KARYAWAN MUDA

Keesokannya, Raisa kembali berangkat sekolah dengan menggunakan angkutan umum. Semalam, ia tidur lebih awal karena hari ini tidak ada jadwal ulangan. Itulah mengapa, pagi ini ia berangkat lebih awal.

"Tumben enggak telat lagi, Neng," ujar pak satpam saat melihat Raisa berjalan memasuki area sekolah.

Raisa hanya tersenyum tipis. Tipis sekali, bahkan orang yang melihatnya dari jauh akan mengiranya tidak sedang tersenyum.

"Duluan, ya, Pak," balas Raisa berlalu meninggalkan gerbang sekolah.

Baru saja beberapa langkah hendak menuju tangga lantai dua. Langkah Raisa kembali dihentikan oleh seseorang yang akan membuat paginya berantakan. Siapa lagi kalau bukan kakak kelasnya.

"RAISA!" teriak seorang gadis menghampiri Raisa.

Raisa memejamkan matanya menahan kesal. Pagi-pagi sudah ketemu Trio Wek-Wek Brengsek. Begitu batinnya.

"HEH!" sentak Audy saat sudah sampai di depan Raisa.

Raisa dengan perawakan lebih tinggi dibanding Audy, membuat Audy harus mengadah untuk sejajar dengan wajah Raisa.

"Ga kapok?" tanya Audy sinis.

Raisa menaikkan satu alisnya bingung dengan pertanyaan kakak kelasnya itu.

"Lu kemarin pulang sama Rasya di depan mata gua!" tegas Audy menunjuk Raisa dengan telunjuknya.

"Terus urusannya sama lu apa?" tanya Raisa dengan nada datar.

"Pakai nanya lagi," timpal Sinta, teman Audy.

"Gua kemarin udah bilang sama lu buat ga usah dekat-dekat Rasya lagi. Tapi, kemarin lu masih aja nempel-nempel ke dia pakai acara pulang bareng," cerocos Audy panjang lebar.

Malas menanggapi, Raisa memilih meninggalkan Audya berserta teman-temannya. Audy hendak mencegah Raisa dengan menjambak rambutnya. Namun, hal tersebut ia urungkan saat melihat Rasya berjalan naik ke tangga lantai tiga menuju kelas.

...****************...

Sepulang sekolah, Raisa langsung bergegas untuk ke Kafe Melody. Hari, ini akan lembur agar dapat gaji double. Raisa pasti akan melakukan itu setiap menjelang tenggat pembayaran SPP sekolah. Ia tak mau membebani orang tuanya untuk urusan SPP maupun uang saku.

Kemarin-kemarin, Raisa berangkat seperti biasa sekitar pukul 17.00-21.00 itu adalah jam kerjanya. Jika ia lembur, maka Raisa akan pulang sampai pukul 22.00 dan masuk pukul 16.00. Tepat, ia pulang sekolah pukul 15.30.

Dara berusia enam belas tahun itu, tampak berjalan ria menyusuri trotoar menuju Kafe Melody yang tak jauh dari area sekolah.

Sesampainya di Kafe Melody, Raisa segera mengganti seragamnya dengan baju kerja dan mulai mencuci piring-piring kotor di tempat cucian piring.

"Sudah makan, Rai?" tanya seorang lelaki menghampirinya.

"Belum," jawab Raisa tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya. Ia masih sibuk dengan pekerjaannya.

"Makan dulu, nanti baru kerja lagi," kata seorang lelaki yang tak lain adalah tangan kanan pemilik Kafe Melody.

"Nanti saja, Kak," kata Raisa masih sibuk mencuci beberapa gelas kotor.

"Ya sudah, kalau begitu saya tinggal. Tapi nanti jangan lupa makan, ya," ingat Kak Gio, manager Kafe Melody.

"Iya," ujar Raisa dengan anggukan kepalanya.

Kak Gio adalah manager Kafe Melody yang ditugaskan oleh pemilik kafe tersebut. Kak Gio sudah lama bekerja di sana. Meski, masih terbilang muda, yakni baru berusia dua puluh enam tahun. Namun Gio adalah manager yang sudah berpengalaman. Tentunya, karena ia adalah lulusan kampus luar negeri.

Kak Gio dipilih langsung oleh pemilik Kafe Melody, karena sang pemilik telah meninggal dunia. Sehingga kafe tersebut diwariskan kepada anaknya yang tinggal di luar negeri. Dan Gio adalah teman dari anak pewaris Kafe Melody.

"Masih banyak, ya, Kak?" tanya Raisa pada karyawan yang mengantar beberapa gelas dan piring kotor.

"Masih, Rai. Hari ini kafe lagi ramai," jawab karyawan tersebut.

"Kenapa?" tanya karyawan tadi.

"Aku belum makan, Kak. Boleh izin makan dulu ga?" tanya Raisa.

"Astaga, kamu pulang sekolah belum makan. Ya sudah, makan dulu sana. Biar saya yang gantikan," ujar karyawan tersebut.

"Makasih, ya, Kak. Maaf merepotkan," ujar Raisa.

"Gapapa, sebagai karyawan tua harus baik pada karyawan muda," ujar karyawan tersebut.

Raisa hanya tersenyum tipis menanggapi hal tersebut. Ia pun kemudian bergegas untuk mengambil nasi yang biasanya memang digunakan untuk makan para karyawan. Juga sayur dan lauk secukupnya.

Di tengah Raisa menikmati makanannya, tiba-tiba saja, teman seprofesi menghampirinya.

"Enak banget, ya, mentang-mentang karyawan paling muda di sini jadi cuma duduk-duduk doang," sinisnya pada Raisa.

"Cepetan sana kerja! Cucian udah numpuk tuh," suruhnya pada Raisa.

"Tapi, Kak-

"Ga ada tapi-tapian," sanggah karyawan senior yang bernama Lala tersebut.

"Ada apa ini?" tanya Gio yang kebetulan berada di sekitar area dapur.

"Eh, Kak Gio," kata Lala saat melihat Gio di ambang pintu.

"Ada apa?" tanya Gio lagi.

"Ini, Kak. Raisa masa cuma makan doang. Padahal cucian masih numpuk," adu Lala pada atasannya itu.

"Tapi, Kak. Saya belum makan dari tadi. Jadi saya makan dulu. Tadi juga saya sudah gantian sama Kak Ina," kata Raisa membela dirinya.

"Kamu baru makan sekarang?" tanya Gio melontarkan pertanyaan pada Raisa.

"Iya," jawab Raisa seraya menenggak minumannya.

"Ya sudah dilanjut saja," ucap Kak Gio.

"Dan kamu, Lala. Bukannya mengantarkan pesanan malah mengurusi urusan orang," cibir Kak Gio.

"Raisa dari tadi belum makan. Jadi wajar dia istirahat dulu. Sejak pulang sekolah dia langsung ke sini. Kamu jangan ngelarang dia," ujar Kak Gio.

"Iya, Kak. Maaf," kata Lala berpura-pura merasa bersalah.

"Sudah-sudah dilanjut sana. Kafe lagi ramai kok malah pada gaduh!"

"Sudah sana!" perintah Kak Gio.

Setelah kepergian Lala, Raisa segera menghabiskan makanannya dan lanjut untuk membersihkan cucian piring dan gelas yang kotor.

Tanpa Raisa sadari, kesibukannya dalam mencuci piring dan gelas tersebut telah membuat seseorang diam-diam memperhatikannya.

"Dia masih muda tapi dia sudah bekerja," gumamnya seraya memperhatikan Raisa.

"Dulu, diusia gua yang segitu saja masih nakal-nakalnya di sekolah. Sedangkan dia, malahan sudah bekerja," gumamnya lagi.

"Kak Gio butuh sesuatu?" tanya Raisa menghampiri Gio yang tengah melamun di meja makan dapur.

"Eh. Enggak, enggak ada," jawab Gio terkejut.

"Ya sudah. Kalau gitu saya mau lanjut beres-beres," kata Raisa seraya mengambil lap dan cairan pembersih.

"Oke. Semangat, Rai," ucap Gio memberi semangat.

Raisa hanya mengangguk kemudian berlalu untuk membersihkan beberapa meja yang sudah kosong.

Tanpa terasa, hari sudah berganti malam. Jam sudah menunjukkan pukul 21.30. Beberapa karyawan yang tidak lembur pun sudah pulang sedari tadi. Kini, hanya tersisa Raisa dan beberapa staf yang memang masih mengechek pendapatan.

Setelah selesai mencuci perabotan kotor dan membersihkan meja-meja pengunjung. Raisa segera bergegas untuk pulang. Namun, karena sudah malam, jadi susah untuk mendapatkan angkutan umum. Mau naik taksi juga mahal. Sayang uangnya.

"Belum pulang, Rai?" tanya Gio yang tiba-tiba menghampiri Raisa di depan Kafe.

"Belum, Kak," jawab Raisa.

"Mau bareng?" tanya Gio menawari.

"Enggak usah, Kak. Nanti malah merepotkan," kata Raisa menolak.

"Enggak kok," kata Gio meyakinkan.

"Halo, Bu," sapa Raisa saat telponnya berbunyi.

"Iya, Bu. Ini Raisa lagi nunggu angkot," jawab Raisa pada seseorang di seberang sana.

"Siap, Bu. Iya, bye, Bu," ujar Raisa seraya mematikan sambungan teleponnya.

"Tu kan udah dicariin. Mending bareng aja," kata Gio membujuk Raisa.

"Enggak ngerepotin, Kak?" tanya Raisa tak enak.

"Enggak," jawab Gio sarkas.

"Ya sudah."

Kemudian, Gio pun mengantar Raisa menuju rumahnya yang berada di area perkampungan kecil yang lumayan jauh dari keramaian kota. Sehingga, mereka membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit untuk sampai di depan rumah Raisa.

"Terima kasih, Kak," ujar Raisa begitu turun dari mobil.

"Sama-sama," kata Gio langsung kembali memacu gas mobilnya.

Kak Gio ni guys

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!