NovelToon NovelToon

Takdir Untuk Aqila

Kembali

Bandara Soekarno-Hatta pukul 08.30 WIB,

Hembusan angin yang kencang membuat kerudung yang di kenakan oleh gadis cantik itu ikut terbang mengikuti arah mata angin.

“Ish lah, angin nih tidak bisa diam apa? Kan jadi membuat kerudung Qila ikut terbang, nanti gimana coba kalau Qila ikut terbang juga, kan gak lucu” oceh Aqila sembari membenarkan kerudungnya yang terbawa oleh angin.

Aqila kini berada di bandara sedang menunggu sang pujaan hati yang sebentar lagi akan pulang ke tanah air setelah sekian lamanya dia menempuh pendidikan di Tarim.

“Ayah apakah masih lama abang datangnya? Ko pesawatnya gak muncul-muncul?” tanya Aqila menatap sang ayah yang juga sedang menunggu.

“Sabar Qila nanti juga datang” jawab ayah Qila- Ayah Fikri.

“Abi, abang Iqbal lama ya?” tanya Aqila kini beralih menatap Abi lebih tepatnya Abinya Iqbal- Abi Syam.

“Sabar ya nak” sautnya tersenyum, Aqila hanya mengangguk dan menunduk dengan wajah yang di tekuk.

“Tuh Iqbal bukan Syam?” tanya Ayah Fikri sembari menunjuk ke arah depan.

Abi Syam dan Aqila sontak menoleh ke arah yang di tunjuk oleh ayah Fikri, mata Aqila berbinar ketika dia melihat seorang pria tampan dengan menggeret kopernya yang sedang menghampiri mereka.

“Assalamualaikum” salamnya ketika sudah sampai di hadapan mereka.

“Waalaikummussalam” jawab mereka.

Pria tampan tersebut menyalami abi Syam dan ayah Fikri, “Apa kabar nak?” tanya abi Syam dan memeluk putranya.

“Alhamdulillah baik Bi, abi bagaimana?” sautnya lalu melepas pelukannya dan tersenyum menatap abinya.

“Alhamdulillah abi juga baik nak, syukur deh kalau kamu baik” jawab abi Syam menepuk pundak putranya.

“Iqbal” panggil ayah Fikri yang membuat sang empu menoleh dengan senyumannya.

“Ayah” panggilnya juga dan mereka saling berpelukan.

“Sehat nak?” tanya ayah Fikri.

“Alhamdullillah, ayah sehat?” tanyanya balik.

“Alhamdulillah” jawabnya.

Sedangkan Aqila sedari tadi hanya diam saja dan pandangan matanya tak pernah lepas dari wajah tampan yang sudah lama dia rindukan.

“Abang” panggil Aqila pelan, yang membuat ketiga pria beda generasi itu menatapnya.

Aqila dengan wajah sendunya menatap Iqbal, “Huwaaa Qila juga mau di peluk” teriaknya dan meregangkan tangannya minta di peluk, tapi bukan sebuah pelukan yang di terima melainkan sebuah tas berukuran besar yang di lempar oleh Iqbal.

Aqila menatap bingung ke arah tas tersebut, “Ihhh abang bukan tas yang mau Qila peluk tapi abang” rengeknya menghentak-hentakan kakinya.

“Hei bocah, kita ini bukan mahram” ucapnya ketus yang membuat kedua pria paruh baya itu terkekeh.

“Ihhh Qila bukan bocah, sekarang Qila udah besar umur Qila udah 18 tahun, Qila udah sekolah dan mau lulus SMA jadi Qila bukan bocah lagi” ucapnya kesal mengerucutkan bibirnya dan tetap memeluk tas besar yang dilempar Iqbal tadi.

“Terus kalau bukan bocah apa?” tanyanya menatap Aqila datar.

“Ya pokonya Qila bukan bocah lagi, abang gak boleh panggil Qila bocah lagi” sautnya menatap kesal pria di hadapannya saat ini.

“Kau tetap bocah karena badanmu kecil” ejek Iqbal menatap Aqila yang lebih pendek dan kecil darinya.

“Huwaaa ayah, abi, abang Iqbal galak, dia bilang Qila bocah dan badan Qila kecil” adu Qila kepada abi Syam dan ayahnya.

“Lah emang yang di katakan Iqbal benar” saut ayah Fikri membenarkan yang membuat Aqila makin kesal.

“Huwaaa ayah sama aja, Qila aduin ke bunda dan juga umi ya” ancamnya.

“Silahkan saja” saut Iqbal lalu pergi bersama abinya dan ayah Fikri meninggalkan Aqila sendirian.

“Huwaaa, kenapa tinggalin Qila, kalian jahat main tinggal terus” teriak Aqila lalu berlari dengan membawa tas yang masih di dalam dekapannya.

***

“BUNDA... UMI... Ayah, abi, sama abang Iqbal jahat sama Qila” teriak Aqila dan langsung masuk kedalam rumah untuk mencari bundanya dan umi Fatimah- uminya Iqbal.

“Astagfirullah Qila gak boleh teriak-teriak” peringat bunda Aqila- bunda Asih.

“Heheh maaf, bunda ayah jahat sama Qila” adu Aqila kepada sang bunda.

“Jahat kenapa?” tanyanya.

“Abang Iqbal bilang badan Qila kecil ayah juga membenarkannya, bunda badan Qila gak kecilkan, badan Qila besar, Qila juga bukan bocah lagikan bun?” tanya Aqila.

“Iya-iya” jawabnya.

“Jawabnya ko cuman iya-iya doang?” tanya Aqila kesal.

“Ya terus bunda harus jawab apa?” tanya bunda Asih balik.

“Ya jawab apa kek” saut Aqila kesal dan bersedekap dada serta memalingkan wajahnya.

“Dimana yang lain nak?” tanya umi Fatimah yang baru datang sembari membawa nampan di tangannya lalu di letakkan di atas meja.

“Tuuhh” tunjuk Aqila kepada ketiga pria yang sedang berjalan menghampiri mereka.

“Assaalamualaikum” salam mereka bareng.

“Waalaikummussalam” jawabnya.

“Iqbal anak umi, umi kangen nak” ucap umi Fatimah dan langsung memeluk putranya erat.

“Iqbal juga umi, umi apa kabarnya?” tanya Iqbal dan mencium kening uminya.

“Alhamdulillah baik sayang, kamu bagaimana?” tanya umi Fatimah tersenyum dan mengelus kepala anaknya lembut.

“Alhamdulillah umi, Iqbal juga baik” jawabnya.

“Iqbal lama tak jumpa” saut bunda Asih dan Iqbal menangkupkan lengannya di depan dada.

“Iya bunda, bunda sehat?” tanya Iqbal.

“Alhamdulillah sehat, kamu makin tampan saja ya” ucapnya yang membuat semuanya terkekeh.

“Iyalah tampan, abang Iqbal gitu, ya kan bang?” tanya Aqila menaik turunkan alisnya.

Sedangkan Iqbal hanya menatapnya saja tanpa niat untuk menjawabnya, dan Aqila mengerucutkan bibirnya kesal.

“Sudah-sudah kita duduk dulu, pasti sangat lelah perjalanan jauh” saut abi Syam, lalu mereka duduk dan berbincang-bincang lebih tepatnya para ibu-ibu yang bertanya banyak kepada Iqbal hingga tidak memberikan para suaminya dan Aqila kesempatan untuk berbicara.

“Bundaa... Umiiii... Gantian dong, kan Qila juga mau bertanya sama abang” kesal Aqila dengan suara cemprengnya.

“Iya-iya” jawabnya bareng.

“Abanggg” panggil Aqila manja.

“Abanggg, sudah adakah kekasih?” tanya Aqila yang membuat Iqbal menatap Aqila horor.

“Belum, emang kenapa?” tanyanya ketus.

“Hmmm, AAAA berarti ada kesempatan untuk Qila dong hehehe” ucapnya tersenyum malu-malu, sedangkan yang lain menatap Aqila aneh.

“Nak kamu sehat?” tanya bunda Asih meletakkan tangannya di kening Aqila.

“Ihh bunda apaan sih, Qila sehat ko, ya kan bang?” ucap Aqila dan menatap Iqbal dengan tatapan yang sangat menyebalkan.

Iqbal hanya memutar bola matanya malas, sedangkan yang lain kembali terkekeh melihat sifat mereka yang masih seperti dulu, tak pernah berubah. Benarkah?

**To Be Continue...

***

Hai luplup, kembali lagi dengan judul berbeda, saksikan terus ya cerita Aqila dan Iqbal....

Terimakasih yang udah mampir dan selamat membaca di bab selanjutnya, bye-bye**...

Debat teroosss

“Assalamualaikum, abanggg” salam Aqila dan memanggil Iqbal tepat di depan rumahnya.

“Assalamualaikum...” salam Aqila lagi karena belum ada jawaban.

“Waalaikummussalam” sautnya dari dalam dan tak lama kemudian pintu rumah terbuka dan memperlihatkan wanita paruh baya yang masih terlihat cantik.

“Ehh umi” ucap Aqila dan menyalami tangan umi Fatimah.

“Ehh Qila, ayo masuk-masuk” ucap Umi Fatimah mempersilahkan Aqila masuk, Aqila pun masuk dan duduk setelah di persilahkan untuk duduk.

“Ada apa nak?” tanya umi Fatimah menatap Aqila.

“Ohh ini umi, Qila membawakan ini dari bunda untuk umi” ucapnya sembari memberikan sebuah rantang kepada umi Fatimah.

“Terimakasih ya nak, bilang kepada bundamu” ucapnya tersenyum.

“Iya umi” sautnya dan tersenyum juga.

“Ohh iya umi, hmmm abang nya ada?” tanya Aqila menatap umi Fatimah.

“Ohh Iqbal?” tanya umi Fatimah yang membuat Aqila mengangguk cepat.

“Iqbal ada di kamarnya bersama Ilham” lanjutnya sembari manatap ke lantai dua di mana kamar Iqbal berada.

Aqila mengangguk, “Emang kenapa nak?” tanya umi Fatimah.

“Hmmm tadinya Qila mau minta tolong abang untuk mengantar Qila ke perpustakaan, soalnya minggu depan Qila mau ujian” jawab Aqila, umi Fatimah mengangguk.

“Ya udah sebentar ya, umi panggilkan Iqbal nya dulu” ucap umi Fatimah yang membuat Aqila tersenyum dan mengangguk cepat.

Umi Fatimah menaiki tangga untuk memanggil Iqbal, dan tak lama kemudian turun lagi dengan dua pria tampan di belakangnya, setelah itu umi Fatimah langsung menuju dapur untuk mengalihkan makanan di rantangnya sedangkan kedua pria tampan itu menghampiri Aqila yang sedang duduk.

“Ada apa?” tanya Iqbal dingin.

Aqila menatap Iqbal dengan wajah berbinar, “Hmmm abang antar Qila yu” ucap Aqila tersenyum.

“Kemana?” tanyanya tanpa menatap Aqila.

“Ke toko buku” jawabnya dengan senyuman yang tak pernah luntur dari wajah cantiknya.

“Gak bi-” ucapan Iqbal terpotong cepat oleh pria di sebelahnya.

“Ayo” sautnya cepat.

“Ihh kapan ada ka Ilham di sini?” tanya Aqila menatap Ilham sepupunya Iqbal.

“Ehh, sedari tadi gue berdiri disini, masa lo kagak liat gue segede gaban gini” ucapnya kesal menatap Aqila.

Sedangkan Aqila hanya mengangkat bahunya acuh, “Ayo bang, kan udah di iyakan sama Ka Ilham” ucap Aqila menatap Iqbal.

Sedangkan Iqbal menatap datar ke sepupunya itu yang hanya tersenyum tanpa dosa, “Gak bisa” ucapnya ketus.

“Ihh ko gitu” ucap Aqila cemberut.

“Ayolah” lanjutnya menunjukan pupy eyesnya.

“Iya Bal, ayo kan lu juga baru sampe Indonesia jadi kita sekalian jalan-jalan gitu” saut Ilham.

“Gak bi-” lagi-lagi terpotong.

“Udah Iqbal sekali-kali” saut umi Fatimah yang baru datang dengan membawa rantang yang tadi Aqila bawa.

“Tuh bang, umi juga boleh” ucap Aqila tersenyum menatap umi Fatimah yang memberikan rantang kepadanya.

Iqbal menghela nafas pelan, “Baiklah” jawabnya malas.

“Yeayy” seru Aqila tersenyum senang.

“Ohh iya, makasih ya makanannya” saut umi Fatimah.

“Iya umi sama-sama” jawabnya.

“Ya sudah kami langsung berangkat saja umi” ucap Iqbal menyalami tangan uminya, yang di susul oleh Ilham dan Aqila.

“Assalamualaikum” salamnya.

“Waalaikummussalam” jawab umi Fatimah lalu menunutp pintu ketika mobil Iqbal keluar dari pekarangan rumah.

“Abang tunggu, Qila mau nyimpan ini dulu” ucap Aqila berlari kedalam rumahnya.

Tak lama kemudian Aqila datang lagi dengan tas selendang boneka kecil di lengannya, “Nah ayo bang” ucapnya ketika sudah masuk dan duduk di belakang.

“Udah?” tanya Iqbal, dan di angguki oleh Aqila.

“Udan Bal, jalan” saut Ilham.

“Bismillahirohmanirrohim” ucap Iqbal dan Aqila bareng.

Ilham yang mendengarnya berdehem-dehem, sedangkan Aqila dia sudah tersenyum malu-malu, dan Iqbal? Pria itu tentu saja hanya diam dan memutar bola matanya malas.

***

Selama perjalanan hanya ada keheningan dan itu membuat Aqila sangat bosan, “Abang nyalakan audionya dong” pinta Aqila pada Iqbal.

“Nyalain sendiri” sautnya ketus dan hanya fokus menyetir.

Aqila cemberut lalu dia menatap Ilham yang hanya main ponselnya saja, “Ka Ilham tolong nyalain dong, Qila lagi PW nih” ucap Aqila yang tersenyum ke arah Ilham.

“Hah apa Qi gak denger nih?” ucapnya pura-pura tak mendengarnya.

Dan itu membuat Aqila semakin kesal, “Ka Ilham budeg ya, kan Qila minta tolong nyalain musik” ucapnya kesal dan bersedekap dada.

“Hah apa?” tanyanya di sengaja.

“Amiinn Ya Allah, huhh... Ka Ilham yang baik, ganteng, dan tidak sombong, Qila mau minta tolong dong buat nyalain audionya” ucap Aqila berusaha sabar agar tidak menampol Ilham yang sangat menyebalkan.

Sedangkan Ilham yang mendengar dirinya di puji tersenyum senang, “Ohhh, bilang dong dari tadi kalau minta tolong, kan biar gue nyalain audionya” ucapnya dan menyalakan Audio, sedangkan Aqila memutar bola matanya malas.

“Bilang apa Qi?” tanya Ilham melihat Aqila yang duduk di belakang.

“Makasih ka Ilham” jawabnya tersenyum paksa, dan Ilham yang melihatnya tersenyum senang, dia paling suka jika mengerjai gadis itu apalagi sampai menangis.

Sedangkan Iqbal hanya diam saja dan fokus untuk menyetir tanpa memperdulikan dua human yang sedari tadi ribut.

“ANA UHIBUKAFILLAH, KU MENCINTAIMU KARENA ALLAH” Aqila ikut menyanyi ketika bagian reffnya tak lupa dengan melirik ke arah Iqbal yang terus fokus kedepan.

“JIKA DIA YANG TERBAIK UNTUKKU, DEKATKANLAH HATI KAMI YA ALLAHH.....” Aqila terus menyanyi dengan suar khasnya yaitu CEMPRENG.

“ANA UHI- lah kenapa di matiin?” tanya Aqila ketika lagunya tiba-tiba di matikan oleh Iqbal.

“Berisik” jawabnya ketus.

“HAHAHAHA, mangkanya kalau suaranya ke radio butut mending kagak usah nyanyi dah” Ilham ketawa terbahak-bahak mengejek Aqila, sedangkan Aqila langsung menekuk wajah nya.

“Kalian jahat, Qila gak suka” ucapnya

bersedekap dada dan memalingkan wajahnya keluar jendela.

“Bodo amat” saut Ilham kembali mengejek.

“Pak amat aja gak bodo, emang ka Ilham bodo, bodo Ilham wlee” ucap Aqila menjulurkan lidahnya pada Ilham yang melotot ke arahnya.

“Apa hah?” tanya Aqila ketika Ilham terus saja menatap ke arahnya.

“Apa?”

“Apa, ka Ilham yang apa?”

“Elo...”

“Ka Ilham...”

“Aqila jelek”

“Ka Ilham jelek, bau asem, suka ngeces”

Mereka terus saja adu mulut tanpa ada yang mau mengalah, sedangkan Iqbal telinganya sudah kebal mendengar perdebatan mereka, dia sudah di latih sejak kecil.

“Ka Ilham... Hiks... Huwaaa abang ka Ilhamnya nakal” pecah sudah tangis Aqila, dan Iqbal menghela nafas pelan.

“Dasar cengeng” ejek Ilham yang membuat tangis Aqila semakin keras.

“Huwaaaa abanggg ka Ilham nakal, bilang Qila cengeng. Qila gak cengeng, Qila cuman nangis aja” ucapnya dengan polosnya.

“Sama aja t0l-” ucapannya terhenti ketika Iqbal menatapnya tajam.

“Maksud gua tolong” lanjutnya tersenyum canggung, Iqbal lalu kembali fokus untuk menyetir.

“Udah jangan nangis lagi, bentar lagi sampe, kalau masih nangis kita puter balik” ancam Iqbal yang membuat tangis Aqila berhenti.

“Nah gitu dong” lanjutnya ketika tak mendengar isakan gadis di belakangnya.

“Tapi beli es krim” saut Aqila cepat, sedangkan Ilham lagi-lagi ketawa ketika melihat wajah suram Iqbal.

“Hmm” jawabnya malas.

“Turun” lanjutnya ketika mereka sudah sampai di parkiran depan toko buku.

Mereka akhirnya turun, dan mulai memasuki toko buku tersebut, dengan Aqila yang paling depan dan di ikuti kedua lelaki di belakangnya.

“Abang, ayo bantu Qila cari, Qila mau cari buku ini, kata teman Qila buku ini berguna biar kita tambah pintar” ucap Aqila menunjukan foto buku di ponselnya.

Iqbal dan Ilham melihatnya lalu mengangguk, “Qi emang lo udah pintar ya, beli buku itu biar tambah pintar?” tanya Ilham yang lagi-lagi mengejeknya.

“Ehh enak aja, ya Qila pintar lah, buktinya Qila dapat peringkat satu terus di kelas, emang ka Ilham ke satu dari belakang” jawabnya kesal.

“Enak aja Lo, gue i-” lagi-lagi terpotong oleh Iqbal.

“Mau debat atau mau cari buku?” tanya Iqbal dingin, yang membuat kedua human itu langsung jalan mendahuluinya.

Sedangkan Iqbal yang melihatnya menggelengkan kepalanya lalu menyusul mereka, dan mereka mulai mencari buku yang mereka butuhkan, Ilham juga sama mencari buku karena dia mau skripsi sedangkan Iqbal membantu mereka berdua, karena Iqbal sudah lulus kuliah lebih cepat di bandingkan Ilham.

**To Be Continue....

***

Jangan lupa di like ya dan kasih dukungan agar author tambah semangat nulisnya.

Terimakasih sudah mampir dan selamat membaca di bab selanjuynya, bye-bye**....

Tekor sudah

“Abangg, sini deh” panggil Aqila kepada Iqbal yang ada di balik rak buku-buku di hadapan nya.

“Ada apa?” sautnya dari sebrang sana.

“Sini dulu” ucap Aqila.

Iqbal yang ingin menghampiri Aqila tak sengaja menabrak seseorang.

BRUKK

“Astagfirullah, afwan ana tak sengaja” ucap Iqbal membantu membawakan buku yang terjatuh.

“Emm i-iya” sautnya gugup.

“Nih, sekali lagi afwan, ana benar-benar tak sengaja” ucap Iqbal dan memberikan bukunya kepada gadis di hadapannya saat ini yang sedang menunduk.

Iqbal sesaat terdiam melihatnya hingga bukunya di tarik yang membuatnya sadar, Iqbal menggelengkan kepalanya, “Astagfirullah” gumamnya pelan.

“Ehh ini” lanjutnya dan di terima oleh gadis bercadar itu.

“M-makasih” sautnya pelan.

Mereka sama-sama terdiam hingga suara Aqila menyadarkan Iqbal, “Abang” panggil Aqila melihat Iqbal yang sedang berhadap-hadapan dengan seorang wanita bercadar.

“E-eh i-iya” sautnya gugup.

“Abang kenapa?” tanya Aqila mendekati mereka.

Lalu Aqila menoleh ke arah wanita itu yang hanya menunduk saja, “Lho ka Syifa, ka Syifa ada di sini juga?” tanya Aqila pada gadis bercadar tersebut.

Syifa menatap Aqila, “Ehh Qila, iya” jawabnya lalu kembali menunduk saat pandangannya tak sengaja bertemu dengan Iqbal.

“Sedang mencari buku juga ya?” tanya Aqila lagi.

“Iya” jawabnya lagi yang terus menunduk.

“Ohh sama dong, oh ya ka, kaka masih inget gak sama abang Iqbal?” tanya Aqila.

“Iya” jawabnya mengangguk.

“Nah sekarang abang Iqbal sedang ada di depan ka Syifa, dia baru saja pulang kemarin pagi” ucap Aqila menatap Iqbal, Syifa pun hanya mengangguk saja.

“Abang masih inget dengan ka Syifa?” tanya Aqila beralih ke Iqbal, dan di balas gelengan oleh Iqbal.

“Abang lupa, ihhh itu lho, ka Syifa ini anaknya pak kyai guru ngaji kita dulu, ka Syifa ini yang selalu mencubit abang kalau abang nakal sama ka Ilham, hehe Qila masih inget lho” ucap Aqila terkekeh ketika mengingat masa lalunya, sedangkan Syifa tambah menunduk malu.

“Qila sudah” ucapnya pelan menyenggol lengan Aqila pelan juga, dan Iqbal yang melihatnya tersenyum tipis hingga tak terlihat senyumannya saking tipisnya.

“Abang ingetkan?” tanya Aqila lagi.

“Inget” jawabnya.

“Hei, kalian ini di cari kemana-mana ternyata di sini” saut Ilham menghampiri mereka.

“Ehh ada ukhty Syifa, assalamualaikum ukhty” ucap Ilham menangkupkan lengannya.

Sedangkan Iqbal dan Aqila yang melihatnya memutarkan bola matanya malas.

“Waalaikummussalam” jawabnya dan menangkupkan lengannya juga.

“Hmm, ya sudah kalau begitu ana duluan, assalamualaikum” salamnya lalu segera pergi.

“Waalaikummussalam” jawab mereka.

Iqbal terus menatap Syifa hingga dia menghilang di belokan, “Woii, Iqbal lo lihat apa sih?” tanya Ilham yang membuat Iqbal tersadar dan segera memalingkan wajahnya.

“Gak lihat apa-apa” jawabnya ketus lalu segera pergi meninggalkan mereka berdua, Aqila dan Ilham saling pandang dan mengangkat bahunya acuh lalu mereka menyusul Iqbal.

***

Setelah cukup lama mereka mencari dan sudah menemukan apa yang mereka butuhkan, mereka segera membayarnya dan langsung pulang.

Di dalam mobil,

“Abang, ayo kita beli es krim juga, bukankah abang sudah bilang mau belikan Qila es krim” ucap Aqila menatap Iqbal.

“Iya, tapi jangan banyak-banyak” sautnya yang membuat senyuman Aqila mengembang.

“Siap komandan, gak akan banyak-banyak ko cuman lima aja” ucap Aqila dan di akhiri kekehan.

Sesampainya di supermarket terdekat mereka kembali keluar dan masuk kedalam, “Cepat mau apa, abang tunggu sini” ucap Iqbal sembari menunggu di depan kasir, sedangkan Aqila dan Ilham yang mendengarnya langsung lari untuk mengambil makanan sebanyak-banyaknya, tekor dah tuh isi kantong Iqbal.

Iqbal yang menunggunya kesal, dia tau apa yang akan di lakukan oleh kedua makhluk itu, apalagi kalau bukan untuk menghabisi isi kantongnya, sudah biasa ya kata itu pas sih.

Tak lama kemudian Aqila datang dengan sekeranjang penuh tak terkecuali Ilham yang juga sama, lebih parahnya Ilham bukan sekeranjang melainkan dua keranjang, Iqbal yang melihatnya di buat menganga, kaget pastilah, sudah di pastikan uangnya akan RIP.

“Yang benar saja, sebanyak itu?” tanya Iqbal tak percaya, dan di angguki oleh keduanya.

Iqbal menghela nafas kasar, “Katanya eskrim aja” ucap Iqbal kepada Aqila, sedangkan Aqila hanya nyegir tanpa dosa.

“Kan tadi abang bilangnya cepat mau apa aja, abang tunggu di sini gitu katanya, ya udah kita ambil apa aja yang kita mau ya kan ka Ham” ucap Aqila meniru Iqbal dan di angguki oleh Ilham.

“Iya betul, lo gak percaya, kalau gak percaya lo bisa cek CCTV deh” ucapnya sembari menunjuk ke arah CCV.

Iqbal lagi-lagi menghela nafas kasar, “Iya deh” ucapnya pasrah, Aqila dan Ilham lalu memberikan barang belanjaannya kepada Iqbal lalu mereka segera pergi meninggalkan Iqbal yang hanya menatap mereka dengan tatapan dingin.

“Sabar, Iqbal sabar” gumam Iqbal lalu menuju kasir untuk membayarnya.

***

Iqbal keluar dari supermarket dengan menenteng barang belanjaanya, dan yang membuatnya semakin kesal yaitu ketika dia melihat Aqila dan Ilham sedang asik-asiknya makan batagor yang ada di depan supermarket, lalu dia menghampiri mereka dengan tatapan membunuhnya.

“Ekehemm” dehemnya menatap mereka berdua dingin.

“E-eh abang, udah bang?” tanya Aqila tersenyum kikuk.

Iqbal hanya diam saja lalu memberikan dengan kasar barang belanjaan kepada Ilham, “Ambil sendiri” ucapnya ketus lalu pergi masuk ke dalam mobil.

Sedangkan mereka berdua saling pandang lagi, “Qi singa marah deh” ucap Ilham menatap Aqila.

“Iya ka, tapi ini bukan salah kita ko, ini salah ab-” ucapan Aqila terpotong oleh suara klakson mobil.

TIN... TIN....

Iqbal mengelakson ketika melihat kedua human itu hanya diam dan malah mengobrol, Iqbal menurunkan kaca mobilnya, “Naik atau naik taxi” ancamnya yang membuat kedua human itu segera masuk setelah membayar batagornya.

Iqbal langsung menjalankan mobilnya untuk pulang, dia ingin segera pulang dia sudah penat menghadapi kedua makhluk ciptaan Tuhan itu.

“Abang mau batagor?” tanaya Aqila menyodorkan batagornya.

“Gak” jawabnya singkat.

“Lo bener kagak mau, ini enak Lho” saut Ilham.

“Gak” sautnya lagi.

Setelah itu tidak ada suara lagi dan hanya ada keheningan selama perjalan pulang.

***

Setelah menempuh perjalan yang cukup melelahkan akhirnya mereka sudah sampai, Aqila langsung keluar dari mobil, begitu pun dengan kedua pria tampan itu.

“Huh, alhamdulillah udah sampe” gumam Aqila.

“Abang makasih ya, udah mau antar Qila juga jajanin Qila, Qila pulang dulu ya” ucap Aqila menatap Iqbal.

“Iya” jawabnya singkat.

“Ya udah, abang jangan lupa istirahat dan jangan lupa pikirin Qila juga ya” ucap Aqila terkekeh.

“Ehh itu sih mau lo” saut Ilham lalu masuk terlebih dahulu.

“Dadah abang, jangan kangen Qila” teriak Aqila melambaikan tangannya yang penuh dengan barang belanjaanya.

Iqbal memutar bola matanya malas lalu segera masuk kedalam rumah setelah memastikan Aqila masuk kedalam rumahnya dengan aman.

Ya memang rumah mereka bersebelahan, jadi sangat dekat dan mudah bagi Aqila untuk melihat sang pujaan hati.

***

“Assalamualaikum” salam Aqila memasuki rumahnya.

“Waalaikummussalam, udah pulang nak?” tanya bunda Asih.

“Ya yang bunda lihat” jawab Aqila santai.

“Ya sudah pulanglah” jawab sang bunda.

“Ya berarti Qila sudah pulang bunda gimana sih” ucap Aqila lalu menyalami bundanya setelah menyimpan barang-barangnya.

“Ayah dimana bun?” tanya Aqila ketika tak melihat sang ayah.

“Biasalah ayah pergi dengan Ustadz Syam” jawab bunda.

“Ohh gitu, ya udah bun Qila ke kamar dulu ya” pamit Aqila, setelah mendapat anggukan dari sang bunda Aqila segera masuk ke dalam kamarnya dan membaringkan tubuhnya di kasur empuknya.

“Huh cape juga” gumam Aqila.

“Tapi gak papa asalkan sama abang” lanjutnya lagi lalu tersenyum-senyum sendiri sembari mengguling-gulingkan badannya di kasurnya.

Sedangkan di kamar lain, lebih tepatnya di kamar Iqbal, pria itu sedang duduk di tepi ranjangnya sembari meregangkan otot-ototnya yang pegal tapi tiba-tiba pikirannya teringat tentang gadis bercadar itu alias Syifa.

“Syifa” gumamnya pelan sembari tersenyum membayangkan Syifa tapi setelah itu dia menggelengkan kepalanya.

“Astagfirullah Iqbal kamu ini, dia bukan mahrammu kenapa kamu memikirkannya” gumamnya tapi tak urung dia kembali tersenyum dan membaringkan badannya.

Sedangkan Ilham pria itu sedang di kamar mandi tadi setelah dia makan banyak perutnya tiba-tiba sakit, mungkin karma, hehe.

**To Be Continue....

***

Terimakasih udah mampir dan selamat membaca di bab selanjutnya, bye-bye**....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!