Dua sudut siku-siku dikali dua-- salah alamat. Ini bukan pelajaran matematika.
Yang benar adalah, dua sudut bibirku terangkat ke atas ketika komenan Aril sudah gone alias hilang. Artinya, Aril menepati janji untuk menghapus komentarnya.
Aku senang. Ya, meskipun rada kesel juga karena harus menerima pertemanan darinya.
Aku dan Aril sudah saingan sejak zaman SD. Kami nggak pernah akur dan selalu berlomba-lomba menjadi yang pertama, dan sialnya, aku selalu menjadi nomor dua dan dia selalu menjadi nomor satu.
Aku muak ketika selalu namanya yang pertama kali disebut saat pengambilan rapor. Yang berarti, dia ranking pertama.
Apalagi saat dia tersenyum padaku sambil maju ke depan untuk memenuhi panggilan bu guru.
Bukan cuma di sekolah saja dia nomor satu, tapi di tempat ngaji juga. Dia selalu menjadi kesayangan guru ngaji.
Kami sering ikut lomba baca Al-Qur'an dan lagi-lagi aku selalu kalah darinya.
Suaranya yang merdu saat membaca Al-Qur'an membuatnya selalu menjadi juara. Aku sebenarnya tak ingin mengakui itu.
Ketika SMP, aku ingin sekolah di tempat yang jauh dari rumah agar terbebas dari bayang-bayang Aril Noah palsu.
Aku malas selalu satu kelas dengannya. Apalagi selalu duduk di bangku yang sama karena aturan paten dari kepala sekolah yang mengatur duduk sesuai nama.
Nama kami yang sama-sama berawalan dari huruf A membuatku harus bertahan duduk di sampingnya sampai lulus SD, tapi begitu lulus SD, kebahagiaan yang aku tunggu-tunggu kandas sebelum dimulai.
Paduka Ratu tidak memberi restu hamba ini untuk sekolah di tempat yang jauh.
Dan sekarang, dia kembali sukses melebihi aku dengan berhasil membangun kafe yang sudah cabang tiga.
Eh, nggak ya. Aku juga sukses kok. Aku berhasil meraih mimpiku yang dari dulu ingin menjadi penulis. Aku menulis di sebuah platform online.
Lumayan, ongkang-ongkang kaki udah dapat duit!
Woy! Siapa itu yang bilang cuma ongkang-ongkang kaki dapat duit?
Sini maju kalau berani. Biar aku yang mundur! Eh, nggak ya. Sini aku hadapi.
Nggak ada itu namanya ongkang-ongkang kaki. Mataku sampai seperti dikasih arang gegara sering begadang.
Jika orang lain begadang buat balas chat dari ayang, kalau aku begadang buat balas komentar dari pembaca tercinta. Eaaa. Love you para pembacaku.
"Yas!" Suara Paduka Ratu bergema di dalam istana ini.
Aku yang menjabat sebagai abdi rumah langsung berlari menghadap.
Meskipun sebenarnya malas, tapi aku tetap memasang senyum di hadapan ibu. Jika tidak, aku akan dilempar keluar dari istana ini.
"Ada apa, Bu?"
"Kenapa nadanya gitu? Nggak suka Ibu panggil?!"
Buset, salah mulu perasaan.
Segala nada sudah kupakai. Mulai dari do-re-mi sampai do lagi, aku tetap salah. Harus pakai nada apa sih aku supaya Paduka Ratu tidak marah?
Karena tak ingin centong sayur yang sedang dipegangnya terbang ke arahku, aku hanya diam saja.
"Beli sayur kangkung. Pak Tarno udah tereakan di luar!" titah Ibu tanpa memberi uang.
Aku yang sudah paham langsung ngeloyor ke kamarku dan mengambil uang di dompet kodok persis punya Naruto.
Sebelum keluar, aku mengecek keadaan sekitar dulu. Terutama rumah Aril. Aku malas bertemu dengannya.
Setelah dirasa aman, aku langsung keluar, dan langsung menghampiri Pak Tarno. Memilih kangkung yang sama-sama warna hijau.
"Selain diam-diam suka, ternyata kamu juga ikut makan makanan kesukaan aku juga ya."
Aku refleks menoleh. Aril Noah palsu tau-tau sudah ada di sampingku.
"Sejak kapan kamu suka sama aku?"
Apa?!
Baru juga mulut mau mangap, dia sudah nyerocos lagi.
"Aku nggak nyangka lho kalau kamu diam-diam suka sama aku. Secara kan selama ini kamu kayak selalu musuhin aku karena nggak pernah menang dari aku."
"Kata siapa aku suka sama kamu?!"
"Itu, di novel kamu."
"Itu cuma cerita! Nggak ada aku suka sama kamu!"
"Siapa yang bakalan ngira kalau kamu suka sama aku. Secara kan, setiap kamu liat aku, matamu itu selalu ngeluarin sinar laser. Jangan-jangan, selama di sekolah dulu kamu mati-matian belajar supaya bisa terus bersanding sama aku. Kan kita berdua selalu ditunjuk jadi satu tim buat olimpiade."
"Apa?!" Aku benar-benar tak percaya mendengar kesimpulan konyol itu. "Kayaknya otak kamu konslet deh Ril!"
"Kalau aku nggak baca cerita itu, mungkin aku nggak bakalan tau." Aril malah terus nyerocos nggak peduli dengan penjelasanku.
"Aku itu cuma pinjam nama kamu! Siapa yang suk-"
"Neng, jadi beli nggak?" potong Pak Tarno.
"Sabar kenapa sih Pak!" Aku kesel karena kata-kataku dipotong.
"Denger ya Ril, itu cuma novel. Cuma nama! Jangan kegeeran deh! Dan soal kang-- tunggu Pak, Bapak mau kemana?" Aku menghentikan gerobak Pak Tarno yang mulai didorong oleh yang punya.
"Kalau nggak mau beli saya mau lanjut ngider Neng."
Haish! Nggak sabaran banget sih!
Aku mengambil kangkung lima ikat dan langsung membayarnya. Sementara Aril masih diam melihatku yang terus menggerutu, jatuhnya kayak dukun yang lagi komat-kamit.
"Dan soal kangkung," aku melanjutkan ucapanku yang sempat terpotong tadi. "Ini itu aku disuruh Ibu! Jadi hapus halusinasimu yang mengira aku suka sama kamu!"
Aku mendengus dan meninggalkannya.
"Nggak usah malu karena ketahuan Yas!" teriaknya ketika aku hendak membuka pagar.
"Dibilang--"
"DIYASSS!!" Suara Paduka Ratu menggema dari dalam rumah. "KAMU BELI KANGKUNG DI ARAB KAH? KENAPA LAMA BANGET!"
"Iya Bu! Sebentar!" Aku jadi tak bisa meladeni Aril gara-gara Paduka Ratu. "Awas kamu ya Ril!" ucapku sebelum masuk ke dalam rumah.
"Aku cuma nggak mau kamu kecewa," sahut Aril, membuatku kembali nyembul dari balik pintu.
"Apa maksudmu?"
"Kamu nyerah aja deh. Aku itu udah punya gebetan. Jangan suka sama aku."
Mataku melotot. Untung buatan Allah. Jadi nggak mungkin menggelinding keluar.
"DIYASS!"
Baru juga mau mangap untuk membalas ucapan Aril, Ibu udah teriak lagi.
"Iya-iya Bu!" Aku segera berlari ke dapur sebelum terkena sapu ajaib punya ibu yang bisa terbang walaupun tidak punya sayap.
"Kenapa kita beli kangkung sih, Bu? Aku kan nggak suka kangkung. Ibu nggak pernah baca berita ya. Kalau di dalam batang kangkung suka ada lintah yang nggak bisa mati walau udah dimasak, dan itu bikin kita mati." Aku nyerocos sambil meletakkan kangkung di meja.
Ibu yang sedang ngulek bumbu menoleh ke arahku. Tiba-tiba ibu melotot melihat kangkung yang kubeli.
"Banyak banget kangkungnya? Dikira kita kambing makan kangkung sebanyak ini?!" Paduka Ratu marah lagi.
Sengaja aku beli banyak buat persediaan. Supaya besok nggak perlu keluar lagi dan aku nggak perlu ketemu sama Aril Ganteng. Eh, aku nyebutin nama akun Facebook dia ya, bukan bilang dia ganteng.
"Untuk beberapa hari ke depan, lauknya tumis kangkung terus. Sampai tuh kangkung yang kamu beli habis!"
Apa? Ini semua gara-gara Aril!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Dila Ayu
Balada kangkung ...
2023-05-18
1