Dearjuna 02 - New Neighbor

Teng ... Teng ... Teng ...

Mata Aruna perlahan terbuka setelah mendengar sayup-sayup suara bel di luar ruangan. Dua obsidian miliknya berkeliling, menyapu satu per satu objek di dalam ruangan serba putih ini. Keningnya spontan berkerut saat menemukan seorang laki-laki yang duduk di kursi sebelah brangkar tempatnya berbaring saat ini.

Aruna tidak dapat melihat orang itu dengan jelas karena wajahnya bersembunyi di balik dua lengan besarnya. Namun dilihat dari seragam yang ia kenakan, kemungkinan besar cowok. Itu adalah murid baru di sekolah.

Hm, apa mungkin Arjuna?

Ternyata dugaan Aruna benar. Cowok itu adalah Arjunam Dia akhirnya bangun dan menegakkan badannya. Setelah itu ia menggosok pelan kedua matanya dan menatap Aruna dengan wajah yang khawatir. "Gimana keadaan kamu sekarang, Aruna? Udah mendingan, kan?"

"Ngapain lo ke sini? Bukannya sekarang belum masuk jam istirahat?" tanya Aruna ketus.

"Aku izin ke kamar mandi barusan. Terus sekalian mampir ke sini, hehehe," jawab Arjuna sambil cengengesan

"Maaf ya, Aruna." Arjuna tiba-tiba menundukkan kepalanya. Wajahnya memelas. Mungkin dia merasa bersalah karena telah memberikan sesuatu yang dapat memicu reaksi alergi pada gadis itu.

"Aku ngak tau kalau kamu punya alergi stroberi," sambung Arjuna. Selepas itu dia meletakkan salah satu punggung tangannya di kening Aruna dan menyungging senyuman lembut kepada perempuan itu. "Tapi kamu udah gak demam. Syukurlah."

Tubuh Aruna sempat membeku beberapa menit saat membuat kontak dengan manik gelap milik cowok itu. Tatapannya begitu teduh dan menghanyutkan. Wake up, Aruna!

"Gue udah gak papa kok. Udah sana balik ke kelas! Gue mau istirahat!" tukas Aruna seraya menghempaskan tangan Arjuna dengan kasar. Setelah itu dia mengubah posisi tidurnya menjadi membelakangi Arjuna.

"Oke deh. Kalau gitu aku balik ke kelas, ya. Cepat sembuh, Aruna," ucap Arjuna dengan lembut.

Napas Aruna tiba-tiba tercekat saat tangan besar Arjuna menutupi hampir seluruh bagian tubuhku dengan selimut yang awalnya hanya menutupi kaki. Dia memejamkan mata erat-erat, berharap cowok itu segera pergi dari tempat itu. Lalu setelah derap langkah Arjuna sudah tidak terdengar lagi, Aruna kembali mengubah posisi tidurnya menjadi telentang.

Tangan Aruna tanpa sadar bergerak menyentuh dada. Jauh di dalam sana, dia merasa ada sebuah getaran aneh yang tiba-tiba muncul entah dari mana. Getaran apakah itu? Hm entahlah. Aruna pun tidak bisa menjawab pertanyaan itu.

"Lo mikirin apaan sih, Run? Kayaknya serius banget."

Suara Kavin berhasil membuyarkan pikiran Aruna yang ramai gara-gara ulah Arjuna. Si kapten basket sekaligus drummer salah satu grup band sekolah ini bersandar di tembok dekat gorden pembatas seraya tersenyum.

"Gimana, Run? Udah enakan belum? Badannya masih kerasa gatel gak?" tanya Kavin.

"Udah lumayan, sih. Ruamnya juga udah gak parah kayak sebelumnya. Tapi kepala gue masih kerasa agak nyut-nyutan, Vin."

"Oh ya, Run. Barusan gue udah minta izin ke guru piket sama guru yang ngajar di kelas lo. Mereka udah ngasih izin biar lo bisa balik duluan ke rumah sekarang," ucap Kavin semringah.

"Hah?" Aruna spontan mengerutkan dahi. "Vin, lo tau kan di rumah gue gak ada orang kalau siang? Terus siapa yang ngejemput gue ke sekolah? Mamang angkot? Ojek online?"

Kavin tertawa sembari menepuk tangannya. "Ya enggak lah, Cantik! Gue kan bisa nganterin lo balik. Tenang aja, gue udah ngurus surat izin buat lo kok," ujar Kavin sambil membusungkan dada.

Ya sudahlah, terserah.

...****************...

"Huh, udah jam 7 ternyata."

Aruna meletakkan kembali telepon genggam pada sebuah nakas kecil di sebelah kanan tempat tidur. Kemudian dia menggeser bokongnya ke tepi ranjang, lalu menggantungkan kedua kakinya di sana. Usai menghabiskan waktu dengan melamun selama beberapa menit, Aruna pun beringsut menuruni kasur dan bergegas meninggalkan ruangan.

Kaki jenjang milik Aruna bergerak dengan cepat menyusuri tangga ke lantai dasar. Setelah itu dia melesat menuju ruang makan keluarga yang letaknya masih satu area dengan dapur.

"Eh, kamu udah bangun. Oh iya, kamu tolong bantuin Mama bawa ini ke ruang tamu, ya. Sekalian Mama mau ngenalin kamu ke temen Mama waktu kuliah," kata mama saat Aruna mengambil gelas dari rak dan mengisinya dengan air dingin di dalam dispenser . Habis itu ia menghilang dari dapur sambil membawa dua toples makanan di tangan kanan dan kirinya.

Selepas meredakan haus, Aruna meninggalkan dapur sambil membawa nampan yang ditinggalkan mama, lalu bergerak menuju ruang tamu.

"Nah Kak Tam, Mas Bian, ini anakku yang bungsu. Namanya Aruna."

Aruna tersenyum canggung lalu buru-buru mencium punggung tangan sepasang suami istri itu selepas meletakkan gelas berisi minuman di depan mereka.

"Ini teman kuliah mama, namanya tante Tamara dan om Abian. Kemarin mereka baru pindah ke sebelah rumah kita. Ini anak bungsu mereka, Run. Namanya Sadewa," jelas mama seraya tersenyum simpul. Setelah itu beliau mengambil nampan dari tangan Aruna dan meletakkan benda itu di meja.

"Sekarang kamu duduk dulu gih, kita ngobrol sebentar sama keluarga om Bian dulu," sambung mama. Perempuan yang nampak masih muda walaupun sudah hampir berkepala lima ini memberikan tatapan yang lembut, namun terkesan memberi isyarat agar si putri bungsu mengikuti keinginannya.

Aruna mau tak mau mengikuti keinginan sang mama. Dia akhirnya menempati bagian kosong di samping tante Tamara.

"Oh iya, Kak Tam, mas ganteng ke mana? Kok gak diajak ke sini, sih?" tanya mama.

Dan ... perbincangan antara orang tua ini pun dimulai hingga membuat Aruna jengah. Namun baru saja ia hampir beranjak dari tempat duduk dan bersiap meninggalkan ruang itu, seseorang yang familiar tiba-tiba muncul di ambang pintu utama rumahnya.

"Nah, ini mas ganteng udah dateng! Sini masuk, Mas!" sambut mama dengan hangat. Dia segera bangun dari sofa single yang didudukinya, lalu menggiring orang itu agar duduk di sofa single lainnya yang berada tepat di sebelah Aruna.

Bibir mungil Aruna menganga, menunjukkan raut tak percaya ketika ekor matanya mengikuti cowok itu hingga duduk di sofa tersebut. Seriously, bro? Cowok yang dipanggil mas ganteng sama mama barusan itu ... Arjuna?

"Nah, ini mas ganteng anak sulungnya tante Tamara, Run. Namanya Arjuna. Tadi pagi dia pindah ke sekolah kamu loh," jelas mama.

Yah, tak perlu dijelaskan pun Aruna sudah tahu. Cowok itu adalah Arjuna, anak baru yang tiba-tiba jadi bahan pembicaraan anak-anak cewek di kelasnya bahkan seminggu sebelum ia masuk.

Aruna tertawa miris di dalam hati. Gila! Dari sekian juta manusia yang hidup di dunia ini, kenapa harus Arjuna yang menjadi tetangga dan anak temen mama? Wah, kalau begini caranya sih bisa-bisa Aruna dipaksa harus akrab dengan cowok ini lagi. Ah, menyusahkan sekali!

Arjuna membalas tatapan sinis Aruna dengan ramah. Kemudian dia mengulas senyuman lebar yang manis kepada ibu dari gadis itu. "Kami udah kenalan kok, Tante. Kebetulan, Juna sama Aruna satu kelas dan tempat duduk kami sebelahan, hehehe," jawabnya sambil cengengesan. .

"Wah, jadi kalian udah saling kenal, ya? Udah tukeran nomor belum?"

Celetukan mama berhasil membuat Aruna membulatkan mata. Tapi sepertinya, mama sama sekali tidak terpengaruh dengan sorotan tajam yang Aruna berikan. Beliau hanya mengulum senyuman aneh yang tak dapat diartikan oleh gadis itu.

Huh, apa-apaan coba?

"Belum, Tan. Aruna belum ngasih nomernya ke Juna, hehehe."

What the hell, Arjuna?! Memangnya lo siapa sampe gue harus ngasih nomor pribadi gue ke elo? Lo pejabat? Orang penting di hidup gue?

"Duh, Arun, kasih dong nomer kamu ke mas Juna. Biar kalau ada apa-apa kamu bisa kasih tau dia. Bener kan, Kak?"

Tante Tamara mengangguk setuju. "Bener banget, sayang. Kamu juga, Arjuna! Harusnya jangan nunggu Aruna ngasih nomernya dong. Jadi laki-laki itu harus bergerak maju, jangan mau nunggu!"

Hei hei hei ... kenapa pembahasannya makin ngaco, sih?

"Tam, Mbak Irina, udah dong jangan buat Aruna sama Arjuna jadi kikuk begitu. Kasian loh, muka mereka jadi merah sekarang," timpal om Bian.

Aruna merasa jenuh dengan perbincangan ngalor-ngidul di antara para orang tua ini. Lantas, dia beranjak dari sofa, kemudian berjalan menarik tangan Arjuna sampai cowok itu ikut bangun dari tempatnya.

"Ma, aku sama Arjuna keluar sebentar, ya!" pamit Aruna.

***

Aruna spontan menepis tangan Arjuna dengan kasar saat mereka berada di pekarangan depan rumah gadis itu. "Jangan ge-er, ya. Gue kayak gini cuma untuk nyelamatin lo dari situasi gak enak yang diciptain orangtua kita!"

Arjuna tersenyum simpul dan menganggukkan kepalanya. "Iya, Aruna. Makasih, ya," ucapnya.

"Oh iya, Run. Rumahku yang itu, ya." Arjuna menunjuk ke sebuah bangunan bergaya modern-minimalis berwarna campuran warna biru langit dan biru laut yang terletak di sebelah rumah Aruna. "Terus, kamarku di situ. Yang jendelanya terbuka lebar, hehehe," sambung Arjuna.

Aruna mengamati arah yang ditunjuk Arjuna dengan seksama, terutama kamar cowok itu.

Sebentar ... kalau dilihat-lihat kamar Arjuna kok berhadapan langsung dengan kamar Aruna, ya?

Hah, apa?!

"Oh." Aruna memberikan respon yang datar kemudian melengos pergi meninggalkan Arjuna.

"Eh, Aruna tungguin!"

Setelah berjalan selama beberapa menit, Aruna melipir ke sebuah taman mini yang tak jauh dari jalan besar dekat rumah. Suasana di taman cukup sepi, hanya ada suara angin yang berhembus dan jangkrik yang saling bersahutan seolah sedang mengobrol satu sama lain. Wajar, saat ini sudah jam 8 malam. Anak-anak kecil yang biasa bermain di taman ini pasti sudah berdiam di rumah masing-masing.

Aruna mendaratkan bokong di salah satu ayunan tunggal yang terletak di samping jungkat-jungkit. Kemudian dia melirik Arjuna yang entah sejak kapan sudah duduk manis di ayunan kosong yang bersebelahan denganku. Cowok itu mendongakkan kepalanya ke atas. Dia menatap hamparan langit yang ditaburi bintang sembari mengulum senyuman tipis.

"Langitnya cerah, ya. Cantik," gumam Arjuna.

Aruna terhenyak. Napasnya kembali tercekat saat melihat paras Arjuna ketika sinar bulan menyentuhnya dengan lembut. Entah ini karena pancaran sinar bulan yang mengenai cowok itu atau karena mata Aruna sudah kelewat lelah, tapi malam ini Arjuna kelihatan sangat ... tampan.

"Oh iya, Aruna." Aruna buru-buru membuang muka saat Arjuna menoleh ke arahnya tanpa aba-aba. "Kamu beneran udah gak papa, kan? Maksudku, besok kamu udah bisa sekolah, kan?"

"Bisa lah. Gue cuma kena alergi ringan. Sekarang aja bisa nemenin lo di sini, apalagi sekolah," jawab Aruna ketus.

"Syukurlah." Arjuna tersenyum lega. Dia kembali mendongakkan kepalanya ke atas dan kembali menatap hamparan langit berbintang yang menaungi kota Jakarta hari ini.

"Aku bakal makin ngerasa bersalah kalau besok kamu gak masuk gara-gara aku, Aruna," sambung cowok itu dengan lirih.

Terpopuler

Comments

Putra Al - Bantani

Putra Al - Bantani

langsung Subcrebe

2023-09-28

0

Putra Al - Bantani

Putra Al - Bantani

baru mampir kak wah keeen 🌹🌹 untk kak Author.
Mampir juga ya kak ke raya ku, tetap saling mendukung

2023-09-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!