Sanggana 5 Perang Selat Gigit
*Perang Selat Gigit (PSG)*
Teng teng teng...!
Suara banyak besi dipukul nyaring berulang-ulang dengan nada yang sama, terdengar seolah-olah memenuhi permukaan laut luas tersebut. Suara itu berasal dari sekelompok armada kapal perang berwarna kuning-kuning hitam, identik dengan corak warna yang dipakai oleh lebah di dunia animasi.
Sebanyak sepuluh kapal perang berlayar dengan formasi mata anak panah. Setiap kapal berisi prajurit-prajurit Angkatan Laut berseragam kuning-kuning. Setiap kapal berbendera warna merah yang memiliki gambar gunung warna kuning. Sebenarnya itu bukan gambar gunung, tapi gambar gumpalan awan yang berbentuk seperti puncak gunung jika dilihat dari jauh.
Background warna merah menunjukkan bahwa kesepuluh kapal perang Negeri Pulau Kabut itu dalam posisi berperang. Jika tidak, mereka akan menaikkan bendera dengan gambar sama tapi background warna putih.
Teng teng teng...!
Suara dentingan yang ramai itu terus berkelanjutan.
Sementara para laksamana muda, kapten kapal dan para prajurit dalam kondisi bersiaga. Pandangan mereka tidak henti-hentinya memandang ke sekeliling, seolah-olah mereka sedang mewaspadai atau menunggu sesuatu.
“Ada yang datang dari selataaan!” teriak seorang prajurit yang berposisi di pos pengawas di atas tiang utama.
Teteng teteng teteng...!
Tiba-tiba kapal yang memberi peringatan itu mengubah irama pukulan besinya. Perubahan itu segera diikuti oleh kapal lain, sehingga irama dentingan kembali seragam.
Irama itu adalah bahasa sandi. Terbukti, semua prajurit memandang ke arah selatan. Yang paling tegang adalah kapal yang posisinya paling selatan.
Sebenarnya, hampir semua prajurit dalam armada itu tidak tahu, apa yang akan datang dari selatan dan siapa yang sedang mereka waspadai. Mereka tidak melihat ada kapal perang asing yang datang dari arah selatan.
“Jampari! Apa yang kau lihat?!” tanya Kapten Keong Gelap kepada prajurit di atas pos atas tiang utama kapal, dekat dengan bendera besar yang berkibar kencang.
Keong Gelap adalah seorang lelaki kurus berkulit hitam, tapi berotot alot.
“Titik merah!” teriak prajurit yang bernama Jampari.
“Mana?!” teriak Kapten Keong Gelap yang tidak melihat apa-apa setelah beberapa detik memerhatikan arah selatan, baik di ujung ombak atau pun di angkasa kosong tanpa burung yang terbang.
“Tidak tahu. Hilang!” jawab Jampari yang juga kehilangan objek yang dilihatnya tadi di arah selatan.
Akhirnya, hanya ketegangan yang tercipta. Hingga seratus tarikan napas, tidak ada sesuatu yang muncul dengan jelas.
Wuss!
Cprak! Cprak! Cprak!
Sungguh mengejutkan para manusia di atas sepuluh kapal perang itu, ketika tahu-tahu sepintas bayangan merah melesat terbang di atas dari arah belakang mereka, yaitu dari arah utara, kebalikan dari arah selatan yang sedang mereka waspadai.
Lintasan bayangan merah seperti burung besar itu, tidak bisa terlihat jelas ketika mereka melihatnya melintas di atas mereka. Namun, ketika bayangan merah itu sudah terbang menjauh, barulah mereka bisa memastikan makhluk apa itu.
Bayangan merah yang terbang seperti burung besar itu adalah seorang lelaki bertubuh kecil seperti bocil. Sosok berpakaian serba merah itu terbang dengan duduk di sebatang kayu bersayap yang juga berwarna merah.
Ternyata dengan lewatnya orang itu, ada tiga bola air yang melesat jatuh dan mengenai tiga titik salah satu kapal. tidak ada hal luar biasa yang terjadi, selain bagian kapal yang basah.
Kapten kapal yang bernama Segaris Ayu hanya bisa menarik napas lemas melihat kapalnya dijatuhi tiga bola air yang kemudian pecah.
Kapten Segaris Ayu adalah seorang wanita berkulit hitam karena selalu berada di bawah terik matahari. Wanita berdada menantang itu memiliki luka codet pada wajahnya dan bersenjata dua jenis pedang berbeda.
“Kapal Mata Satu gugur! Turunkan bendera! Ganti bendera putih!” teriak Segaris Ayu.
Maka para prajurit bawahannya segera melaksanakan perintah. Dengan turunnya bendera Negeri Pulau Kabut dan berganti bendera putih polos, itu tandanya Kapal Mata Satu sudah berstatus tidak dalam perang.
Melintasnya sosok berpakaian merah itu bahkan tidak sempat untuk dibidik tembak, baik dengan panah atau tombak.
“Pasukan panah bersiap! Baca arah angin!” teriak Kapten Keong Gelap saat orang terbang itu berbelok di arah selatan dan bergerak terbang siap melintas di atas mereka.
Ketika sosok itu berbalik dan terbang lebih mendekat, maka terlihat jelas bahwa dia adalah seorang anak kecil berparas tampan. Dia menunggangi sebatang tongkat bersayap warna merah. Ada patung kepala kerbau kecil berwarna biru yang menjadi kepala tongkat.
Sosok anak lelaki tampan itu tidak lain adalah Raja Muda Arda Handara, Putra Mahkota Kerajaan Sanggana Kecil yang kini menjadi Raja Muda Kerajaan Kabut Kuning di Negeri Pulau Kabut. Dia saat ini sedang menaiki Tongkat Kerbau Merah yang bisa terbang.
Pada kepalanya ada selingkaran ring emas yang menjadi mahkotanya sebagai seorang raja. Pada bagian dahi mahkota itu ada sebulat batu mulia berwarna merah bening, yang akan memantulkan sinar kecil jika tersorot oleh matahari.
“Hahaha!” tawa Arda Handara yang terlihat begitu menikmati aksi terbangnya.
Wersss!
Tiba-tiba Arda Handara melesat merendah turun ke air. Arda Handara hanya menyambar permukaan air laut lalu naik lagi.
Entah bagaimana rumus fisikanya, ada lima bola air yang menggantung di bagian bawah tongkat terbang itu.
Arda Handara kian mendekati kapal perang paling selatan yang dikapteni oleh Keong Gelap. Di atas kapal itu sudah bersiap pasukan panah, bahkan ada prajurit panah siap di pos atas tiang.
Arda Handara semakin dekat dan....
“Panah!” teriak Kapten Keong Gelap.
Set set set...!
Sebanyak dua puluh anak panah dilepaskan ke udara ke arah selatan, menargetkan Arda Handara.
Set!
Satu panah jauh yang ada di atas anjungan juga ditembakkan ke selatan, menargetkan Arda Handara. Panah jauh melesatkan anak panah yang lebih tebal dan panjang dibandingkan anak panah standar.
“Hahaha! Belele!” tawa Arda Handara karena melihat puluhan anak panah biasa melesat melengkung karena terdorong oleh angin dari samping.
Namun, Arda Handara agak terkejut oleh panah jauh yang lebih cepat dan teguh dalam melesat. Dia cepat meliuk sedikit, membuat panah besar itu lewat di sisinya tanpa mau menetap.
Cprak cprak cprak!
Kegagalan serangan panah pasukan Keong Gelap membuat Arda Handara bebas melintas di atas kapal itu, sambil menjatuhkan semua bola air yang menggantung di tongkat terbang.
Lima bola air jatuh dan mendarat di lima titik bagian kapal, bahkan ada prajurit yang terjungkal karena bola air mengenai wajahnya. Namun, pengeboman lima bola air itu tidak memberi efek buruk apa-apa bagi kapal.
“Kapal Mata Tiga guguuur!” teriak Kapten Keong Gelap. “Turunkan bendera perang, naikkan bendera putih!”
Setelah melewati kapal paling pinggir selatan yang bernama Kapal Mata Tiga, Arda Handara siap melewati sembilan kapal perang lainnya, di mana di antaranya Kapal Mata Satu juga telah mengklaim diri gugur.
Set set set...!
Surss!
Dari Kapal Mata Dua yang kapteni oleh Sayup Desah, melesat puluhan anak panah yang meski terbawa angin, tetapi arahnya lebih pas kepada Arda Handara. Bukan hanya puluhan anak panah, Kapten Sayup Desah juga melesat ilmu Bintang Genit, yaitu sinar putih berekor panjang kebiruan sebesar kepala ayam yang melesat dari tinjunya.
Kapten Sayup Desah adalah seorang wanita berusia tiga puluhan yang berkulit lebih hitam dari Segaris Ayu, tapi lebih manis. Namun, dadanya tidak semenantang Segaris Ayu, biasa-biasa saja.
Arda Handara langsung bermanuver dengan terbang berbelok menjauh dan merendah.
Werss!
Sambil menghindari serangan dari Kapal Mata Dua itu, Arda Handara terbang merendah dan kembali membelai permukaan air laut yang berombak. Dan ketika naik kembali, di bawah Tongkat Kerbau Merah telah menggantung lima bola air. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
◌ᷟ⑅⃝ͩ●ιиɑ͜͡✦Amita Sahara ⍣⃝కꫝ
menantang berperang mksdnya Om😅
2024-06-16
1
◌ᷟ⑅⃝ͩ●ιиɑ͜͡✦Amita Sahara ⍣⃝కꫝ
ini kok namanya sangat antimainstream ada desah2 nya☺☺🤣🤣
2024-06-16
1
◌ᷟ⑅⃝ͩ●ιиɑ͜͡✦Amita Sahara ⍣⃝కꫝ
badung sangat kamu ya Arda Handara
2024-06-16
1