LOVE In SILENCE
Suara riuh terdengar dari ruang kelas dua belas IPS1. Bagaimana tidak, hari ini tidak ada agenda pelajaran. Hanya ada kegiatan pembagian kartu ujian dan sosialisasi pemantapan persiapan ujian nasional yang akan dilaksanakan senin mendatang. Pihak sekolah sengaja mengkosongkan jam pelajaran agar siswa bisa sedikit rileks saat menghadapi ujian nasional yang akan dilaksanakan senin besok.
"Bar.....senin besok kita udah mau ujian nasional. Tinggal selangkah lagi kita bakal lulus dari sekolah ini, itu artinya kesempatan buat ngungkapin perasaan lho sama Ica sudah tak banyak lagi". Ucap Reza yang tak lain sahabat karib Bara yang sepertinya terlihat terus berusaha membujuk sahabatnya agar mau berterus terang tentang perasaannya selama ini yang berusaha dia pendam sejak dirinya duduk dibangku kelas sepuluh.
"Entahlah Za, gue pesimis. Dan kayaknya dia juga sudah ada yang ngisi hatinya. Karena gue denger dia sekarang lagi deket sama Kahfi" Bara mengatakan itu dengan wajah yang terlihat begitu sendu.
Bagaimana Bara tidak merasa pesimis, jika saingannya saat ini seorang primadona sekolah. Ashabul Kahfi, mantan ketua osis yang dikenal mempunyai wajah ganteng dan tentunya dengan segudang prestasi juga.
"Kalau lho emang ngerasa pesimis, ngapain lho masih berusaha mempertahankan perasaan lho sama dia. Saran gue mending lho coba buka sedikit hati lho buat gadis lain. Gue perhatiin banyak kok yang suka sama lho. Misalnya aja si Nesa, dia keliatan banget naksir sama lho. Dan gue rasa lho juga tau itu". Sebagai sahabat, Reza berusaha memberikan saran pada temannya.
"Gue belum kepikiran masalah itu. Mending sekarang kita fokus ujian nasional dulu. Lusa kan, jadi masalah cinta keep dulu aja lah". Bara mencoba tersenyum. Meski sebenarnya senyum itu tidak senada dengan kondisi hatinya saat ini.
"Terserah lho deh kalau gitu. Cuman sebagai sahabat gue gak kepengen liat lho terus-terusan kayak gini" Ucap Reza kemudian.
Dan setelah itu keduanya langsung beranjak dari tempatnya saat ini. Keduanyapun langsung menuju kelas mereka.
Saat hendak menuju keruang kelas, Bara dikejutkan dengan pemandangan dimana dia melihat Ica berjalan beriringan dengan Kahfi yang saat itu juga hendak menuju kelas.
"Makasih udah nganter sampek kelas. Tapi lain kali aku bisa sendiri" Terdengar kalimat itu Ica ucapkan pada Kahfi saat dirinya sampai diambang pintu.
"Pulangnya gue jemput" Ucap Kahfi pada Ica, dan setelahnya dia langsung membalikkan badan untuk bergegas menuju kelasnya tanpa menunggu jawaban apakah Ica setuju atau tidak.
Terlihat Icapun menghembuskan nafasnya dengan sedikit kasar. Entah ada apa diantara hubungan keduanya, namun yang Bara lihat sepertinya Ica sama sekali tidak merasa nyaman dengan sikap yang Kahfi tunjukkan padanya. Hanya saja Bara tidak memiliki keberanian untuk menanyakan hal itu.
"Bar.....tadi dari mana, aku cari dikantin kamunya ada" Ica menyapa Bara begitu ia melihat Kahfi sudah menjauh.
"Aku tadi ditaman sekolah sama Reza" Jawab Bara tanpa berani menatap wajah gadisnya
"Kamu habis ini langsung pulang atau gimana" Tanya Ica lagi
"Emangnya kenapa" Bukannya langsung menjawab, Bara justru malah bertanya balik.
"Gak pa pa, hanya bertanya saja"
"Kamu bukannya diajak pulang bareng sama Kahfi" Kali ini Bara yang bertanya lebih dulu.
Mendengar apa yang Bara ucapkan barusan, membuat Ica terlihat sedikit gugup untuk menjawabnya. Iapun hanya diam tanpa mau berkomentar lagi.
"Aku masuk kelas dulu" Tanpa menoleh pada Bara Ica langsung berlalu begitu saja masuk kedalam kelasnya.
Entah kenapa, setiap kali Bara bertanya tentang Kahfi padanya, hatinya merasa seperti dicubit. Ada sakit yang entah mengapa dirinya tidak mampu memahami apa penyebabnya.
Sementara Reza yang sejak tadi melihat ekspresi Bara saat berbicara dengan Ica seperti terlihat begitu dingin.
"Bar...Bar...Kalau sikap lho kayak barusan, gimana Ica bisa suka sama lho. Kesannya lho nyuwekin dia banget" terlihat Reza bicara sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sampai kapanpun sepertinya akan sulit buat Ica suka sama gue. Gue cukup sadar diri untuk bisa sama-sama dengan dia" Wajah Bara terlihat begitu sendu kala mengatakan hal itu.
"Kalau gue lihat orang jatuh cinta modelan lho, kayaknya gue bakalan ngalamin trauma akut buat jatuh cinta. Gue sering denger, katanya cinta itu bikin hidup berjuta rasa. Cinta itu bikin kita seneng, diem-diem ketawa sendiri, selalu semangat ngadepin hari. Apalagi kalau sekelas kayak gini. Lah lho, bener sih jatuh cintanya lho itu berjuta rasa. Cuman rasa yang lho nikmati bukan yang enak-enak, melainkan rasa pait, asem, pokoknya yang sepet-sepet dah. Gimana gak bikin gue trauma cobak" Jika sudah seperti ini, sahabatnya Reza akan berubah menjadi seperti mak mak kang kosan yang lagi ngomel saat tak dapat uang tagihan bulanan dari penghuninya.
"Diem gak, lama-lama mulut lho gue sumpel pakek ni sepatu" Barapun terlihat kesal, karena sejak tadi temennya ini gak ada berhenti-hentinya mengomel.
Barapun kemudian memilih duduk dibangkunya, karena tidak lama lagi wali kelasnya akan masuk untuk membagikan kartu peserta ujian.
Dari tempat duduknya Bara diam-diam mengamati Ica, bagi Bara gadis itu terlihat begitu manis saat tersenyum. Tatapan matanya begitu teduh, hingga siapapun yang menatapnya pasti akan merasakan ketenangan tersendiri.
"Selama ini sekalipun gue gak pernah ngerasain cinta dan sekalinya ngerasain cinta, itu sama lho Ca. Bahkan cinta itu begitu menancap kuat di hati gue. Sampai gue sendiri gak akan pernah bisa buat nyingkirinnya" Dalam batin Bara mengatakan hal itu.
Sejak awal Bara bertemu Ica, dirinya sudah memiliki perasaan lebih. Bara sendiri semakin yakin pada perasaannya sejak dia duduk dibangku kelas sebelas SMA.
Namun sejauh ini Bara selalu berusaha menutup rapat-rapat perasaannya. Hanya Reza sahabat dekatnya yang tau. Itupun bukan Bara yang memberitahunya. Melainkan Reza sendiri yang awalnya hanya menerka-nerka hingga tanpa sahabatnya ini mengatakan padanya, dirinya sudah bisa memahaminya.
Ada alasan besar mengapa Bara memilih diam dan menyimpan perasaannya sendiri. Yang jelas dalam hati dirinya berjanji sampai kapanpun akan mempertahankan rasa cintanya meski nanti keadaan mereka sudah tidak lagi sama.
Bagi Bara keyakinan adalah modal utamanya. Yang jelas baginya saat ini cukup melihat Ica tersenyum, itu sudah menjadi kebahagiaan tersendiri baginya. Karena bagi Bara selama dia masih bisa melihat senyum itu, maka hatinyapun pasti dalam keadaan baik, tapi jika sebaliknya maka dirinyalah orang pertama yang paling merasakan sakit.
"Bara Zayyan" Suara bu Ratna yang tak lain adalah wali kelasnya seketika membuat Bara tersadar dari lamunannya. Barapun langsung mengalihkan tatapannya pada guru yang ada didepan sana.
"Bara, ibu perhatikan dari tadi kamu ngeliatin Alisa terus" Ucap bu Ratna sambil tersenyum
Bu Ratna memang tipe orang yang suka blak-blakan saat berbicara. Namun dirinya selalu menyelingi setiap perkataannya dengan sedikit candaan. Beliau hanya akan serius pada saat jam-jam pelajaran saja.
"Ti-tidak bu, sa-saya dari tadi fokus liat keluar kok" Bara terlihat gugup sendiri saat dirinya tertangkap basah saat kedapatan memandangi Ica secara diam-diam.
Ica sendiri hanya menanggapinya dengan menunduk. Namun dalam hati sebenarnya dirinya merasa bahagia karena merasa diperhatikan oleh Bara. Sosok yang akhir-akhir ini mulai mengganggu ketenangannya.
Suara sorak-sorak seketika terdengar dari para siswa yang juga ikut-ikutan meledek Bara. Mereka baru diam saat bu Ratna memberi peringatan untuk diam dan beliau mulai kembali membagikan kartu peserta ujian sesuai absen.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Dawet_Legi
kisah di SMA emg plg berkesan😍
jangan lupa mampir di karyaku ya kak🙏
2023-09-28
2
vall_ceunah
balik masa SMA nih. masa2 yang membagongkan ahaha semangat kak. mampir di ceritaku juga makasih
2023-09-12
0
ninena
sadboy💔
2023-09-06
0