GARA-GARA LU

Pagi hari, Raisa tampak buru-buru untuk berangkat sekolah. Sesekali ia melirik ke arloji yang ada di tangannya. Pukul 06.55, namun ia masih terus berlari menyusuri trotoar menuju sekolahnya.

"Gua pasti telat nih," gumam Raisa sambil terus berlarian. Peluh yang ada di dahinya terus saja bercucuran. Dengan sisa waktu yang ia punya, Raisa terus berlari dengan sekuat tenaga.

"Pak tolong buka!" teriak Raisa pada satpam penjaga gerbang.

"Maaf, Neng. Sudah telat sepuluh menit," jawab pak satpam.

"Yah ... Tolong dong, Pak!" seru Raisa memelas.

"Maaf, Neng," ucap pak satpam kemudian pergi meninggalkan gerbang.

Raisa tampak kecewa dengan apa yang menimpanya hari ini. Bisa-bisa jika ia mendapat catatan terlambat atau pun masuk tanpa keterangan. Itu akan sangat mempengaruhi beasiswanya.

"Ayo ikut gua!" ajak seorang siswa laki kemudian menarik tangan Raisa.

"Eh lu siapa?" tanya Raisa berusaha menepis tarikan tangan lelaki itu.

"Udah diem, ikut aja!" seru lelaki itu masih menarik tangan Raisa.

"Lu mau bawa gua ke mana?" tanya Raisa karena lelaki itu terus menariknya.

Lelaki itu bergeming. Hingga akhirnya, mereka berdua sampai di depan pagar tinggi. Tepatnya pagar belakang sekolah.

"Buruan naik!" titah lelaki itu.

"Kalau gua ga mau lu mau ngapain?" tanya Raisa menolak.

"Lu mau masuk ga? Pelajaran mau dimulai sebentar lagi," kata lelaki itu.

"Ya mau lah, yakali enggak. Bisa-bisa gua dapat absensin alpha," jawab Raisa.

"Ya udah buruan naik!" seru lelaki itu.

"Caranya?" tanya Raisa.

Lelaki itu tampak menghela napas pelan. Seperti sedang meredakan emosinya.

"Lu manjat tu gerbang tinggi!" jawab lelaki itu.

"Ntar lu intip lagi," kata Raisa.

"GA!" tegas lelaki itu.

"Buruan!" serunya.

"Iya-iya!"

Raisa pun mulai memanjat pagar belakang sekolah setingi tiga meter tersebut.

"Astaga lu cepet banget nyusulnya," Raisa terkejut karena lelaki itu sudah sejajar dengannya di atas pagar sekolah.

"Kalian ngapain di sini?" tanya seseorang mengejutkan mereka berdua.

"Aww," karena terkejut, Raisa sampai terjatuh ke bawah.

Jadilah Raisa terjatuh dan lelaki tersebut langsung melompat ke bawah untuk menolong Raisa.

"Lu gapapa?" tanya lelaki itu saat melihat lutut dan siku Raisa yang terluka.

"Gapapa palamu," kesal Raisa.

"Lihat ini!" ketusnya menunjuk pada luka di lutut dan sikunya.

"Sorry," lirih lelaki itu seraya memegangi siku Raisa.

"Kalian ini!" ujar guru BK menghampiri keduanya.

"Karena kalian telat dan manjat pagar belakang sekolah. Jadinya kalian ibu hukum untuk hormat ke tiang bendera sampai jam istirahat pertama!" tutur guru BK bernama Nela itu.

"Yah ... Kok gitu sih, Bu," keluh lelaki itu.

"RASYA!" sentak Bu Nela.

"Sudah telat protes lagi. Mau ditambah?" tanya Bu Nela.

"Ampun, Bu. Udah cukup," kata lelaki bernama Rasya itu.

"Cepat!" perintah Bu Nela tak terbantahkan.

Rasya berjalan begitu saja meninggalkan Raisa yang masih berjalan terseok-seok. Rasya segera menjalani hukuman untuk hormat di depan tiang bendera sampai jam istirahat pertama. Begitu pula dengan Raisa. Meski lututnya terluka, ia tetap mendapat hukuman.

"Gara-gara lu tahu ga?" kesal Raisa pada Rasya.

"Lah kok gua?" tanya Rasya.

"Gara-gara lu ngajak gua manjat pagar gua jadi ketiban sial dua kali," bisik Raisa seraya hormat dan memandang lurus ke depan.

"Pertama gua jatuh sampai luka kaya gini," tutur Raisa.

"Kedua, lu udah ngebuat gua dihukum. Citra gua bisa rusak gara-gara lu," imbuh Raisa.

"Gua juga dihukum. Udah ga usah bawel," kata Rasya.

"Apaan lu yang salah," sanggah Raisa.

"Diem atau lu bakal ditambah hukuman. Lihat aja kita diperhatiin sama Bu Nela," bisik Rasya saat melihat guru BK itu masih memperhatikan keduanya.

Rasya dan Raisa pun menjalani hukuman dengan setengah hati.

...****************...

Sampai akhirnya, bel istirahat pertama telah terdengar. Dengan rasa malu dan kesal yang bercampur jadi satu, Raisa kembali ke kelasnya. Mengabaikan tatapan dan bisik-bisik dari anak-anak yang lain. Sedangkan Rasya, ia juga sudah kembali ke kelasnya. Rasya dengan santai dan cueknya menyusuri koridor yang sebagian banyak memperhatikannya. Terutama siswi SMA Merak Merdeka 2.

"Eh tadi lu pada tahu ga si?" tanya siswi lainnya pada teman-temannya.

"Si bongkahan es kelas kita abis dihukum sama Bu Nela gara-gara telat," jawab siswi tersebut.

"Hah? Seriusan?" tanya yang lain tak percaya.

"Iya."

"Bahkan nih dia ga sendiri. Tadi gua lihat dia dihukum sama Kak Rasya," kata siswi yang membawa berita tadi.

"WHAT?" pekik yang lain terkejut.

"Ada apa nih?" timpal yang lain.

"Jangan-jangan mereka-

"Eh tapi ga mungkin. Yang ada nanti si Raisa bakal digeprek sama Kak Audy."

"Bener tuh. Secara tu kan Kak Audy suka banget sama Kak Rasya."

"Ya siapa yang ga jatuh cinta kalau modelannya udah gitu?"

"Udah ganteng, pinter, tajir, idamanlah."

"Ga usah gitu. Saingan lu Kak Audy. Ga bisa lu."

Seperti itulah bisik-bisik teman sekelas Raisa yang jelas-jelas berada di belakang Raisa. Raisa yang kala itu tengah mencatat materi yang tertinggal pun tak ambil pusing. Ia memilih mengabaikan itu dan fokus ke catatan materinya.

Bagi Raisa, hal seperti itu bukanlah hal yang menarik untuk ditanggapi. Menggunjing dan me-roastin**g seseorang entah dari perbuatan, sikap atau yang lain yang menuju keburukan merupakan hal yang tabu bagi Raisa. Ia lebih memilih untuk berdiam dan anti bergosip. Definisi cewek langka memang.

...****************...

Sepulang sekolah, Raisa tiba-tiba saja dihadang oleh segerombolan siswi di depan pintu gerbang.

"Siapa lu?" tanya siswi tersebut.

Raisa bergeming.

"Lu bisu?" tanya siswi itu lagi.

"Gua Raisa kelas sebelas IPA-3," jawab Raisa datar.

"Cih, adik kelas," sahut temannya yang lain.

"Jadi lu yang tadi pagi dihukum bareng Rasya di lapangan?" tanya siswi itu.

"Rasya?"

"Sorry, gua ga kenal," kata Raisa.

"Cih, jangan sok ga kenal lu," siswi tersebut berdecih.

"Rasya Andra Setya. Anak kelas dua belas IPA-4, cowok populer yang teramat tampan di SMA Merak Merdeka 2," jelas siswi tersebut.

"Terus apa urusannya sama gua?" tanya Raisa.

"Jauhi dia!" tegas siswi itu.

"Jauhi? Gua aja ga kenal," sanggah Raisa.

"Halah, alasan lu doang!" timpal temannya yang lain.

"Awas aja. Kalau sampai gua tahu lu dekat-dekat dia lagi. Gua buat perhitungan sama lu!" tegas siswi itu kemudian berlalu meninggalkan Raisa.

Sepeninggalan segerombolan siswi itu, Raisa kembali fokus ke arah jalanan untuk mencari angkutan umum.

"Belum pulang?" tanya seorang lelaki menghampiri Raisa dengan motor ninjanya.

"Belum," jawab Raisa singkat.

"Sama gua aja," kata lelaki itu.

"GA!" jawab Raisa sarkas.

"Yang ada gua ketiban sial lagi," imbuh Raisa mengingat kejadian tadi pagi.

"Enggak akan."

"Anggap aja ini bentuk tanggung jawab gua karena udah buat lu celaka," ucap lelaki itu.

"Hmm," sahut Raisa.

"Buruan naik," titah lelaki itu.

Raisa segera naik ke motor lelaki itu. Tak berselang lama mereka berdua mulai membelah jalanan Ibu Kota.

"Rumah lu di mana?" tanya lelaki itu.

"Gang Mawar No. 34," jawab Raisa.

"Gang Mawar banyak," sahut lelaki itu.

"Gang Mawar, Desa Mawar," jawab Raisa.

"Oke."

Motor lelaki itu mulai mengarah menuju alamat rumah Raisa. Letak rumah Raisa memang berada lumayan jauh dari pusat kota. Sehingga, membutuhkan waktu cukup lama.

"Thank," ucap Raisa begitu sampai di depan rumah.

Lelaki itu mengangguk. Raisa pun mulai berjalan menuju pintu.

"Eh tunggu," cegah lelaki itu saat Raisa baru berjalan beberapa langkah.

Raisa berbalik sembari menautkan kedua alisnya.

"Nama lu siapa?" tanya lelaki itu.

"Raisa Isabella. Panggil aja Raisa anak kelas sebelas IPA-3," jawab Raisa memperkenalkan diri.

"Rasya Andra Setya anak kelas dua belas IPA-4," lelaki itu balik memperkenalkan diri.

"Ga nanya," ketus Raisa berlalu meninggalkan Rasya.

"Tunggu!" cegah lelaki bernama Rasya itu.

"Apa lagi?" kini Raisa bertanya tanpa berbalik.

"Nomor telepon?" tanya Rasya.

"0857xxxxxxxx," Raisa mulai menyebutkan nomor teleponnya tanpa berbalik arah.

Jarang-jarang Raisa mau berbagi nomor kontak dengan orang lain. Kalau pun berbagi, Raisa jarang merespon atau bahkan menyimpan nomor orang.

"Oke. Thank. Gua balik dulu," ujar lelaki itu mulai memacu motornya meninggalkan halaman rumah Raisa.

Raisa segera masuk ke dalam rumah. Sejak itulah Rasya dan Raisa saling mengenal. Kejadian itu, kira-kira terjadi saat Raisa dan Rasya baru beberapa minggu masuk di kelas sebelas dan dua belas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!