqbal.

Iqbal menerimanya dan melihatnya, dia menghela nafas pelan, “Kan sudah abang bilang, ini dulu yang di kerjakan baru yang ini, jadi kan salah jawabannya. Mangkanya kalau abang jelasin itu perhatiin kebuku bukan ke abang” ucap Iqbal panjang lebar.

“Iya abang maaf, cerewet banget deh” ucap Aqila mengerucutkan bibirnya.

“Huh, ya sudah sekarang perhatikan lagi, soalnya masih banyak yang harus di kerjakan dan kita mengejar waktu, lihat ini sudah jam 8 malam” Iqbal menunjuk ke arah jam dinding.

“Apa nanti ayah dan bunda tidak akan mencarimu?” tanya Iqbal.

“Iya-iya, tidak ko ayah dan bunda tidak akan nyariin Qila, kan Qila udah izin tadi” sautnya, dan Iqbal mengangguk paham.

“Ya sudah perhatikan” ucap Iqbal dan mulai menjelaskan lagi.

Kali ini memang benar Iqbal menjelaskan dan Aqila memperhatikannya sekali-kali dia bertanya.

Tapi bukan Aqila namanya jika tidak ada hal yang di lakukannya, pasti dia selalu membuat Iqbal kesal dan dia pun selalu mengganggu Iqbal yang sedang menjelaskan dengan cara menoel pipinya dengan pulpen atau mencoret tangannya dengan pulpen dan lain sebagainya.

“Bisakah kau diam” ucap Iqbal menatap Aqila kesal.

Sedangkan Aqila mengulum senyumnya dengan cara mengembungkan wajahnya, dan dia mengangguk agar tak mendapatkan omelannya lagi.

Iqbal menghela nafas, lalu mulai menjelaskannya lagi, dan sudah cukup lama Iqbal menjelaskannya hingga bagian terakhir, akhirnya selesai juga dia menjelaskannya.

“Sudah semua apa kau paham?” tanya Iqbal yang matanya masih fokus pada buku.

“Qi... Apa kau paham?” tanya Iqbal dan menoleh pada Aqila ketika tidak ada jawaban.

Dia menghela nafas panjang, pasalnya Aqila tertidur menelungkupkan wajahnya di atas meja.

“Tidur ternyata” gumamnya pelan lalu melihat Ilham yang juga tertidur di atas sofa dengan TV yang masih menyala.

Iqbal melihat ke arah jam, lagi-lagi dia menghela nafas, “Sudah jam sepuluh, pantas saja” gumamnya lalu mulai membereskan buku-buku milik Aqila.

“Qi bangun, ini sudah malam pulang lah” ucap Iqbal pelan menoel lengan Aqila menggunakan pulpen.

“Qi... Bangun yu” kali ini Iqbal sedikit mengeraskan gerakannya.

“Hmm, iya bang Qila paham” Aqila mengigau dan kali ini wajahnya menghadap ke Iqbal.

Iqbal melihat Aqila yang tertidur begitu pulas, dia tersenyum tipis ketika melihat wajah damai Aqila.

“Qi... Bangun pindah tidurnya kerumah mu” Iqbal menoel pipi cuby Aqila dengan pulpen.

“Qi...” Iqbal menghela nafas pelan.

“Queenza Aqila bangun” ucap Iqbal sedikit mengeraskan suaranya.

“Iya abang dikit lagi” ngigaunya lagi.

Mau gak mau dan dangan terpaksa Iqbal menyipratkan sedikit air pada wajah Aqila.

“Aaa hujan-hujan” Aqila bangun dan mengusap wajahnya.

“Abang hujan" ucap Aqila menatap Iqbal dengan wajah bantalnya, tapi sangat lucu.

“Iya hujan badai” ucap Iqbal ketus.

”Ini sudah malam, pulanglah” lanjutnya dan memberikan tote bag berisi buku itu kepada Aqila.

“Hah?” Aqila melihat ke arah jam dan memang benar sudah jam sepuluh lewat seperempat.

“Secepat itu?” tanya Aqila bingung.

“Iya udah cepat pulang, gak baik anak gadis di rumah pria malam-malam” ucap Iqbal ketus.

“Ihhh tapi kalau di rumah calon suami mah boleh kali” Aqila menarik turunkan alisnya dengam senyumannya

Iqbal memutar bola matanya malas, “Sudah sana pulang, abang lihatin dari sini” ucapnya mengusir Aqila.

“Ihh, ya udah Qila pulang dulu, makasih ya bang jangan kangen Qila, jangan lupa mimpiin Qila ya dadah, muachh” ucap Aqila ketika sudah keluar dari rumah Iqbal dan memberikan ciuman jarak jauh.

Iqbal lagi-lagi memutar bola matanya malas, setelah Aqila masuk kerumahnya dengan aman dia baru masuk kedalam.

Iqbal lalu mematikan TV dan membangunkan Ilham, “Ham bangun pindah kamar” ucapnya menarik kasar tangan Ilham hingga sang empu langsung duduk dengan mata yang masih tertutup.

“Nanti” sautnya dan kembali ambruk ke atas sofa.

”Ya udah bodo amat, ana mau ke kamar” Iqbal langsung saja pergi kekamarnya dan meninggalkan Ilham di ruang TV.

**To Be Continue.....

***

Terimakasih udah mampir dan selamat membaca di bab selanjutnya, bye-bye**....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!