PERKARA NAMA PENA
[Waduh, kok ada namaku?]
Mataku membulat membaca komentar dari akun Facebook Aril Ganteng di cerita yang kuposting dalam grup khusus promosi novel.
Siapa yang bakal menyangka kalau tetanggaku itu bakalan membaca cerita yang aku tulis?
Sepertinya menggunakan nama asli sebagai nama pena adalah kesalahan besar.
[Bukannya ini mirip dengan kejadian tadi siang ya?] tambahnya lagi.
Sontak para pembaca langsung memberondong komentar itu dengan banyak pertanyaan yang menanyakan apakah Aril mengenalku di dunia nyata.
Aku dan Aril musuhan sejak zaman bayi. Nggak ya, mulai dari SD. Mana rumahnya di samping rumah pas lagi.
Namun di dalam novelku, aku menjadikan Aril sebagai pria yang diam-diam dicintai tokoh utama.
[Jadi diam-diam kamu suka sama aku?]
Aarrggh. Pengen masuk ke dalam gua aja rasanya. Entah gimana nanti kalau aku ketemu sama dia. Nyesel aku pakek namanya.
Langsung saja aku menonaktifkan kolom komentar.
Apa aku harus mengganti nama pena? Enaknya apa ya?
Yang nyentrik, biar gampang diingat.
Manggis Bakar? Ah, aneh banget. Manggis kok di bakar.
Payung bolong gimana? Duuhhh, tambah aneh.
Mau ganti nama pena tapi aku udah terlanjur nyaman pakek nama asli.
A-N-D-I-Y-A-S. Bagus kan namaku. Itu aja, nggak ada buntut-buntutnya lagi. Mudah diingat.
Terdiri dari tujuh huruf, dan angka tujuh adalah angka istimewa.
Hari ada tujuh, lapisan langit ada tujuh lapis, keajaiban dunia juga ada tujuh, dan masih banyak lagi keistimewaan angka tujuh.
Meskipun pendek nggak ada buntutnya, aku suka namaku.
Banyak pembaca yang mengira aku cowok karena nama ini, dan aku pun tak pernah menjawab pertanyaan dari pembaca yang menanyakan genderku. Biar misterius. Eaaa.
Prang!
Tiba-tiba dari arah dapur terdengar piring pecah.
Piring Pecah? Apa aku pakek itu aja buat nama pena ya?
***
Setahun setelah kejadian itu, aku memutuskan pindah rumah dan nggak pernah lagi ketemu sama Aril.
Nggak ya, bercanda. Hehehe. Mana mungkin aku pindah rumah cuma gara-gara itu.
Jadi setelah kejadian itu, tepat sudah melewati tiga hari. Aku selalu kontrol keadaan dulu sebelum keluar rumah. Menghindari kontak muka dengan Aril, dan ketika membuka aplikasi F dan B alias Facebook, aku mendapat notifikasi akun Aril Ganteng meminta pertemanan.
Jelas saja aku tak menerima permintaan pertemanan itu. Mungkin karena di Facebook tidak ada opsi minta permusuhan, makanya dia minta pertemanan.
Tertulis di keterangan dia meminta pertemanan tiga hari yang lalu, dan begitu aku posting cerita lagi untuk promosi, si Aril Tatum, eh salah. Aril Noah, duuuhh salah lagi. Si Aril aja komen lagi dong.
[Sombong banget. Minta pertemanan aja nggak diterima dari tiga hari yang lalu]
Aku melotot membaca komen itu.
Aku nggak mau citraku sebagai penulis yang ramah kepada pembaca jadi rusak gara-gara komentar makhluk yang satu ini.
Aku yang sedang duduk nyantai di teras langsung menoleh kala mendengar pintu rumah Aril dibuka.
"Hei! Apa maksudnya kamu komentar kayak gitu?! Hapus nggak!" Aku teriak ngalahin suara toa amal di perempatan depan.
"Kalau aku nggak mau?"
Aku menggaruk alisku yang memang gatal dengan kesal.
"Hapus sekarang! Kamu mau menghancurkan citraku sebagai penulis yang ramah, hah?!" Aku teriak lagi.
Beruntung di rumah lagi sepi. Jadi aku bebas mau teriak kek, gelantungan kek.
"Emangnya aku peduli?" Sahutannya membuat mataku melotot.
Cowok berbadan tinggi itu berjalan ke halaman rumahnya dan hendak membuka pagar.
"Hapus Ril! Nanti pembacaku baca komenan kamu dan ngira aku sombong gimana?!" Aku bangkit dan ikut berjalan ke halaman rumahku.
Aku menyusul Aril yang berhenti di tukang cilok yang lagi mangkal di depan rumah kami.
"Hapus sekarang juga!"
"Terima dulu pertemanan yang aku kirim."
"Higgh! Kenapa kamu selalu cari ribut sih Ril?!"
"Ngapain Mas nyari saya? Saya kan selalu lewat di sini kalau siang?" Pak cilok yang memang namanya Ribut menyahut.
"Bukan Bapak yang aku maksud!" Aku kesel, pengen makan orang rasanya. Mau makan temen, nggak doyan.
"Siapa yang cari ribut? Aku cuma minta pertemanan," ucap Aril santai yang tambah membuatku gondok.
"Mau beli berapa Mas?" tanya Pak Ribut.
"Sebentar ya Pak. Saya duluan yang ngomong sama dia!" Aku menghela napas untuk mengurangi emosi.
Sabar Yas ... orang sabar jidatnya lebar. Eh? Nggak mau sabar deh! Aku nggak mau punya jidat lebar.
"Mau kamu apa sih Ril?!"
"Kalau kamu mau komentar itu aku hapus, tinggal konfirmasi pertemananku aja. Gampang kan?"
"Buat apa kamu minta pertemanan sama aku?! Mau ngerecokin novel yang aku tulis?! Ayolah Ril, kita udah sama-sama gede. Jangan kayak anak kecil yang ribut mulu!"
"Iya Mas. Kita harus bersikap dewasa." Pak Ribut ikut menimpali.
Aku tersenyum penuh kemenangan karena mendapat dukungan.
"Yaudah, jangan harap komentar itu bakal hilang."
Setiap apa yang keluar dari mulut Aril seperti cabe yang membuatku panas dan tambah emosi.
"Kenapa sih pakek acara minta pertemanan segala?!"
"Maaf menyela, ini jadi beli nggak? Saya mau lanjut ke lapangan depan," sela Pak Ribut.
"Sabar dulu Bapak Ribut yang nggak pernah nyari ribut. Saya lagi ngomong sama Aril Noah palsu!"
Aku kembali menatap Aril.
"Hapus cepetan komenan kamu Ril! Aku sudah lama membangun image baik sebagai penulis!"
"Tinggal terima pertemanan dariku."
Aku menghentakkan kaki kesal.
"Kenapa sih kamu ngotot minta pertemanan?! Sengaja mau ngancurin image aku di kalangan pembaca ya? Kenapa kamu minta pertemanannn?!" Aku sangat geregetan dengan manusia satu ini.
"Ya kalau ada pilihan minta permusuhan udah aku klik. Tapi berhubung nggak ada, ya aku klik yang ada aja."
Sudah kuduga! Pengen balik gerobak cilok aja rasanya, jika tak ingat ini milik orang.
Aku nggak akan menang debat sama Aril.
Dengan kesal aku mengambil ponsel di saku celana dan membuka Facebook.
"Nih lihat! Puas kamu?!" Aku meng-klik dan menerima permintaan pertemanan darinya. "Aku harap kamu segera menghapus komentar kamu!"
Aku meninggalkannya dengan menghentak-hentakkan kaki.
"Lho Mbak! Nggak jadi beli?" seru Pak Ribut.
"Nggak Pak. Dia kali yang beli!" sahutku tanpa menoleh.
"Beli berapa Mas?"
"Siapa yang mau beli? Orang saya mau buang sampah ke tong sampah yang ada di belakang Pak Ribut."
"Lah! Cah gemblong kabeh iki! Sudah ditunggu lama dari tadi ternyata nggak ada yang beli! Asem!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Dila Ayu
Bikin emosi kang cilok dah...
2023-05-18
1
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ
Hai, kakak. Salam kenal dari Komalasari
2023-05-16
1
ig : @unchiha.sanskeh
kalo ini beneran, siapa pun pokoknya tlg cepuin ini ke Aril
2023-05-16
1