Perfect Husband
Prang....!
Bunyi gelas dan piring berjatuhan diatas lantai. Rosalina mengamuk di ruang makan saat mengetahui kedua orang tuanya telah mencarikan seorang calon suami untuknya secara diam diam.
"Apa salahnya menjadi wanita berumur tiga puluh tiga tahun dan masih lajang? Kenapa mereka begitu sangat ingin aku segera menikah?" Gerutu Rosalina kesal.
Di sisinya, ada Mbok Jum. Art kesayangan di rumah itu. Wanita paruh baya yang telah bekerja selama puluhan tahun pada keluarga Rosalina itu hanya bisa terdiam, dia bingung mau memberikan wejangan apa untuk Rosalina. Terlebih, Rosalina sangat mudah marah dan tersinggung.
"Kalau mereka hanya menginginkan seorang cucu dariku, kenapa mereka tidak mengadopsi anak yatim piatu saja? Di panti asuhan kan banyak bayi bayi lucu yang menggemaskan," oceh Rosalina lagi.
Mbok Jum hanya bisa menghela nafas panjang, wanita berhati keras dan batu seperti majikannya memang sulit untuk mengerti. Cucu kandung akan terasa lebih berharga dari cucu adopsi, ada rasa puas dan syukur yang berlebih jika kedua orang tua Rosalina bisa memilikinya. Apa lagi, keluarga mereka adalah keluarga terpandang dan kaya raya.
"Dimana Ayah dan Ibuku sekarang Mbok?" Tanya Rosalina.
"Mereka sedang menjemput calon suami Nona, sebentar lagi mereka akan tiba di rumah ini. Dan jamuan makan malamnya sudah di rusak oleh Nona." Sahut Mbok Jum dengan wajah lesu.
Merasa iba pada sang Art yang sudah tua itu, Rosalina langsung memesan makanan secara online untuk mengganti sajian yang telah dirusak oleh dirinya beberapa menit lalu.
Ya, itulah Rosalina. Meski galak dan mudah marah, dia memiliki hati yang baik terutama pada orang yang sudah bersikap baik padanya. Mbok Jum contohnya, dia telah mengurus Rosalina dari lahir hingga usianya menginjak tiga puluh tiga tahun kini.
"Aku sudah memesan makanan, bereskan seluruh kekacauan ini. Kalau makannya datang, Mbok tinggal tata diatas meja saja," ucap Rosalina.
Senyum kecil terbit dari wajah senja mbok Jum, dia merasa lega karena bisa terhindar dari amarah orangtua Rosalina. Mereka pasti akan murka jika sampai di rumah tapi tak ada sajian makanan dan minuman diatas meja.
*
*
*
Satu jam kemudian...
Dini dan Heri tiba dikediamannya, mereka turun dari mobil diikuti oleh seorang pria asing di belakang mereka.
Mbok Jum yang sedari tadi sudah penasaran dengan sosok calon suami Nona mudanya langsung menyambut kedatangan mereka.
"Makanan dan minuman sudah siap Mbok?" Tanya Dini.
"Sudah Buk," sahut Mbok Jum.
"Kalau begitu, kamu panggil Rosalina. Minta dia ke ruang makan sekarang juga!" Perintah Dini.
"Oke, Bu." Mbok Jum mengangguk patuh.
Diam diam, mbok Jum mencuri pandang kearah pria yang dibawa pulang oleh majikannya. Pria tampan, berkulit coklat dan berperawakan tinggi besar.
"Dari penampilannya yang sederhana, sepertinya pria itu berasal dari keluarga biasa. Tapi wajahnya terlihat berkarisma, aku yakin dia pria yang baik." Batin Mbok Jum.
Mbok Jum naik ke lantai atas rumah itu untuk memanggil Rosalina. Tak lama, Rosalina datang dan ikut bergabung di meja makan.
"Nak Bagas, ini putriku. Namanya Rosalina , panggil saja Rosa," Dini mengenalkan putrinya kepada Bagas.
"Hallo, namaku Bagaskara, panggil saja Bagas." Sapa Bagas ramah sambil mengukir senyum.
Bukannya menjawab sapaan itu, Rosalina malah mematung. Dia sibuk menilai setiap inchi penampilan dari Bagas, mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut.
Tidak ada barang branded yang menempel di tubuhnya, bahkan parfum yang dia kenakan baunya standar dan sangat umum. Sekilas, Rosalina tau kalau Bagas adalah pria dari keluarga biasa.
Tapi, kenapa orang tuanya tidak mencarikan jodoh untuknya dari keluarga kaya atau pejabat saja? Apa istimewanya pria itu? Mendadak, Rosalina diserang rasa penasaran.
"Berapa umurmu? Apa pekerjaanmu? Apa kamu sudah punya rumah dan kendaraan sendiri?" Cetus Rosalina.
"Umurku tiga puluh lima tahun, aku seorang guru disebuah SMP. Soal rumah dan kendaraan pribadi, Alhamdulillah aku sudah punya sendiri walaupun sederhana dan tidak mahal," sahut Bagas santai.
Pertanyaan yang dilontarkan Desi adalah hal yang lumayan sensitif bagi pria, tapi anehnya Bagas sama sekali tidak tersinggung.
"Ayah, Ibu, kalian yakin mau menikahkan putri semata wayang kalian ini dengan pria yang..." Rosalina tidak melanjutkan kata katanya.
"Apa ada yang salah dengan Bagas? Dia memiliki pekerjaan mulia,sudah punya hunian dan kendaraan pribadi. Yang jelas, bukan hanya bisa menjadi beban keluarga seperti kamu!" sindir Heri.
"Oh, jadi Ayah ingin aku menikah agar beban di keluarga ini bisa hilang, begitu?" Rosalina naik darah. Dia tidak suka dibilang beban keluarga meskipun setelah lulus kuliah, pekerjaannya memang hanya pergi main dan minta uang saja.
"Bukan begitu maksud Ayahmu Rosalina. Kami mau kamu menikah dan belajar hidup mandiri, agar bisa mengajarkan nilai nilai kebaikan kepada anak keturunanmu nanti. Kamu sudah tidak muda lagi sayang, teman teman sebaya mu sudah punya anak dua. Sementara kamu? Jangankan anak, mau apa apa masih minta sama orang tua. Badan besar, kelakuan masih seperti anak kecil." Jelas Dini panjang lebar.
"Sebagai orang tua yang umurnya mungkin sudah tidak akan lama lagi, kami sangat ingin melihat kamu bisa hidup mandiri dan berkeluarga seperti wanita wanita di luar sana. Apa keinginan kami yang sederhana ini salah?" Timpal Heri.
Amarah di dada Rosalina menyusut saat mendengar kata kata terakhir Ayahnya. Ya, mereka memang sudah tua, dan umur memang tidak ada yang tau. Tapi apa yang membuat mereka yakin kalau sifat dan tabiat buruk Rosalina akan berubah setelah menikah dengan Bagas? Pria itu bahkan terlihat cuek dan asyik makan sendiri saat Desi dan orang tuanya bertengkar.
"Percayalah pada kami, Bagas adalah calon suami yang baik untukmu," Dini merendahkan suara. Menyodorkan sebuah keyakinan kalau mereka tidak akan pernah salah pilih.
Bagas menenggak segelas air putih hingga habis, dia menyeka mulutnya yang basah dengan tisu kemudian menatap wajah Rosalina lekat lekat.
"Aku mungkin bukan pria kaya yang bisa memberikan segalanya untukmu, tapi aku berjanji akan memperlakukan kamu dengan baik, layaknya apa yang kedua orang tuamu lakukan padamu," ucap Bagas mantap.
Rosalina tercengang, untuk pertama kalinya dalam hidup ada seorang pria yang memberinya sebuah janji. Janji yang terdengar sederhana, tapi banyak wanita yang merindukan janji seperti itu.
Rosalina bungkam, dia dibuat mati kutu oleh janji seorang Bagas.
"Jadi bagaimana? Kamu mau kan di jodohkan dengan Bagas?" Tanya Dini.
"Aku masih perlu waktu untuk mengenalnya lebih jauh," sahut Rosalina. Dia mencari cari alasan sambil merancang sebuah cara untuk menolak perjodohan itu.
"Kalau begitu aku akan membantumu untuk bisa mengenalku lebih jauh, kita bisa sering jalan dan mengobrol bersama." Bagas tersenyum. Senyuman itu terlihat tulus dan menenangkan.
*
*
*
Acara makan malam dan perkenalan selesai, Bagas pamit pulang pada anggota keluarga itu. Dini dan Heri menjemput Bagas di rumah, jadi mereka juga meminta Pak Agus supir pribadi mereka untuk mengantar Bagas kembali ke rumahnya.
"Pak Agus, tolong antar Bagas dengan selamat sampai ke rumah. Dia calon menantuku, tolong di jaga jangan sampai lecet," ucap Dini pada supirnya.
Rosalina mendelik mendengar ucapan sang Ibu, itu kali pertama dia melihat Ibunya memperlakukan tamu seperti seorang raja. Apa Ibu dan Bagas sudah lama saling kenal? Kenapa Ibu terlihat sangat menyayangi Bagas? Beberapa tanda tanya muncul dibenak Rosalina, pertanyaan yang akan terjawab seiring berjalannya waktu.
Bagas mencium tangan Dini dan Heri, dia juga melambaikan tangan kearah Rosalina yang diam diam mengintip dibalik korden jendela ruang depan. Jantung Rosalina seperti mau copot, dia malu karena ketahuan mengintip. Padahal, sejak awal sikapnya sudah tidak ramah pada Bagas.
Bagas masuk ke dalam mobil, dalam hitungan detik, mobil itu membawa sosok Bagas pergi menjauh dari tempat tinggal Rosalina.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments