Tentang Bara

Para siswa diperkenankan pulang begitu pembagian kartu ujian selesai. Para siswa satu persatu mulai meninggalkan ruang kelas mereka. Tak terkecuali Bara dan juga sahabatnya Reza.

Baru saja Bara hendak keluar dari kelas, dia sudah disuguhi pemandangan dimana Kahfi terlihat masuk kedalam kelasnya untuk menghampiri Ica yang kala itu sepertinya juga akan pulang.

"Udah selesai kan" Kahfi bertanya saat dirinya sudah berada tepat didepan Ica.

Sebelum menjawab pertanyaan dari Kahfi, Ica terlihat menatap pada Bara. Bukan bermaksud apa, Ica hanya ingin melihat bagaimana ekspresi Bara saat ada laki-laki lain yang mengajaknya pulang bersama. Namun sayang, Bara memilih untuk langsung memalingkan wajahnya begitu tatapan mereka bertemu.

Icapun akhirnya dengan terpaksa menganggukkan kepala sebagai tanda bahwa dirinya mengiyakan pertanyaan yang dilontarkan oleh Kahfi padanya.

Kahfipun terlihat meraih pergelangan tangan Ica untuk digandengnya.

"Ini disekolah. Gak baik kalau kita jalannya sambil bergandengan tangan kayak gini" Ica menarik tangannya yang saat itu berusaha diraih oleh Kahfi.

"Maaf" Ucap Kahfi Lirih.

Keduanya kemudian berjalan beriringan menuju parkiran. Sesampainya disana, Kahfi terlihat membukakan pintu mobilnya untuk Ica. Diapun juga membantu Ica memasangkan sabuk pengaman.

"Mau langsung pulang atau mau mampir-mampir dulu" Tanya Kahfi saat keduanya sudah berada didalam mobil.

"Langsung pulang aja, kita kan mau ujian. Mending manfaatin waktu buat belajar aja" Ucap Ica tanpa memandang kearah lawan bicaranya. Dirinya hanya fokus melihat kearah luar.

Mobil yang Kahfi kendarai nampak mulai melaju. Dan saat melewati gerbang, terlihat Kahfi sengaja membuka kaca jendela mobilnya. Ternyata Kahfi bermaksud menyapa teman sekelasnya.

Saat itu, kebetulan Ica melihat Bara sedang menaiki sepeda motornya bersama Reza. Tentu saja sebenarnya Bara juga melihatnya. Hanya saja dia segera mengalihkan pandangannya. Entah mengapa matanya selalu terasa begitu sakit kala melihat Ica, gadis pujaannya bersama pria lain. Namun Bara sadar jika dirinya tidak memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan untuk bisa bersama Ica.

"Bar....kayaknya didalam mobil Kahfi ada Ica" Reza yang sekilas seperti melihat sosok gadis yang begitu dicintai sahabatnya ada didalam mobil milik Kahfi. Namun sayangnya belum sempat dia melihatnya dengan jelas, kaca mobil itu sudah terlebih dulu ditutup oleh pemiliknya.

"Gue gak liat. Udah mending kita pulang, nyampek rumah langsung istirahat. Ingat senin ujian dan lho musti belajar. Kali ini gue gak bakalan bisa ngasih contekan lho" Bara terlihat sedang memperingatkan temannya.

"Iya-iya gue inget. Dari kemarin-kemarin bilangnya itu terus. Padahal sahabat lho ini gak bodoh-bodoh amet kok. Buktinya dari dua puluh lima teman kita sekelas, gue masih masih masuk lima belas besar kok. Ya meskipun hitungan dari bawah" Terlihat Reza menggaruk kepalanya saat mengatakan itu.

"Ck...lima belas besar dari bawah udah bangga banget" Bara berdecak kesal.

"Ye...dari pada lho, sekolah doang pinternya. Urusan naklukin cewek satu aja dari zaman nenek moyang gue belum lahir, sampek sekarang belum kesampaian juga" Rezapun jadi ikutan kesal karena merasa Bara sudah meledeknya. Hingga diapun tak mau kalah dan ikutan meledek kembali sahabatnya.

"Kalau nenek moyang lho belum lahir, berarti lho sama gue belum lahir juga do-dol"

"Ya itu kan cuman perumpamaan. Kalau menurut istilah ilmu bahasa itu namanya....." Reza nampak sedang berfikir.

"Majas maksud lho" Lama berfikir, membuat Bara berinisiatif menjawabnya lebih dulu.

"Nah maksud gue itu. Gue mau ngomong cuman lidah gue barusan sedikit keseleo" Reza nampak berkilah.

"Bukan lidah lho yang keseleo. Tapi otak lho yang kongslet" Kesal Bara pada sahabatnya ini.

Terlihat Barapun mulai menambah kecepatan berkendaranya agar bisa segera sampai kerumahnya.

Sampai dirumah, Bara langsung membersihkan diri. Tak lupa dia menjalankan kewajibannya sebagai muslim. Baru setelah itu dia makan dan beristirahat sejenak.

Hal itu sudah menjadi kebiasaan Bara sejak lama. Apalagi sejak dirinya duduk dibangku kelas sebelas, dia memiliki pekerjaan sampingan.

Bara bekerja sebagai waiters disebuah cafe yang ternyata masih milik pamannya sendiri. Lebih tepatnya milik kakak laki-laki dari ibunya.

Sebenarnya pamannya sangat melarang keras Bara agar tidak bekerja, mengingat keponakannya ini masih SMA. Pamannya bahkan selama ini yang selalu membantu perekonomian ibunya sejak ayah Bara meninggal sepuluh tahun silam.

Bara terlahir diantara tiga bersaudara. Namun adik yang terakhir meninggal kala masih balita. Hingga kini tinggal Bara dan adik perempuannya yang nomer dua.

Ibunya dulu hanyalah seorang ibu rumah tangga. Sementara ayah Bara seorang pegawai negeri sipil di sebuah sekolah SLTP di daerah tempat tinggalnya.

Namun sejak ayah Bara meninggal, ibunya membantu pekerjaan dirumah kakaknya. Dia merasa tidak enak, karena kakaknya ini yang mengambil alih biaya pendidikan kedua anaknya setelah suaminya meninggal.

Meski berkecukupan, namun sayangnya paman Bara ini tidak dikaruniai seorang anak. Hingga akhirnya paman beserta istrinya memutuskan untuk membiayai pendidikan keponakannya setelah adik ipar mereka meninggal.

Saat ini Bara tengah bersiap untuk berangkat menuju cafe tempatnya bekerja. Dia sudah nampak rapi, dan tinggal berpamitan saja pada ibunya.

"Bu.....Bara berangkat dulu" Ucap Bara sambil menyalami tangan ibunya dengan begitu takdzim.

"Bar....kata pamanmu, mulai besok kamu libur dulu kerjanya. Kamu lagi ujiankan, jadi pamanmu meminta agar kamu fokus belajar dulu. Baru setelahnya kamu bisa bekerja lagi" Bu Tika, ibunya Bara menyampaikan apa yang tadi dipesakan oleh kakaknya.

"Iya bu. Kalau begitu Bara pamit berangkat kerju dulu"

Barapun kemudian berangkat menuju cafe dimana dia bekerja. Dirinya bekerja dari jam empat sore hingga jam sembilan malam saja.

Hal itu tentu karena perintah dari paman dan juga bibinya. Meskipun cafe itu tutupnya jam sepuluh malam, namun keduanya tidak membiarkan Bara pulang terlalu malam. Alasannya karena tidak ingin membuat adiknya atau ibu Bara khawatir dan lagi Bara masih sekolah jadi khawatir bangun paginya kesiangan.

Bara berangkat dengan membawa motornya menuju tempat kerjanya. Sesampainya di sana seperti biasa dia langsung berganti pakaian dan bekerja sesuai dengan porsi tugasnya.

Diantara para karyawan, Bara dikenal sebagai karyawan yang sangat rajin. Meski dirinya yang notabenenya keponakan pemilik cafe tempatnya bekerja, namun sedikitpun Bara tidak memanfaatkan itu untuk bersikap seenaknya sendiri.

Bagi Bara, mendapatkan pekerjaan sama dengan diberi sebuah amanat. Dan yang namanya amanat, berarti sebisa mungkin dirinya harus bisa menjaga amanat itu dengan sebaik-baiknya.

"Bar....lho dicari pak Agung, disuruh keruangannya sekarang" Ucap salah satu teman kerjanya.

Saat itu Bara yang baru saja mengantar minuman pada salah satu meja pelanggan.

"Oke gue kesana sekarang. Titip ini" Bara nampak menyerahkan nampan yang sedang dibawanya pada temannya itu.

Diapun kemudian langsung bergegas menuju ruangan dimana pamannya berada. Karena memang yang memanggilnya adalah pak Agus, yang tak lain adalah pamannya Agung Hermawan pemilik cafe tersebut.

Terpopuler

Comments

Dekc Laila

Dekc Laila

pengen deh ngerasain apa itu cinta, tapi sayangnya hingga saat ini gue blm ada ngerasa suka banget dengan seorang cowok

2023-09-09

2

Dear_Y

Dear_Y

smangat berkarya 💪

2023-09-06

0

Author DE LILAH

Author DE LILAH

indahnya cinta semasa sekolah

2023-06-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!