Prang....!
Bunyi gelas dan piring berjatuhan diatas lantai. Rosalina mengamuk di ruang makan saat mengetahui kedua orang tuanya telah mencarikan seorang calon suami untuknya secara diam diam.
"Apa salahnya menjadi wanita berumur tiga puluh tiga tahun dan masih lajang? Kenapa mereka begitu sangat ingin aku segera menikah?" Gerutu Rosalina kesal.
Di sisinya, ada Mbok Jum. Art kesayangan di rumah itu. Wanita paruh baya yang telah bekerja selama puluhan tahun pada keluarga Rosalina itu hanya bisa terdiam, dia bingung mau memberikan wejangan apa untuk Rosalina. Terlebih, Rosalina sangat mudah marah dan tersinggung.
"Kalau mereka hanya menginginkan seorang cucu dariku, kenapa mereka tidak mengadopsi anak yatim piatu saja? Di panti asuhan kan banyak bayi bayi lucu yang menggemaskan," oceh Rosalina lagi.
Mbok Jum hanya bisa menghela nafas panjang, wanita berhati keras dan batu seperti majikannya memang sulit untuk mengerti. Cucu kandung akan terasa lebih berharga dari cucu adopsi, ada rasa puas dan syukur yang berlebih jika kedua orang tua Rosalina bisa memilikinya. Apa lagi, keluarga mereka adalah keluarga terpandang dan kaya raya.
"Dimana Ayah dan Ibuku sekarang Mbok?" Tanya Rosalina.
"Mereka sedang menjemput calon suami Nona, sebentar lagi mereka akan tiba di rumah ini. Dan jamuan makan malamnya sudah di rusak oleh Nona." Sahut Mbok Jum dengan wajah lesu.
Merasa iba pada sang Art yang sudah tua itu, Rosalina langsung memesan makanan secara online untuk mengganti sajian yang telah dirusak oleh dirinya beberapa menit lalu.
Ya, itulah Rosalina. Meski galak dan mudah marah, dia memiliki hati yang baik terutama pada orang yang sudah bersikap baik padanya. Mbok Jum contohnya, dia telah mengurus Rosalina dari lahir hingga usianya menginjak tiga puluh tiga tahun kini.
"Aku sudah memesan makanan, bereskan seluruh kekacauan ini. Kalau makannya datang, Mbok tinggal tata diatas meja saja," ucap Rosalina.
Senyum kecil terbit dari wajah senja mbok Jum, dia merasa lega karena bisa terhindar dari amarah orangtua Rosalina. Mereka pasti akan murka jika sampai di rumah tapi tak ada sajian makanan dan minuman diatas meja.
*
*
*
Satu jam kemudian...
Dini dan Heri tiba dikediamannya, mereka turun dari mobil diikuti oleh seorang pria asing di belakang mereka.
Mbok Jum yang sedari tadi sudah penasaran dengan sosok calon suami Nona mudanya langsung menyambut kedatangan mereka.
"Makanan dan minuman sudah siap Mbok?" Tanya Dini.
"Sudah Buk," sahut Mbok Jum.
"Kalau begitu, kamu panggil Rosalina. Minta dia ke ruang makan sekarang juga!" Perintah Dini.
"Oke, Bu." Mbok Jum mengangguk patuh.
Diam diam, mbok Jum mencuri pandang kearah pria yang dibawa pulang oleh majikannya. Pria tampan, berkulit coklat dan berperawakan tinggi besar.
"Dari penampilannya yang sederhana, sepertinya pria itu berasal dari keluarga biasa. Tapi wajahnya terlihat berkarisma, aku yakin dia pria yang baik." Batin Mbok Jum.
Mbok Jum naik ke lantai atas rumah itu untuk memanggil Rosalina. Tak lama, Rosalina datang dan ikut bergabung di meja makan.
"Nak Bagas, ini putriku. Namanya Rosalina , panggil saja Rosa," Dini mengenalkan putrinya kepada Bagas.
"Hallo, namaku Bagaskara, panggil saja Bagas." Sapa Bagas ramah sambil mengukir senyum.
Bukannya menjawab sapaan itu, Rosalina malah mematung. Dia sibuk menilai setiap inchi penampilan dari Bagas, mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut.
Tidak ada barang branded yang menempel di tubuhnya, bahkan parfum yang dia kenakan baunya standar dan sangat umum. Sekilas, Rosalina tau kalau Bagas adalah pria dari keluarga biasa.
Tapi, kenapa orang tuanya tidak mencarikan jodoh untuknya dari keluarga kaya atau pejabat saja? Apa istimewanya pria itu? Mendadak, Rosalina diserang rasa penasaran.
"Berapa umurmu? Apa pekerjaanmu? Apa kamu sudah punya rumah dan kendaraan sendiri?" Cetus Rosalina.
"Umurku tiga puluh lima tahun, aku seorang guru disebuah SMP. Soal rumah dan kendaraan pribadi, Alhamdulillah aku sudah punya sendiri walaupun sederhana dan tidak mahal," sahut Bagas santai.
Pertanyaan yang dilontarkan Desi adalah hal yang lumayan sensitif bagi pria, tapi anehnya Bagas sama sekali tidak tersinggung.
"Ayah, Ibu, kalian yakin mau menikahkan putri semata wayang kalian ini dengan pria yang..." Rosalina tidak melanjutkan kata katanya.
"Apa ada yang salah dengan Bagas? Dia memiliki pekerjaan mulia,sudah punya hunian dan kendaraan pribadi. Yang jelas, bukan hanya bisa menjadi beban keluarga seperti kamu!" sindir Heri.
"Oh, jadi Ayah ingin aku menikah agar beban di keluarga ini bisa hilang, begitu?" Rosalina naik darah. Dia tidak suka dibilang beban keluarga meskipun setelah lulus kuliah, pekerjaannya memang hanya pergi main dan minta uang saja.
"Bukan begitu maksud Ayahmu Rosalina. Kami mau kamu menikah dan belajar hidup mandiri, agar bisa mengajarkan nilai nilai kebaikan kepada anak keturunanmu nanti. Kamu sudah tidak muda lagi sayang, teman teman sebaya mu sudah punya anak dua. Sementara kamu? Jangankan anak, mau apa apa masih minta sama orang tua. Badan besar, kelakuan masih seperti anak kecil." Jelas Dini panjang lebar.
"Sebagai orang tua yang umurnya mungkin sudah tidak akan lama lagi, kami sangat ingin melihat kamu bisa hidup mandiri dan berkeluarga seperti wanita wanita di luar sana. Apa keinginan kami yang sederhana ini salah?" Timpal Heri.
Amarah di dada Rosalina menyusut saat mendengar kata kata terakhir Ayahnya. Ya, mereka memang sudah tua, dan umur memang tidak ada yang tau. Tapi apa yang membuat mereka yakin kalau sifat dan tabiat buruk Rosalina akan berubah setelah menikah dengan Bagas? Pria itu bahkan terlihat cuek dan asyik makan sendiri saat Desi dan orang tuanya bertengkar.
"Percayalah pada kami, Bagas adalah calon suami yang baik untukmu," Dini merendahkan suara. Menyodorkan sebuah keyakinan kalau mereka tidak akan pernah salah pilih.
Bagas menenggak segelas air putih hingga habis, dia menyeka mulutnya yang basah dengan tisu kemudian menatap wajah Rosalina lekat lekat.
"Aku mungkin bukan pria kaya yang bisa memberikan segalanya untukmu, tapi aku berjanji akan memperlakukan kamu dengan baik, layaknya apa yang kedua orang tuamu lakukan padamu," ucap Bagas mantap.
Rosalina tercengang, untuk pertama kalinya dalam hidup ada seorang pria yang memberinya sebuah janji. Janji yang terdengar sederhana, tapi banyak wanita yang merindukan janji seperti itu.
Rosalina bungkam, dia dibuat mati kutu oleh janji seorang Bagas.
"Jadi bagaimana? Kamu mau kan di jodohkan dengan Bagas?" Tanya Dini.
"Aku masih perlu waktu untuk mengenalnya lebih jauh," sahut Rosalina. Dia mencari cari alasan sambil merancang sebuah cara untuk menolak perjodohan itu.
"Kalau begitu aku akan membantumu untuk bisa mengenalku lebih jauh, kita bisa sering jalan dan mengobrol bersama." Bagas tersenyum. Senyuman itu terlihat tulus dan menenangkan.
*
*
*
Acara makan malam dan perkenalan selesai, Bagas pamit pulang pada anggota keluarga itu. Dini dan Heri menjemput Bagas di rumah, jadi mereka juga meminta Pak Agus supir pribadi mereka untuk mengantar Bagas kembali ke rumahnya.
"Pak Agus, tolong antar Bagas dengan selamat sampai ke rumah. Dia calon menantuku, tolong di jaga jangan sampai lecet," ucap Dini pada supirnya.
Rosalina mendelik mendengar ucapan sang Ibu, itu kali pertama dia melihat Ibunya memperlakukan tamu seperti seorang raja. Apa Ibu dan Bagas sudah lama saling kenal? Kenapa Ibu terlihat sangat menyayangi Bagas? Beberapa tanda tanya muncul dibenak Rosalina, pertanyaan yang akan terjawab seiring berjalannya waktu.
Bagas mencium tangan Dini dan Heri, dia juga melambaikan tangan kearah Rosalina yang diam diam mengintip dibalik korden jendela ruang depan. Jantung Rosalina seperti mau copot, dia malu karena ketahuan mengintip. Padahal, sejak awal sikapnya sudah tidak ramah pada Bagas.
Bagas masuk ke dalam mobil, dalam hitungan detik, mobil itu membawa sosok Bagas pergi menjauh dari tempat tinggal Rosalina.
Bersambung...
Beberapa hari paska perkenalan di malam itu, Rosalina mendapat sebuah chat dari nomor baru.
" Aku akan datang menjemputmu pukul 12.00 siang nanti. Kita makan siang di luar bersama, Bagas." Bunyi chat singkat itu.
"Darimana pria itu bisa mendapatkan nomor ponselku? Pasti dari Ibu atau dari Ayah," Rosalina menggerutu kesal.
Dalam hati, dia sangat ingin menolak ajakan Bagas. Tapi Ayah dan Ibunya pasti akan memaksanya pergi dengan sekuat tenaga. Satu satunya jalan adalah berharap siang nanti turun hujan lebat. Alhasil, dari pukul 08.00 pagi sampai pukul 11.58 siang, Rosalina berdoa menghadap kiblat memohon kepada Tuhan agar diturunkan hujan. Tapi sayang, doanya kali ini tidak terkabul.
Tepat pada pukul 11.59 menit, terdengar suara sebuah sepeda motor terparkir dihalaman rumah mewah keluarga Rosalina. Tak lama, mbok Jum menghampiri Rosalina dan meminta wanita itu untuk turun menemui tamu spesialnya yang datang.
"Bagaimana? Sudah siap?" Tanya Bagas pada wanita berparas Ayu yang baru saja turun dari anak tangga.
"Kalian berdua mau pergi?" Sambung Dini.
"Iya Bu, aku mau mengajak Rosalina makan siang bersama di luar," sahut Bagas.
"Bagus itu, sekalian kalian bisa lebih saling mengenal satu sama lain," Dini terlihat begitu sangat bersemangat.
Rosalina tidak ada niatan untuk berganti pakaian, dia tampil cuek dengan hanya mengenakan kaos panjang dan celana jeans panjang. Anehnya, Bagas tidak protes. Padahal biasanya para pria menyukai pasangannya berpenampilan modis dan seksi.
Bagas memberikan sebuah helem dan meminta Rosalina memakainya untuk keamanan berkendara. Kemudian, Bagas menyalakan sepeda motornya dan memberi kode agar wanita itu cepat naik.
"Jadi, ini yang dia maksud dengan kendaraan pribadi? Sebuah sepeda motor butut keluaran jaman pra sejarah?" Cibir Rosalina dalam hati.
Bagas memacu kecepatan motornya dengan kecepatan sedang, agar dia mengambil kesempatan untuk mengobrol lebih banyak dengan Rosalina.
"Maaf ya, kamu pasti kepanasan," ucap Bagas.
"Sudah tau pasti kepanasan, tapi bawa motornya seperti semut. Lebih cepat sedikit lah, biar kita cepat sampai ke tempat makan," sahut Rosalina sewot.
"Ya, baiklah." Bagas mematuhi keinginan Rosalina, dia memacu motornya dengan kecepatan tinggi dan membuat wanita itu berpegangan erat pada pinggangnya.
Keadaan jalan raya saat itu sangat lengang, Bagas bisa dengan leluasa mengebut dan menyalip kendaraan yang ada dihadapannya. Berkali kali Rosalina meminta Bagas untuk mengurangi kecepatan berkendaranya, tapi pria itu tidak mendengar ocehannya.
*
*
*
Setelah menempuh perjalanan sekitar setengah jam, tibalah mereka berdua di depan sebuah rumah makan sederhana. Rosalina turun dari motor, mencopot helem dan merapihkan rambut panjangnya yang acak acakan.
"Kita sudah sampai, ayo masuk," ajak Bagas.
Rosalina mengekor di belakang Bagas, dia enggan berjalan berdampingan dengan pria itu. Tampilannya terlihat culun, dia malu jika salah seorang temannya ada yang memergoki dia jalan dengan Bagas.
Bagas memesan makanan, sementara Rosalina menunggu di meja nomor delapan. Meja paling ujung yang letaknya di dekat jendela. Beberapa menit kemudian, Bagas kembali sambil membawa nampan berisi sebakul nasi, sambal dan lalapan. Sementara seorang pelayan di sisinya membawa sepiring ikan bakar, ayam bakar, tahu dan tempe goreng. Ada juga es cendol durian sebagai minuman pelepas dahaga.
"Ini makanan favoritku di rumah makan ini, semoga kamu suka ya," Bagas menyodorkan makanan itu ke hadapan Rosalina. Dia bahkan mengambilkan nasi untuk wanita berwajah cemberut itu.
Aroma masakan itu tercium lezat di hidung Rosalina, meski malas, akhirnya Rosalina mau menyantap makanan itu karena perut datarnya tiba tiba saja merasa lapar.
Diluar nalar, makanan biasa khas rumahan bisa memiliki cita rasa yang unik dan enak. Rosalina sampai nambah nasi berkali kali, saking karena ketagihan dengan rasa enak dari masakan itu.
"Enak bukan?" Tanya Bagas.
"Iya, ini enak. Padahal ini rumah makan biasa, tapi rasa masakannya tidak kalah dari restoran bintang lima," celetuk Rosalina.
"Aku senang, kamu menyukainya."
Keduanya makan dengan lahap hingga makanan yang ada dihadapan mereka habis tak bersisa. Setelah kenyang, Rosalina mulai menghujani Bagas dengan beberapa pertanyaan yang sudah bertengger dibenaknya sejak beberapa waktu lalu.
"Bagaimana kamu bisa kenal dengan Ayah dan Ibuku?" Rosalina menatap Bagas dengan tatapan serius.
"Mereka dewa penolongku, kalau tidak ada mereka, aku tidak akan mungkin bisa seperti sekarang ini," tutur Bagas.
"Apa maksudmu?" Rosalina penasaran.
"Kami bertemu pada acara santunan di panti asuhan, saat itu usiaku baru lima belas tahun. Mereka kagum padaku karena aku adalah anak yang paling pintar dan menonjol di panti itu, tapi aku harus putus sekolah karena panti asuhan tempatku tinggal mengalami kendala biaya," kisah Bagas. Matanya menatap jauh ke langit langit, seolah ingatannya sedang terbang ke beberapa tahun yang lalu.
"Pak Heri dan Bu Dini memutuskan untuk menjadi Ibu asuhku. Mereka menyekolahkan aku dan menanggung semua biaya hidupku hingga aku lulus kuliah, menjadi seorang Guru dan bisa menghidupi diriku sendiri. Mereka luar biasa baik, semoga mereka diberikan umur panjang dan rejeki yang luas," lanjut Bagas.
Rosalina merasa tersentuh dengan cerita dari Bagas, meski cerewet, dua orang tua itu memang penuh cinta dan kasih pada sesama. Tapi tetap saja dia tidak membenarkan tentang perjodohan secara paksa ini. Terlebih Bagas seolah hanya ingin membalas budi atas jasa kedua orang tuanya, bukan benar benar ingin menikah dengan Rosalina.
"Kamu sudah bercerita, sekarang izinkan aku yang bercerita," Rosalina melipat kedua tangannya dan meletakkannya diatas perut sambil bersandar di bahu kursi.
"Silahkan, aku akan mendengarkan ceritamu,"
"Aku pernah dekat dengan seorang pria, tapi aku dikhianati. Sejak itu aku enggan untuk membuka hati bagi pria lain. Apa lagi, banyak temanku yang gagal dalam membina rumah tangga, aku jadi takut untuk menjalin hubungan serius. Jadi aku mohon padamu, apapun alasannya tolong tolak perjodohan ini," pinta Rosalina penuh harap.
"Tidak semua laki laki didunia ini sama Rosalina, masih ada pria baik bertebaran dimana mana," ucap Bagas.
"Tapi tetap saja aku tidak mau menikah, apa lagi dengan kamu. Kamu sama sekali bukan tipe pria idealku," cibir Rosalina.
Bukannya tersinggung atau marah, Bagas malah tertawa. Seolah ucapan Rosalina tadi adalah sebuah lawakan yang terdengar sangat lucu di telinganya. Rosalina mendengus kesal dan mengira kalau pria itu memiliki gangguan kepribadian.
"Kenapa kamu tidak bertanya kepadaku, awal mula aku mau dijodohkan dengan mu?" Bagas mengukir senyum kecil.
"Baiklah, aku akan bertanya. Kenapa kamu mau dijodohkan denganku? Apa karena ingin membalas budi baik kedua orang tuaku? Atau karena kamu ingin memiliki mertua kaya, seorang pengusaha tekstil ternama di negara ini?" Rosalina langsung menorehkan dua tuduhan kejam sekaligus.
"Aku menyukaimu, bahkan jauh sebelum Bu Dini memintaku untuk menjadi calon suamimu," ucap Bagas dengan nada lembut.
"Alah, para pria memang sukanya membual. Aku tidak percaya padamu!" Sentak Rosalina.
*
*
*
Brak....!
Rosalina masuk ke dalam rumah sambil membanting pintu, dia tidak peduli jika Bagas yang belum pergi jauh dari teras rumahnya bisa mendengarnya.
Rosalina berjalan menuju kamar dengan wajah bersungut-sungut. Entah harus bagaimana caranya agar dia bisa membuat pria itu membencinya, berbagai cara telah dia lakukan, tapi hasilnya sama saja.
"Ibu..." Panggil Rosalina.
Mbok Jum berlari lari kecil menghampiri Nona mudanya.
"Mana Ibu Mbok?" Tanya Rosalina.
"Ibu sedang memberi makan ikan di kolam belakang rumah," sahut Mbok Jum.
Rosalina langsung menuju halaman belakang rumah untuk menemui Ibunya. Dia ingin mengajak wanita tua itu untuk bernegosiasi.
"Bu, sepertinya dia tidak cocok untuk menjadi calon suamiku. Dia tidak memiliki apapun, berwajah penampilannya terlalu biasa dan sepertinya dia memiliki gangguan kepribadian," Rosalina mengolok olok Bagas tanpa ampun dihadapan sang Ibu.
"Dia memiliki segalanya Rosalina, otak pintar, wajah tampan, kelakuan baik, penghasilan tetap. Dan tuduhan mu soal dia memiliki gangguan kepribadian, itu sangat berlebihan. Ibu tau kamu galak, angkuh, tapi Ibu baru tau kalau kamu juga suka menghina orang lain. Padahal orang tuamu tidak pernah mengajarkannya!" Omel Dini.
"Pokoknya aku tidak mau menikah dengan pria cupu itu Ibu, apapun yang terjadi. Aku wanita cantik dan berkelas, hanya pria tampan dan berkelas juga yang bisa menjadi suamiku," lanjut Rosalina dengan penuh percaya diri.
"Buktikan dulu kalau kamu itu wanita cantik yang berkelas. Nyatanya, sampai usiamu tiga puluh tiga tahun, belum ada pria tampan dan berkelas yang sudi melamar kamu!" Dini melotot. Dia tidak pernah mau kalah jika bertengkar dengan putrinya. Kalau sudah begitu, Rosalina hanya bisa pergi meninggalkan Ibunya ditengah amarahnya yang meledak ledak.
Bersambung...
Bagas berdiri di depan cermin kamarnya, tubuhnya terlihat tinggi dan tegap, kulitnya mulus dan wajahnya sangat manis. Bagaimana bisa Rosalina menolak menikah dengannya? Sementara di luar sana, banyak wanita yang mengantri minta dinikahi oleh Bagas.
"Aku tau kamu tampan, tapi jangan berdiri didepan cermin terlalu lama seperti seorang wanita," sindir Aldo. Dia adalah teman Bagas, malam ini dia sedang menginap dirumah Bagas.
Bagas dan Aldo telah bersahabat sejak mereka masih duduk di bangku TK. Bisa dibilang, persahabatan mereka seperti kepompong. Tidak bisa dipisahkan satu sama lain dan selalu melakukan segala hal bersama sama.
" Wanita galak itu menolak ku, aku harus bagaimana?" Tanya Bagas.
Bagas sedikit kesal karena untuk pertama kalinya ada wanita yang begitu dengan mudah bisa menolak pesonanya. Padahal, dia begitu menawan seperti raja raja dari Arab Saudi. Hanya saja, isi kantongnya kalah jauh dari mereka. Hi... Hi... Hi...
"Sudahlah, lupakan saja dia. Cari saja wanita dari kalangan biasa seperti kita, wanita kaya memang sombong sombong," sahut Aldo.
Kebetulan, Aldo memiliki trauma masa lalu. Dia pernah dicampakkan oleh seorang wanita kaya setelah dijadikan bahan taruhan. Terkadang, wanita bisa lebih menyeramkan dari seekor singa. Sejak saat itu, Aldo enggan berdekatan dengan wanita cantik dari kalangan jet set.
"Tidak semudah itu, aku sudah terlanjur penasaran padanya. Apa lagi aku juga sudah jatuh hati pada pandangan pertama," tutur Bagas.
"Memangnya wanita itu seperti apa sih? Aku jadi penasaran." Aldo menaruh tiga jarinya di janggut.
"Dia tinggi, ramping, berkulit putih susu. Wajahnya cantik, punya aroma tubuh seperti bunga melati," cerita Bagas.
"Ngeri banget itu aroma tubuhnya, jangan jangan dia jelmaan kuntilanak atau sundel bolong," ucap Aldo asal.
"Hust... Jangan sembarangan kamu!" Bentak Bagas.
"Iya, maaf. Bagaimana kalau kamu minta bantuan dan saran dari Ibunya saja, yang paling tau anaknya kan hanya Ibunya seorang," Aldo mendonorkan sebuah ide.
"Ide kamu bagus juga, besok aku akan datang ke kantornya untuk menemuinya." Bagas mengangguk anggukan kepala.
"Oh... Iya. Ngomong ngomong, kapan pertemuan pertama kamu dengan Rosalina hingga menebarkan benih benih cinta?" Jiwa kepo seorang Aldo mulai meronta.
"Aku Bertemu dengannya saat orang tuanya menyantuni panti asuhan tempat aku tinggal. Saat itu, usiaku masih lima belas tahun. Bisa dibilang, dia adalah cinta pertamaku," ujar Bagas malu malu. Kedua pipinya berubah merah seperti kepiting rebus.
"Dia terus berada di dalam mobil, sama sekali tidak mau menemui anak anak panti. Dari awal aku tau dia gadis galak dan sombong, tapi dia punya wajah sangat cantik," lanjut Bagas.
"Lebay sekali, cuma karena cantik saja bisa langsung jatuh cinta," sindir Aldo. Dia merasa reaksi Bagas terlalu berlebihan.
"Huh... Bilang saja kamu syirik karena tidak punya cinta pertama." Gerutu Bagas kesal.
*
*
*
Pagi berganti siang, jam mengajar telah usai. Pulang dari sekolah tempatnya mengajar, Bagas memutuskan untuk mampir ke kantor pribadi milik kedua orang tua Rosalina yang letaknya lumayan dekat dari tempat Bagas mengajar.
Tok... Tok... Tok...
Bagas mengetuk pintu kaca berwarna hitam pekat itu pelan.
"Siapa?" Tanya Dini.
"Aku, Bagas Bu," Sahut Bagas.
"Masuk." Perintah Dini.
Dini menutup beberapa berkas yang baru saja selesai dia baca dan merapikannya disisi meja. Bagas masuk ke ruangan itu, dia langsung duduk menghadap calon Ibu mertuanya.
"Tumben mampir ke sini? Ada apa?" Dini menatap penuh selidik.
"Rosalina terus menolak ku Bu, apa yang harus aku lakukan?" Bagas putus asa.
"Dasar pria lembek! Menaklukan hati seorang wanita saja tidak becus! " Maki Dini.
"Dia punya trauma pada hubungan masa lalunya, jadi dia sulit membuka hati untuk pria lain," kisah Bagas.
"Dia berbohong, dia memang tidak memiliki ketertarikan pada laki laki," ucap Dini.
"Maksud Ibu, dia seorang l*sbi?" Bagas terkaget kaget.
"Bukan begitu," Dini menyentil kening calon menantunya. Membuat Bagas meringis menahan sakit.
"Dia hanya malas dengan dunia percintaan dan rumah tangga, karena baginya cinta dan rumah tangga itu hanya sering membawa luka. Teman dekatnya banyak yang bercerai dan menjadi korban KDRT, mungkin dia takut karena itu," ucap Dini.
"Lalu aku harus bagaimana?" Bagas memasang wajah putus asanya lagi.
"Pikirkan saja sendiri. Belajarlah jadi pria yang cerdas, biasanya pria kan punya banyak ide ide kreatif untuk mendekati lawan jenis," cicit Dini. Wanita berambut kriting itu mengibaskan ujung rambutnya ke belakang.
"Ah... Ibu, aku kesini ingin meminta saran. Tapi malah diminta mikir sendiri," Bagas mengeluh. Dia sedikit memajukan bibirnya ke depan.
"Kamu harus berusaha lebih keras, jangan mudah putus asa. Kalau kamu menyerah, aku akan menjodohkan Rosalina dengan pria lain," ancam Dini. Wanita paruh baya itu terlihat sangat serius saat mengucapkannya, hingga membuat Bagas merasa takut.
"Jangan dong Bu, aku akan berusaha lebih keras lagi, aku janji deh!" Bagas mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya berbarengan.
*
*
*
Pulang dari tempat kerja Bu Dini, Bagas menyempatkan diri menyambangi toko bunga. Dia ingin membeli bunga mawar merah untuk Rosalina, hari ini wanita itu ulang tahun. Bagas ingin memberikan selamat dengan cara yang spesial.
"Kak, tolong taruh dua batang coklat ini ditengah tengah buket bunga," pinta Bagas pada penjual bunga tersebut.
"Baik Kak,"
"Jadi berapa totalnya?" Tanya Bagas.
"Seratus limapuluh ribu," sahut penjual itu.
"Ini uangnya," Bagas menyodorkan sejumlah uang pas.
"Wah, senang ya, punya pacar seperti Masnya. Sudah ganteng, romantis lagi," puji wanita pemilik toko bunga itu.
Seketika kemeja yang dipakai Bagas terasa sempit dan kecil, dadanya membesar karena dipuji ganteng oleh orang yang baru pertama kali melihatnya itu. Ya, Bagas memang ganteng. Itu kenapa dia digilai oleh banyak anak didiknya sendiri. Makanya dia heran, kenapa Rosalina sama sekali tak tertarik padanya.
Selesai membeli rangakaian bunga dan coklat, Bagas pergi ke rumah Rosalina. Kedatangannya hanya disambut oleh Mbok Jum, karena Rosalina sedang jalan keluar dengan teman temannya.
"Mbok, tolong berikan buket bunga ini pada Rosalina. Bilang kalau bunga ini dariku," pesan Bagas pada Mbok Jum.
"Den Bagas tenang saja, Mbok pasti akan menyampaikan bunga ini kepada tuannya," janji Mbok Jum pada Bagas.
"Terimakasih ya Mbok, Mbok baik sekali. Semoga Mbok panjang umur, sehat selalu dan lancar rezekinya,"
"Terimakasih Den Bagas, sudah memberikan doa yang baik untuk si Mbok. Ngomong ngomong, Den Bagas mau minum dulu? Mau kopi atau teh mungkin?" Tanya Mbok Jum.
"Ah, tidak perlu. Aku hanya mampir sebentar saja, lagi pula Rosalina tidak ada. Aku pamit pulang dulu ya Mbok,"
"Oke, hati hati di jalan ya."
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!