Saat ini Bara tengah berada didalam ruangan bos sekaligus merangkap sebagai pamannya.
"Permisi, Om memanggil saya" Ucap Bara saat dirinya sudah berada didalam ruangan milik pamannya.
"Ayo duduk dulu" Pamanya terlihat berdiri dari posisi duduknya, kemudian mempersilahkan Bara agar duduk dikursi yang ada dihadapannya.
"Jadi begini, maksud Om manggil kamu adalah soal ujian kamu. Apa ibumu sudah mengatakan sesuatu padamu" Tanya Agung pada ponakannya.
"Sudah Om, tadi sebelum berangkat kerja ibu sudah memberi tau saya perihal pesan dari Om"
"Kamu gak keberatan kan Om nyuruh kamu libur dulu. Tapi tenang saja, selama kamu libur ujian gaji kamu gak bakalan Om potong" pak Agung terlihat meminta persetujuan Bara.
"Sama sekali gak keberatan Om. Justru Bara juga sebenarnya mau ijin buat libur kerja selama ujian. Dan masalah gaji, gak masalah kalau harus dipotong. Kan emang Bara gak kerja Om. Jadi Bara gak berhak atas gaji itu" Barapun terlihat mengungkapkan keinginan sebenarnya.
"Gak pa pa, nanti uangnya bisa kamu tabung. Yang terpenting kamu musti rajin belajarnya. Om kepengan keponakan Om sukses. Karena bagaimanapun juga kamu udah Om anggap seperti anak sendiri"
Pak Agungpun kemudian berdiri dan langsung menghampiri Bara. Dia kemudian terlihat memeluk tubuh keponakannya ini dengan begitu eratnya.
"Makasih banyak Om, selama ini Om udah baik banget sama aku, mama dan juga Fira". Barapun tak kalah eratnya on memeluk pamannya ini.
Setelah itu, bara terlihat meninggalkan ruangan pamannya dan langsung kembali pada pekerjaannya.
Hingga tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Itu menandakan jika sudah waktunya Bara pulang. Sesampainya dirumah dia langsung membersihkan diri dan beristirahat
Entah kenapa malam ini matanya begitu sulit sekali untuk terlelap. Bayangan Ica saat pulang semobil bersama Kahfi begitu terlihat jelas di dikedua bola matanya.
"Kenapa mencintai harus sesakit ini. Apa seumur hidup rasa ini hanya akan berdiam diri tanpa bisa menemui tujuan akhirnya" Bara terlihat bermonolog sendiri. Hingga tanpa terasa diapun tertidur dengan sendiri nya.
Jauh ditempat lain, Icapun juga terlelap dengan sendirinya setelah beberapa lama sulit sekali untuk memejamkan mata lantaran dirinya tengah mengalami dilema yang begitu besar.
Bagaimana tidak, seminggu lalu dirinya menerima Kahfi sebagai kekasihnya. Awalnya Ica berfikir mungkin dengan ini Bara akan lebih terbuka terhadap perasaannya. Bukannya Ica tidak faham jika selama ini Bara memiliki perasaan lebih terhadapnya. Hanya saja Ica memilih berpura-pura untuk tidak memahami itu hanya karena dirinya ingin Bara menyatakannya langsung. Karena Jika boleh jujur, sebenarnya Ica juga memiliki perasaan yang lebih pada Pria itu. Pria yang menurut Ica seorang pekerja keras, mandiri, dan terlihat bertanggung jawab. Belum lagi Bara juga memiliki paras yang tak kalah tampan dari Kahfi. Hanya saja mungkin kondisinya yang sederhana, yang membuat pesonanya tidak setenar Kahfi dimata gadis-gadis di SMAnya.
Namun bagi Ica jika boleh memilih, dirinya lebih cenderung menyukai tipe pria yang seperti Bara. Hanya saja Kahfi yang tanpa mengenal lelah terus berusaha mengungkapkan perasaannya meski sudah beberapa kali dia menolaknya. Hal ini tentu membuat Ica merasa tidak enak hati. Dan pada akhirnya Icapun memutuskan untuk mau belajar dan berusaha membuka hatinya agar bisa menerima keberadaan Kahfi sebagai kekasihnya.
"Bagi wanita, tak cukup hanya dengan sebuah isyarat dalam bentuk tatapan. Namun untuk meyakinkannya wanita butuh sebuah ungkapan"
Kalimat yang Ica tulis dalam buku hariannya saat ini seolah-seolah menggambarkan suasana hatinya.
Sudah menjadi kebiasaan Ica untuk membagi keluh kesahnya pada diary kesayangannya. Karena sejauh ini dirinya memang hampir tidak pernah bercerita masalah perasaannya kepada orang lain. Bahkan teman dekatnya sekalipun. Dia lebih suka menumpahkan perasaannya dengan menulis pada buku hariannya.
Hingga tanpa sadar pintu kamarnya tiba-tiba ada yang membuka, karena tadi dirinya lupa menguncinya.
"Sayang....kenapa belum tidur. Ini udah malam lho"
Ternyata itu adalah suara mamanya yang berniat ingin melihat apakah dirinya sudah tertidur atau belum. Karena saat mamanya hendak turun mengambil air minum, dia mendapati pintu kamar putrinya sedikit terbuka. Dari luar juga terlihat kalau lampu kamarnya belum dimatikan. Padahal saat itu waktunya sudah begitu larut.
"Mama...." Spontan saja Ica langsung menutup buku hariannya.
"Belajarnya dilanjut besok lagi aja, ini udah malem lho. Gak baik kalau tidurnya terlalu malam" Mamanya mencoba menasehati.
"Iya mah, habis ini Ica langsung tidur" terlihat dirinya langsung merapikan buku-bukunya.
"Yasudah kalau begitu mama keluar dulu"
Setelah itu Ica benar-benar langsung berbaring di atas ranjang dan berusaha untuk memejamkan matanya.
Dan pagi hari di tempat yang berbeda, baik Ica maupun Bara keduanya sama-sama bangun kesiangan.
Seperti saat ini, Bara terlihat membelalakkan matanya kala melihat jam didinding kamarnya sudah menunjukkan pukul 05.30 Tentu saja Bara sampai terburu-buru saat kekamar mandi. Maklum saja kamar mandinya tidak jadi satu dengan kamarnya.
"Buk....ini kenapa Bara gak dibangunin" Bara bertanya pada ibunya sesaat setelah dirinya melaksanakan kewajibannya yang agak kesiangan.
"Harusnya ibu yang nanya, kamu semalam tidur jam berapa" Ibunya justru bertanya balik.
"Jam berapa ya"Bara nampak berfikir
"Lain kali kalau gak kuat begadang jangan tidur kemaleman. Ibuk tadi udah bangunin kamu berkali-kali tapi kamunya tetep sulit dibangunin" Barapun nampak dinasehati oleh ibunya.
"Maaf buk....nanti aku pasang alarem deh, jadi biar ada yang otomatis bisa bangunin".
Hari libur Bara lakukan hanya dengan berdiam diri dirumah. Dia hanya keluar rumah saat ibunya meminta antar dirinya ke pasar. Selebihnya dia habiskan dengan berdiam diri dikamar.
Namun tidak dengan Ica, siangnya terlihat Kahfi menyambangi rumahnya. Entah ada maksud apa yang jelas Ica sama sekali tak menyuruhnya untuk datang kerumahnya.
"Sayang....didepan ada tamu. Ngakunya sih temen sekolah kamu" Itu suara mamanya yang berbicara sambil mengetuk pintu kamarnya.
"Siapa ya mah" Ica bertanya karena bingung. Pasalnya dia tidak mendapat kabar jika salah satu temannya akan datang kerumahnya.
"Mama juga gak kenal. Pokoknya cowok, mama kira itu malah pacar kamu" Mamanya terlihat meledek dirinya.
"Pacar apaan sih"
Tanpa bertanya lagi, Ica pun langsung bergegas turun untuk melihat kira-kira teman siapa yang datang.
"Ca.....Maaf aku kesininya gak bilang kamu dulu" Kahfi langsung berdiri dari duduknya kala melihat orang yang dia tunggu sudah berada didepannya.
"Iy-iya gak pa pa" Ica merasa kaget karena yang datang adalah Kahfi. Diapun sampai terlihat gugup saat berbicara.
"Kamu tau rumah aku dari mana" Ica penasaran dari mana kahfi bisa tau tempat tinggalnya.
"Itu gak penting, yang terpenting aku sekarang udah bisa ketemu kamu. Karena semalam aku chat kamu, telfon kamu, tapi handphone kamu gak aktif sama sekali. Aku pikir kamu sakit lho" Kahfi menjelaskan alasan kenapa dirinya sampai harus kerumahnya.
"Maaf, ponsel aku kemarin lowbet dan lupa juga mau ngisi daya" Ica beralasan. Padahal sebenarnya dia sengaja mematikannya karena dia memang ingin tidak ada yang mengganggunya.
"Ca....ini temennya kok diajak berdiri terus. Ayo nak silahkan duduk" Terlihat mamanya datang bersamaan dengan asisten tumahnya yang membawa nampan berisi minuman dan cemilan
"Ayo-ayo diminum dulu, ini juga ada cemilan buat temen ngobrol" dengan ramah mamanya mempersilahkan pada Kahfi
"Repot aja tan, saya jadi gak enak sendiri" Kahfipun terlihat menggaruk tengkuknya sendiri. Mungkin dirinya agak gugup saat berbicara dengan orang tua Ica.
"Gak repot sama sekali kok. Kalau begitu tante tinggal dulu ya" Setelah mengatakan itu, mama Ica meninggalkan keduanya.
"Ca....kok diem aja" Kahfi berinisiatif membuka obrolan. Karena sejak tadi Ica hanya terlihat diam saja.
"Kan tadi kamu lagi bicara sama mama" Ica beralasan
"Calon mertua keliatannya baik banget. Kalau begini ceritanya jadi kepengen cepet-cepet ngelamar kamu deh" Kahfi sengaja mengatakan itu untuk menggoda Ica.
Ica yang mendengarkannyapun kaget. Karena tiba-tiba saja Kahfi mengatakan hal seperti itu.
"Kenapa, kok kayak kaget gitu". Kahfi nampak bertanya saat melihat Ica langsung mendongakkan wajahnya begitu mendengar apa yang diucapkannya barusan.
"Ya habisnya kamu masih sekolah juga udah bahas nikah segala" Icapun mulai terlihat sedikit kesal.
"Bentar lagi juga udah lulus SMA Ca, KTP juga udah punya. Jadi bisalah kita nikah"
Ica merasa risih karena arah pembicaraan Kahfi yang semakin ngelantur.
"Lulus kuliah dulu baru mikir nikah" Lifi mengatakan itu agar Kahfi tak lagi berbicara kearah sana. Karena bagi Ica terlalu risih untuk membicarakan hal-hal seperti itu.
"Nikah sambil kuliah boleh lho Ca" Namun sayangnya Kahfi sepertinya mulai terlihat serius membicarakan hal itu.
Tak ingin semakin larut kepembahasan yang sama sekali membuat dirinya semakin risih. Icapun sengaja mengalihkan topik. Hingga tanpa terasa bagi Kahfi, mereka sudah hampir dua jam mengobrol kesana kemari dengan Ica yang hanya menanggapinya dengan iya atau tidak saja.
Bagi Ica ini berasa lama sekali. Hanya saja dirinya ingin berusaha menghargai kedatangan Kahfi kerumahnya. Hingga tepat pukul sebelas, Kahfipun terlihat berpamitan untuk pulang.
Beruntung saat ini papanya sedang tidak dirumah. Beliau pagi-pagi sudah dijemput temannya untuk memancing. Jika tidak, bisa panjang urusannya. Mengingat selama ini Ica sekalipun belum pernah kedatangan tamu laki-laki. Kecuali jika sedang kerja kelompok. itupun datangnya rame-rame, tidak sendirian seperti sekarang ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Bin's
Oh ternyata begitu..
2023-09-24
1
vall
bener juga nih
2023-09-12
0
Dekc Laila
cinta segitiga ini ceritanya
2023-09-09
0