Lolipop
Perkenalkan namaku Ava Nandita. Aku anak tunggal dari Papa Adrian dan Mama Dilla. Papa adalah pemilik perusahaan X di kota di mana kami tinggal. Perusahaan Papa memang besar dan memiliki reputasi bagus di dunia bisnis. Kalian pasti mengerti hidupku dalam kemewahan dan kenyamanan.
Kekayaan materi tidak pernah mampu memenuhi kebutuhan sosial dan emosionalku. Tak seperti anak-anak orang kaya pada umumnya yang memiliki banyak teman, aku malah terasing. Karena Siska, tetanggaku yang baru saja pindah 3 tahun lalu, mengarang cerita kalau aku adalah anak dari Bi Wina, asisten rumah tangga di rumah. Dan teman-teman di sekolahku percaya saja.
Aku mengerti kenapa Siska membuat cerita itu. Aku selalu dengan Bi Wina. Beliau yang selalu menemaniku sejak aku umur 4 tahun. Karena Mama dan Papa sangat sibuk. Bi Wina itu sudah seperti ibu keduaku. Aku sangat menyayanginya.
“Non Ava...” panggil Bi wina sambil mengetuk pintu kamarku.
“Ya, Bi.. Masuk aja!” jawabku dari dalam kamar.
Bi Wina masuk ke kamarku membawakanku sepiring buah mangga, strawberry, dan apel yang telah ia potong-potong.
“Ini buahnya, Non.” Ujar Bi Wina sambil menyerahkan piring berisi buah-buahan.
Aku yang sedang berbaring di tempat tidur langsung bangun dan mengambil piring itu. Dan memakannya.
“Bi.. Sibuk?” tanyaku pada Bi Wina yang memperhatikanku makan.
“Ngga, Non.” Jawab Bi Wina.
“Sini duduk, Bi. Temenin aku.” Pintaku.
Bi Wina pun duduk di sampingku.
“Ada apa, Non?” tanya Bi Wina yang sudah mengerti keadaanku.
“Sebel, Bi.” Jawabku.
“Sebal kenapa, Non Ava?” tanya Bi Wina bingung melihatku yang dari pulang sekolah sudah badmood.
“Bibi tau kan, aku sulit dapat teman di sekolah sekarang?” tanyaku untuk meyakinkan bahwa Bi Wina masih ingat.
“Iya, Non. Kan masih awal-awal sekolah. Ada teman-teman Non Ava di SMP yang sekarang satu SMA juga kan?” ujar Bi Wina.
“Aku tau kenapa mereka tidak mau berteman denganku, Bi. Kalau temen SMP beda kelas, Bi.” Ujarku menjelaskan.
“Kenapa, Non?” tanya Bi Wina yang menjadi penasaran.
Bi Wina ini sangat suka dengan gosip. Dia sering sekali bergosip dengan ART lain. Aku jadi tahu apa yang terjadi dengan tetangga-tetanggaku ya dari Bi Wina.
“Ini semua gara-gara Siska, Bi. Dia kan satu kelas denganku. Dia menyebarkan gosip kalau aku tuh sebenarnya anak Bibi. Bukan anak Mama Papa. Aku dibilang ngaku-ngaku jadi orang kaya. Sekolah disini, dibiayain sama majikan.” Ujarku menjelaskan dengan kesal.
“Non Siska, yang rumah no 4 itu Non?” tanya Bi Wina kaget.
“Iya, Bi. Siska yang itu.” Jawabku.
“Kok Non Siska bisa bilang begitu, Non?” tanya Bi Wina heran.
“Dia merekam kita berdua, Bi. Aku lihat videonya dari Dea teman SMPku.” Ujarku menjelaskan “Aku lagi nggandeng tangan Bibi pas baru pulang dari minimarket di depan jalan.”
“Ya ampun, Non. Karena itu.” Ujar Bi Wina tak menyangka.
“Iya, Bi. Sebel kan.” Ujarku kesal setengah mati. “Aku merasa sangat sendiri dan tersingkirkan di sekolah. Dan mereka anak-anak orang kaya, mengapa sih harus pilih-pilih teman. Kalau tidak sederajat, ngga mau berteman. Padahal kan kita semua sama saja. Dea saja sampai sekarang tidak punya teman, Bi. Hanya karena dia dapat beasiswa. Tapi dia cuek orangnya karena sudah biasa. Aku benar-benar tidak suka dengan orang-orang sekolah itu.”
Bi Wina tersenyum mendengar ocehanku. Dia merasa geli karena aku menyebut anak-anak orang kaya.
“Berteman saja dengan Dea, Non.” Ujar Bi Wina.
“Aku sudah berteman dengan dia, Bi. Dan anak-anak beasiswa yang lain. Tapi kan beda kelas, Bi.” Jawabku.
“Kenapa Non Ava tidak mencoba untuk menjelaskan?” tanya Bi Wina.
“Percuma, Bi. Nanti dibilang ngaku-ngaku jadi anak orang kaya.” Ujarku kesal.
“Hehehe.. Ya kan memang Non anak orang kaya.” Ujar Bi Wina sambil terkekeh.
Aku terdiam sambil menghabiskan buah yang Bi Wina bawa.
“Kata mba Idah, asisten rumah tangga Non Siska, Siska itu angkuh banget Non. Mau minta apa-apa harus dituruti. Mba Idah sering kesal dibuatnya. Buka sepatu saja harus sama mba Idah. Mba Idah pernah lho dilempar sama remote TV gara-gara dia lagi kesal sama mama papanya.” Ujar Bi Wina menggebu-gebu.
“Waduh, jahat Siska ya bi.” Ujarku miris mendengar penjelasan bi Wina.
Aku mengambil lolipop dari dalam laci meja kecil di samping tempat tidurku dan memakannya.
“Non, makan lolipop terus kalau kesal.” Ujar Bi Wina menyindirku.
“Enak, Bi. Manis, bikin mood berubah jadi happy.” Jelasku.
Memakan lolipop membuatku merasa bahagia di saat aku kesal, marah, dan terkucilkan seperti sekarang. Laci meja di setiap sudut kamarku pasti akan ada gula-gula manis itu. Rasa manis dan kenikmatan lolipop-lolipop tersebut membawa keceriaan ke dalam hidupku. Lolipop untukku adalah teman terbaik yang selalu ada untuk membuatku merasa senang dan terhibur.
“Bi, Kalau aku minta pindah sekolah, boleh ngga ya sama Mama Papa?” tanyaku pada Bi Wina tentang ide yang datang begitu saja.
“Coba saja, Non.” Ujar Bi Wina.
“Dimarahin ngga ya, Bi?” tanyaku yang ragu dengan ide itu.
“Ngga mungkin dimarahi sama Mama Papa, Non. Paling juga ditanya alasannya kenapa.” Ujar Bi Wina yang membuatku semakin bingung.
“Tapi....” aku terdiam memikirkan apa yang harus aku jawab jika Mama dan Papa menanyakan alasannya.
"Tapi apa, Non?" tanya Bi Wina yang bingung melihatku.
“Alesan apa nanti yang harus aku bilang ya, Bi?” tanyaku pada Bi Wina, yang berharap akan mendapatkan alasan yang tepat.
“Ya cerita yang sebenarnya saja, Non.” Jawab Bi Wina yang tidak memberikan ide sama sekali.
“Ngga mau, Bi.” Jawabku singkat.
“Lho kenapa, Non?” tanya Bi Wina semakin bingung.
“Aku ngga mau Mama Papa tau kalau aku kesulitan berteman di sekolah, Bi. Bibi tau Mama kayak gimana. Nanti Mama ke sekolah terus bayar orang-orang untuk menjadi temanku. Aku tidak mau itu, Bi. Aku mau punya teman yang tulus, bukan teman yang hanya mau uang saja.” Ujarku menjelaskan.
Bi Wina terlihat mengerti dengan penjelasanku.
“Betul juga, Non.” Ujar Bi Wina sambil mengangguk. “Tapi maaf, Non. Bibi tidak bisa membantu memberi ide.”
Aku membuka laci meja kecil lagi untuk mengambil lolipop.
“Yah, dikit lagi. Harus beli lagi nih.” Ujarku yang melihat hanya tinggal 2 lolipop yang tersisa.
“Non, sakit gigi lho!” ujar bi Wina mengingatkan.
“Nanti sikat gigi sama ke dokter gigi, bi.” Ujarku sambil terkekeh dan membuka lolipop rasa cola. “Bibi mau?” tanyaku
“Tidak, Non. Bibi tidak mau sakit gigi.” Jawab bi Wina sambil menggelengkan kepalanya.
Aku lalu memakan Lolipop.
“Ya sudah.. Padahal ini enak lho, bi.” Ujarku mencoba mempengaruhi bi Wina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Senajudifa
waduh enak kalo ngomong tp kalo sdh skt gigi bahkan kedokter gigi aj sdh nggak kepikiran lg
2023-08-12
1
Husna15🐅
lebih baik sakit hati ya bi, dripd sakit gigi😅
2023-08-10
1
Husna15🐅
gak rusak tu gigi?
2023-08-10
1