Episode 3

"Ini." Shanum memberikan ongkos kembali kepada tukang ojek tersebut.

Namun, hingga beberapa detik, tangan laki-laki yang wajahnya tertutup helm itu tak kunjung mengambilnya. Bahkan, ia mendorong tangan Shanum menolak menerima uang tersebut. Tanpa berkata apapun, tukang ojek itu pergi meninggalkan Shanum di pintu bandara.

"Eh, kenapa dia nggak mau nerima uangnya?" Shanum bergumam bingung, tapi tak ada waktu untuk memikirkan hal tersebut. Dia segera masuk, satu yang ada di dalam pikirannya sekarang adalah secepatnya pergi dari kota yang penuh luka itu.

Sementara di tempat lain, Raka terduduk di depan rumah orang tua Shanum. Setelah mencari ke rumah, dan tidak menemukan istrinya. Akan tetapi, harapan hanya tinggal harapan. Rumah itu pun kosong tak berpenghuni.

"Ya Allah. Ke mana Shanum?" Raka menjambak rambutnya, mengerang penuh penyesalan.

"Apa yang aku lakukan, ya Allah! Kenapa aku bisa sebodoh ini?" Ia menggelengkan kepala, meremasnya dengan cukup kuat hingga berdenyut.

"Shanum!" lirih Raka bergetar penuh emosi, "aku harus bilang apa sama orang tua kita kalo mereka tanya soal kamu?" lanjutnya diiringi isak tangis yang pilu.

Cukup lama ia duduk di teras rumah orang tua istrinya itu, tapi tak satu pun dari mereka muncul. Seolah-olah menghindar, padahal Shanum memang tak pernah pulang ke rumah.

Sampai dering ponsel membuyarkan lamunannya, Raka buru-buru merogoh saku mengambil benda tersebut. Nama Lia tertera di layar.

"Raka! Ojek yang bawa Shanum kecelakaan!" jerit Lisa begitu Raka mengangkat telponnya.

Tak sempat terkejut, tubuh Raka terlonjak dan spontan berdiri.

"Di mana?" katanya kalut.

"Di dekat toko Shanum!" Lia langsung mematikan sambungan.

Raka masuk kembali ke dalam mobil, bergegas pergi menuju toko sang istri.

"Kenapa aku nggak kepikiran pergi ke tokonya!" Raka memukul setir terlambat menyadari.

Di saat mobilnya hampir tiba di toko sang istri, Raka melihat kerumunan orang-orang di tepi jalan. Sebuah motor tergeletak, dia ingat betul, motor itu milik tukang ojek yang membawa Shanum.

Dengan cepat ia keluar untuk memeriksa, menyibak kerumunan manusia untuk dapat melihat apa yang terjadi. Alangkah terkejutnya Raka, mata membelalak hampir keluar saat menemukan seonggok tubuh yang tergolek bersimbah darah.

"Ayo, kuburkan! Tadi mas-nya luka parah langsung dibawa ke rumah sakit." Suara perintah dari seorang laki-laki yang mengenakan peci disambut gerakan cepat warga mengangkat dan memindahkan bangkai kucing tadi ke tepi jalan.

Raka keluar dari kerumunan, menarik rambut kesal. Pandangannya mengedar mencari sosok Lia yang menelpon, tapi tak terlihat. Akhirnya, dia bertanya kepada salah satu warga mengenai si Pengendara.

"Pak, emangnya yang nabrak langsung dibawa ke rumah sakit?" tanyanya.

"Iya, Pak. Kepalanya kebentur aspal, luka parah. Mungkin mau ngehindarin kucing tadinya, tapi malah nabrak trotoar. Makanya langsung dibawa ke rumah sakit," jawab warga tersebut seraya pergi bersama yang lainnya.

Raka mencoba menelpon Lia, tapi sayang nomor sahabat istrinya itupun tak dapat tersambung. Akhirnya, dia memutuskan pergi ke rumah sakit untuk langsung mencari si Tukang ojek.

****

"Dok, gimana kondisi pasien?" tanya Lia yang berjaga di depan ruang IGD. Dia yang membawa laki-laki itu sebelum ada banyak warga yang berdatangan bersama seorang warga laki-laki yang segera pergi dari rumah sakit.

"Tidak ada yang serius, beruntung dia menggunakan helm. Jadi, kepalanya baik-baik saja, tapi kami tetap menyarankan untuk rawat inap satu atau dua hari untuk memastikan keadaan kakinya," ucap dokter tersebut seraya pergi meninggalkan Lia.

Brankar didorong dari dalam ruangan, Lia mengikuti meski masih belum melihat dengan jelas wajah laki-laki itu. Ia menunggu di luar sampai para perawat selesai dengan pekerjaannya.

"Ruang VIP? Tukang ojek? Siapa yang mau bayar? Aku nggak punya uang sebanyak itu kali?" gumam Lia sedih.

Dia mematung di depan ruangan tersebut, membayangkan tagihan yang harus dibayarkan. Sudah pasti akan menguras isi dompetnya karena dia yang bertanggungjawab membawa tukang ojek itu ke rumah sakit.

"Silahkan!" Para perawat mempersilahkan Lia untuk masuk, dia meringis saat melihat sebelah kaki laki-laki itu disanggah dan diikat ke atas. Apa dia mengalami cedera tulang kaki?

Lia perlahan mendekat, penasaran siapa sosok dibalik helm yang telah membawa sahabatnya pergi itu. Yang lebih membuatnya heran adalah dia memilih kamar VIP. Langkah Lia terhenti, bersamaan dengan napasnya yang ikut tersedak. Lia menutup mulut, kedua mata membelalak.

"Kak Dzaky?" Tak percaya, tapi sosok di depannya adalah nyata. Dia Dzaky, laki-laki yang membawa Shanum pergi dari taman.

Mendengar suara lirih Lia, sosok di atas ranjang pesakitan itu menoleh dan tersenyum. Ada beberapa memar di bagian wajah, tapi tak ada luka gores.

"Makasih, ya, kamu udah bawa aku ke rumah sakit," ucap Dzaky lirih.

Lia masih terlihat syok, matanya memutari seluruh tubuh Dzaky, memindai keadaannya.

"Jadi, Kakak yang bawa Shanum pergi?" tanya Lia setelah berhasil menguasai dirinya lagi.

Dzaky tetap tersenyum, mengangguk kemudian. Ia meminta Lia untuk mendekat, ada hal yang ingin ditanyakan mengenai keadaan Shanum. Lia mendekat dan duduk di kursi samping ranjang Dzaky.

"Ada masalah, Lia? Shanum tadi nangis," tanya Dzaky setelah gadis itu duduk dengan salah tingkah.

"Kakak nggak nanya langsung sama dia?" Lia balik bertanya, dan Dzaky menggelengkan kepala.

"Dia nggak tahu kalo tukang ojek itu aku. Aku nggak sengaja lewat waktu dia melambaikan tangan. Nggak sempet tanya juga karena langsung minta jalan. Kenapa, Lia? Apa ada masalah sama suaminya?" tanya Dzaky lagi menatap manik sahabat Shanum dengan dalam.

Lia menunduk, dia tidak yakin apakah harus bercerita kepada Dzaky. Lia tahu Dzaky adalah orang yang sangat mencintai Shanum dan juga paling ditunggu kedatangannya oleh wanita itu. Akan tetapi, pernikahan dadakan dengan Raka menghancurkan harapan keduanya untuk bersatu.

"Cerita aja, Lia. Kalo kamu mau tahu ke mana Shanum pergi," tuntut Dzaky masih dengan nada biasa.

Lia mendongak cepat, harapan muncul di kedua matanya yang berbinar. Menatap Dzaky dengan ragu.

"Aku tahu ke mana Shanum pergi. Kalian nggak akan bisa nemuin dia di kota ini. Cuma aku yang tahu ke mana Shanum," ucap Dzaky lagi sembari mengulas senyum.

Lia mengumpulkan keyakinan, demi tahu ke mana Shanum pergi dia harus mengatakan masalah yang sedang dihadapi sahabatnya itu.

"Raka ... ketahuan selingkuh, Kak. Sama Shila, mantannya." Lia menundukkan kepala, tak ingin melihat kemarahan di wajah laki-laki yang mencintai Shanum itu.

"Astaghfirullah al-'adhiim!" Dzaky berpaling, memejamkan mata menahan gejolak. Sungguh hatinya tak terima Shanum disakiti.

"Aku udah nyari Shanum ke rumahnya, Kak. Ke rumah orang tuanya, tapi dia nggak ada. Aku ketemu Kakak waktu mau nyari Shanum ke tokonya. Shanum ke mana, Kak? Aku khawatir sama dia." Lia mulai terisak, mengingat keadaan Shanum yang sedang mengandung.

"Dia ada di tempat aman, tapi yang pasti bukan di kota ini," jawab Dzaky penuh misteri. Dia ragu memberitahu Lia tentang keberadaan Shanum karena khawatir akan membaginya kepada Raka.

"Kak!"

"Nggak sekarang!" Dzaky menolak karena rasa sakit di hatinya.

Terpopuler

Comments

🌺aNNa baiTi khaRomaH🌺

🌺aNNa baiTi khaRomaH🌺

sebenarnya kasihan juga si Raka...tapi dia juga butuh pelajaran...semoga ada pelajaran yang bisa diambil sama Raka...

2023-05-22

3

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

bagus jangan dikasih tau biar tau rasa tuh si raka

2023-05-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!