Dearjuna
Pintu ruangan kelas XI IPA 3 yang terletak di lantai dua terbuka perlahan tepat setelah sesi perkenalan seorang murid baru bernama Arjuna berakhir. Seorang perempuan berseragam putih abu-abu lengkap dengan atributnya berdiri di ambang pintu kelas. Dia tersenyum canggung memandangi beberapa pasang mata yang tertuju secara otomatis ke arahnya.
"Kamu mau kasih alasan apa lagi ke saya, Aruna?" Bu Sandria, guru mata pelajaran Matematika yang duduk di kursi sebelah papan tulis beranjak dari tempatnya saat ia menengok ke arah Aruna. Kemudian dia berjalan menghampiri gadis itu dengan kedua tangan yang terlipat di depan dadanya. "Kamu ini gak ada kapoknya, ya. Tuh, liat poin kamu! 55, Aruna! Kamu tau kan apa konsekuensinya kalau dapet poin di bawah 50?"
Cewek itu hanya menundukkan kepala dalam-dalam, kemudian mengangguk.
"Lantas kalau kamu udah tau, kenapa masih diulangi? Atau ... apa kamu memang ingin mendapat poin di bawa 50 agar mendapat hukuman skorsing dari sekolah, terus kamu bisa leha-leha di rumah? Begitu?"
"E-enggak, Bu!" jawab Aruna lirih.
"Haah, ya sudah. Ini kesempatan terakhir, ya! Kalau besok-besok terlambat lagi, jangan harap kamu bisa masuk kelas saya!" ancam wanita itu. Kemudian dia menengadahkan tangannya di depan gadis itu. "Sekarang mana form keterlambatan dari guru piket?"
Aruna buru-buru merogoh formulir yang dimaksud di kantong depan ransel hitamnya. Kemudian ia memberikan kertas tersebut kepada bu Sandria seraya membentuk ringisan kecil di bibir. "Ini, Bu."
"Ya udah, sekarang kamu boleh duduk di tempatmu."
Aruna berjalan tergopoh-gopoh melewati deretan kursi di barisan paling pinggir dekat jendela setelah diberi izin oleh bu Sandria. Tempat duduk gadis itu berada di barisan kedua paling belakang. Sebuah tempat yang sangat strategis untuk menghindari pengawasan guru.
Raut wajah Aruna tiba-tiba berubah ketika mendapati seorang laki-laki duduk manis di bangku kesayangannya. Orang itu nampak serius mencatat sesuatu di buku cokelatnya, sampai tak menyadari keberadaan Aruna yang sudah berdiri di samping meja.
"Lo ngapain di sini? Gak baca ada tulisan itu di meja, hah?" tanya Aruna setengah membentak.
Laki-laki itu menoleh sembari melepas pulpen di tangan kanannya. "Owalah, ternyata kursi ini ada penghuninya, ya. Aku kira kosong, hahaha!" Kemudian dia mengukir senyuman lebar yang manis sembari mengulurkan tangannya ke arah Aruna. "Oh ya, omong-omong salam kenal, ya. Aku Arjuna. Pindahan dari Yogyakarta."
Aruna tidak memberikan respon yang hangat untuk menyapa balik cowok itu. Matanya mendelik tajam, menatap Arjuna dengan tatapan tak suka, sementara kedua tangannya terlipat di depan dada.
"Gak usah basa-basi deh! Cepet pindah dari tempat gue!" usir Aruna dengan kasar.
Si anak baru itu tersenyum kecil saat menarik tangannya kembali. Wajahnya tidak kelihatan Tersinggung ataupun kesal, meskipun Aruna telah menunjukkan sikap yang kurang ramah kepadanya.
"Oh iya, hahaha! Maaf ya, Aruna." ucap cowok itu selepas membaca tulisan nama Aruna yang di meja tersebut.
Usai itu Arjuna mengemasi barang-barangnya yang berserakan di meja, lalu beranjak dari tempat duduk Aruna dan berpindah ke meja kosong yang berada di sebelah gadis itu.
"Aruna, Aruna. Sok akrab banget, sih!" cibir Aruna seraya melirik cowok itu dengan sinis.
Huh, untung saja sistem tempat duduk di sekolah ini masing-masing, alias tidak berdempetan antara satu meja dengan meja lainnya. Kalau tidak, kemungkinan besar Aruna akan menghabiskan waktu selama hampir setahun menjadi teman sebangku anak baru yang langsung bertingkah sok akrab bernama Arjuna ini.
"Run, jangan galak-galak dong sama Arjuna. Nanti lu malah demen loh, hahaha!"
Aruna merespon candaan Raka, cowok yang duduk di depan anak baru itu dengan menunjukkan raut sinis.
"Dih, candaan lo gak lucu, Raka!"
...****************...
"Oke, cukup sekian pelajaran untuk hari ini. Ibu harap kalian bisa mencerna dengan baik materi yang Ibu jelaskan tadi," pungkas bu Sandria seraya mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Wanita berkerudung itu tersenyum tipis, lalu mengemasi barang-barangnya ke dalam tas besar warna cokelat di atas meja.
"Oh iya, Aruna."
Aruna yang sejak tadi sama sekali tidak mendengarkan perkataan bu Sandria sontak menengok dan membetulkan posisi duduknya. Perasaannya tiba-tiba menjadi tak enak kala melihat senyuman ambigu yang mengembang di bibir merah satu-satunya wanita berhijab di sekolah itu.
"Sebentar lagi kan istirahat, nanti tolong temani Arjuna keliling sekolah, ya."
"Loh, kok saya sih, Bu?" Aruna spontan mengangkat badannya. Sorot matanya terlihat tidak terima dengan keputusan sepihak yang dilontarkan bu Sandria kepadanya. "Kan masih ada ketua kelas atau teman yang lain. Kenapa harus saya yang nemenin dia keliling sekolah?"
"Karena kamu teman sebangku Arjuna, Aruna. Udah, Ibu gak mau dengar segala jenis penolakan. Pokoknya, kamu harus nemenin dia keliling sekolah. Mengerti?" balas bu Sandria dengan tegas.
Bel pergantian jam berbunyi melalui pengeras suara tepat setelah bu Sandria mengakhiri perkataannya. Setelah itu beliau pamit lalu bergegas meninggalkan kelas.
Sementara itu, Aruna masih duduk manis di tempatnya. Dia menatap teman-teman sekelas yang mulai berhamburan ke luar kelas. Lalu atensinya beralih kepada si anak baru yang kini menempati kursi kosong di sebelah kanannya. Cowok itu kelihatan serius mencatat rumus yang ditulis bu Sandria di papan tulis.
Hm, kalau Aruna perhatikan dari samping, wajah Arjuna lumayan juga. Cowok itu memiliki hidung yang mancung, dagunya lancip, kulitnya bersih meskipun tak terlalu putih. Matanya juga—
Napas Aruna tiba-tiba tercekat saat cowok itu menoleh ketika dia tengah mengobservasi paras tampan itu. Lantas, Aruna segera mengeluarkan ponselnya dan berpura-pura sibuk sendiri dengan benda persegi panjang itu.
"Aruna, ayo?"
Arjuna telah berdiri di samping meja Aruna. Gadis itu mengangguk sekenanya lalu berdiri sambil mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompet dan memasukkannya ke dalam saku blazer bersamaan dengan telepon genggamnya.
Namun belum sampai satu menit meninggalkan tempat duduk, seseorang menahan langkah mereka.
"Arjuna, gimana kalau aku aja yang nemenin kamu keliling sekolah? Kayaknya kalau aku liat-liat, Aruna gak minat jadi tour guide kamu, deh."
Seorang perempuan cantik berdarah campuran Belanda-Indonesia entah sejak kapan telah berada di sekitar mereka. Bibir ranumnya yang tipis merekah layaknya buah delima kala memandangi si anak baru ini. Kemudian jemari lentiknya terulur ke depan Arjuna. "Oh iya kenalin, aku Kinara. You can call me Nara or Kinar."
"Oh iya. Salam kenal, Nara." Cowok di depan Aruna ini tersenyum seraya mengulurkan tangannya kepada Kinara. "Tapi maaf ya, Nar. Aku bareng sama Aruna aja, sesuai dengan yang diminta bu Sandria tadi."
Aruna yang awalnya merasa senang karena bebannya berkurang, spontan menoleh dan memberikan tatapan tidak percaya kepada Arjuna. Bukan apa-apa, tapi cewek yang mengajak cowok ini adalah salah satu yang tercantik se-angkatan kelas 11 loh. Bisa-bisanya dia menolak kesempatan emas itu. Gila!
"Aruna, ayo?"
Aruna tersentak. Lamunannya membuyar seketika saat saat tangan besar milik Arjuna tiba-tiba membungkus salah satu pergelangan tangannya. Lantas, setelah pamit kepada Kinara, cowok itu segera bergegas meninggalkan kelas. Aruna mengekor di belakang Arjuna dengan sedikit kesulitan karena mengikuti langkah kaki si cowok yang cenderung lebar dan cepat.
***
Keduanya tiba di kantin setelah mengelilingi beberapa tempat di sekolah. Aruna mulai mengedarkan pandangan ke sekitar. Dia mencari seseorang yang sudah lebih dulu sampai di tempat itu. Sementara Arjuna, dia berdiam di sebelah Aruna. Matanya bergerak ke sana kemari, membaca papan menu yang dipasang di dinding kantin.
Senyuman di bibir Aruna merekah perlahan saat menemukan sosok yang ia cari. Itu Kavin, salah satu sahabat baiknya di sekolah ini. Lantas. Aruna menyenggol lengan Arjuna agar cowok itu menoleh ke arahnya.
"Gue tunggu di sana, ya."
"Gue tunggu di sana, ya," ucap Aruna sembari menunjuk ke sebuah meja yang diisi seirang orang lelaki di sudut kantin. Setelah itu dia berlari kecil menghampiri sosok tersebut sembari melambaikan tangannya.
"Gue kira lo gak bakal dateng, Run," sambut Kavin. Dia menggeser bokongnya agar Aruna dapat lebih mudah menempati bagian kosong di sisi kanannya.
Aruna hanya menunjukkan cengiran kecil, lalu mencomot kentang goreng miliknya tanpa izin.
"Dasar Aruna. Nih, lo beli sendiri gih yang banyak. Daripada makan sisaan dari gue," titah Kavin seraya mengeluarkan selembar uang duapuluh ribuan dari dompet cokelatnya dan meletakkan uang tersebut di depan Aruna.
"Ini apaan maksudnya, jir? Lo mau jadi sugar daddy gue?" Aruna menunjukkan raut bingungnya saat menatap Kavin dan uang itu secara bergantian.
"Idih, pikiran lo!" cibir Kavin. Namun sesaat kemudian senyuman miring tiba-tiba mengembang di bibirnya. "Tapi kalau lo mau jadi sugar baby seorang Kavin Adhitama yang gantengnya di atas rata-rata ini gak papa kok, Run. Hehehe."
"In your dream, Vin!" tukas Aruna sembari memukul lengan besar cowok yang berasal dari Bandung ini.
Kemudian perhatian Aruna beralih kepada kerumunan orang yang mengantre di salah satu stand makanan. Ekor matanya tak sengaja menangkap Arjuna. Cowok itu baru saja selesai membeli sesuatu di sana. Kini dia sedang dikerubungi beberapa cewek yang berusaha mengajaknya untuk duduk bersama.
Huh, dasar norak!
"Lo lagi ngeliatin siapa sih? Serius amat kayaknya."
Aruna buru-buru memalingkan wajah dari Arjuna lalu menoleh ke Kavin sembari tersenyum canggung. "Nggak ada! Gue gak liat siapa-siapa kok!"
Arjuna datang menghampiri meja Aruna saat gadis itu dan cowok di sebelahnya sudah mulai sibuk dengan urusan masing-masing. Dia duduk di hadapan Aruna sembari menyungging senyuman simpul. "Ternyata kantin di sini rame juga, ya."
"Ya kalau sepi namanya kuburan, lah," timpal Aruna ketus. Setelah itu dia kembali mencomot kentang goreng milik Kavin yang entah sejak kapan sudah berada di depannya..
"Lo anak baru di kelas Aruna, ya?" tanya Kavin.
Cowok yang sudah ia kenal sejak di sekolah dasar ini memandangi Arjuna dengan menaikkan salah satu alisnya. Usai itu dia mengulurkan tangan sembari mengulas senyuman miring. "Kenalin, gue Kavin. Cowoknya Aruna—"
"—Aduh! Gila, cubitan lo kayak sengatan lebah tau gak? Panas banget!" Kavin berjengit sembari mengusap bekas cubitan Aruna yang membekas di lengan besarnya.
"Bodo amat! Suruh siapa rese banget jadi manusia, wlee!" balas Aruna ketus.
Arjuna terkekeh saat mengamati pertengkaran kecil di antara dua sahabat itu. Kemudian dia membalas uluran tangan Kavin sembari tersenyum. "Aku Arjuna. Salam kenal ya, Kavin.
Arjuna tertawa saat mengamati pertiakaian kecil di antara aku dan Kavin. Kemudian dia mengulurkan tangannya kepada cowok gila yang duduk di sebelahku ini. "Aku Arjuna. Salam kenal ya, Kavin."
"Salam kenal juga. Omong-omong, logat lo lumayan medok, ya. Asal dari Jawa, ya?" tanya Kavin.
"Iya. Sebelumnya aku tinggal di Yogyakarta sebelum pindah ke sini. Maaf ya, kalau logatku kedengeran aneh di telinga. Hehehe."
"Nggak kok haha. Tenang aja."
Seorang bapak yang membawa nampan meletakkan pesanan Arjuna di meja selepas perbincangan singkat antara dua laki-laki itu berakhir. Aruna mengernyitkan kening ketika bapak itu meletakkan segelas cairan dingin yang kental berwarna merah muda kepadanya.
"Loh, ini buat siapa? Gue kan belum pesen apa-apa," tanya Aruna kebingungan
"Itu buat kamu, Aruna. Itung-itung sebagai tanda terima kasih karena kamu mau nemenin aku keliling sekolah hari ini," jawab Arjuna. Lagi-lagi pemuda ini menunjukkan senyuma manis di wajahnya, hingga membuat Aruna tiba-tiba menjadi canggung.
"O-oh, oke. M-makasih."
Aruna mulai menyeruput cairan merah muda itu selepas bergelut dengan pikirannya sendiri. Namun baru saja minuman itu menyentuh permukaan lidah, dia tersedak hingga terbatuk dengan cukup keras. Rongga mulutnya pun tiba-tiba terasa begitu kering dan gatal.
"Aruna? Lo kenapa?"
Gadis itu tidak bisa menjawab pertanyaan Kavin. Bibirnya terkunci rapat. Kalau sedikit saja ia menggerakkan bibir, rongga mulutnya akan terasa semakin gatal dan perih. Makanya, Aruna hanya dapat merespon pertanyaan Kavin dengan anggukan sembari mencengkram erat tangan cowok itu.
"Run, kenapa badan lo tiba-tiba panas banget?" tanya Kavin seraya menyentuh permukaan kening Aruna. Dia refleks mengambil gelas milik gadis itu dan mengendus aroma minuman di dalamnya.
"Arjuna!" Sorot mata Kavin berubah menjadi tajam ketika perhatiannya beralih ke anak baru di depan Aruna. "Lo ngasih milkshake stroberi ke Aruna?"
"I-iya. Emang kenapa, ya?"
"Kenapa? Lo gak liat keadaan Aruna sekarang, hah? Dia itu alergi sama stroberi!" bentak Kavin. Setelah itu dia bangun dari tempatnya dan segera membopong tubuh mungil Aruna. Keduanya melesat meninggalkan Arjuna yang masih kebingungan dengan situasi tak terduga yang mereka alami saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
||Leoni_oni 🌻♌
aku mampir kak /Kiss/
2023-12-29
1
Putra Al - Bantani
wah cubitannya berbisa. juga ya...
2023-09-28
0
Dear_Y
dear_Y siap berkenalan dg DearJuna..
semangat...
2023-09-04
1